Hadi pun memaparkan, kondisi penerimaan pajak Indonesia yang rendah ini tak lain dikarenakan adanya peraturan pelaksanaan yang inkonsisten. Untuk itu, kata dia, perlu revisi terhadap peraturan pelaksanaan yang inkonsisten yang selama ini melemahkan efektivitas sistem pengawasan perpajakan sehingga menjadi hambatan utama dalam penerapan monitoring self-assessment yang efektif.

“Mengapa tax ratio Indonesia rendah? Karena ada Peraturan Menteri Keuangan yang diduga inkonsisten dengan di atasnya. Kalau ini kita luruskan, terwujudlah yang namanya sistem monitoring self-assessment atau dengan kata lain CCTV penerimaan negara,” ungkap Hadi.

Hadii juga bilang, dengan penerapan monitoring self-assessment yang efektif, target peningkatan penerimaan pajak dapat dicapai bahkan dengan menurunkan tarif pajak.

"Penerimaan pajak akan meningkat secara otomatis karena SPT Wajib Pajak sudah benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan ketentuan undang-undang," katanya.

Lebih lanjut, pria yang sempat menjadi Kepala Bidang Ekonomi Dewan Analisis Strategis di Badan Intelijen Negara (BIN) ini pun membeberkan pengalamannya saat menerapkan sistem monitoring self-assessment atau dengan kata lain CCTV penerimaan negara tersebut saat menjadi Dirjen Pajak periode 2001 s.d 2006 lalu.

“Pada tahun 2001, begitu kami membuat konsep sistem monitoring self-assessment, kami MoU dengan berbagai pihak, seperti MoU dengan BPN, MoU dengan semua pihak-pihak untuk mendapatkan e-System yang mereka pakai masing-masing.

Dikatakan Hadi, saat itu, yang bersedia menjalin MoU dengan Dirjen Pajak adalah sebanyak 248 instansi.

“Alhamdulillah saat itu kami bisa membuat yang namanya sistem monitoring self-assessment secara tidak terlalu openly seperti yang sekarang ini,” ujar Hadi.

Dikatakan Hadi, meski saat itu belum ada Undang-undang (UU) yang mewajibkan penerapan sistem monitoring self-assessment ini, namun kenaikkan pajaknya dalam kurun waktu 5 tahun ke depan mengalami kenaikan yang jelas.

“Karena belum ada UU yang mewajibkan, tapi kenaikkan pajaknya jelas sekali. Tahun 2000 11%, tahun 2001 11,3%, tahun 202 11,5%, tahun 2004 12,2%, dan tahun 2005 12,7%. Itu 5 tahun itu betul-betul naik,” papar Hadi.

“Ini bukti daripada nyata bahwa 5 tahun yang telah kami coba dalam keadaan tidak sesempurna sekarang, bukan kewajiban, tapi baru MoU, kami pun mampu meningkatkan rasio pajak 2% dalam 5 tahun,” tandasnya.

Terakhir, Hadi pun optimistis bahwa dengan penerapan monitoring self-assessment yang transparan dan pelaksanaan yang tegas, sistem perpajakan Indonesia akan menjadi lebih kuat dan mampu berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan nasional.

“Langkah ini akan menciptakan sistem perpajakan yang tidak hanya adil, tetapi juga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sosial di Indonesia,” pungkas Hadi.