Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh tim Economist Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), nilai ekspor lidi nipah dan lidi sawit Indonesia tahun 2023 meningkat 11,44% year-on-year (yoy) mencapai USD29,32 juta dari USD26,31 juta pada tahun 2022. Volume ekspor juga meningkat 15,97% yoy mencapai 70,08 ribu ton dari 60,43 ribu ton di tahun sebelumnya.
Secara historis, produk lidi nipah dan lidi sawit asal Indonesia mencatatkan daya saing yang baik (dengan pendekatan Revealed Comparative Advantage/RSCA pada level 0,79) dibandingkan Tiongkok, Belanda, dan Meksiko, tetapi masih tertinggal dibandingkan dengan Sri Lanka (RSCA 0,99). Berdasarkan data ITC Export Potential Map, masih terdapat potensi ekspor lidi nipah dan lidi sawit Indonesia dengan negara-negara dengan potensi pasar tinggi untuk produk lidi antara lain Amerika Serikat, Malaysia, Filipina, Inggris, Belanda, Taiwan, dan Prancis.
Baca Juga: Kata Ketua Umum Maksi soal Hilirisasi Sawit dan Solusi untuk Atasi Stunting
Salah satu eksportir lidi nipah dan lidi sawit asal Indonesia adalah Rianto Aritonang, pemilik CV Kahaka Internasional yang juga alumni program Coaching Program New Exporters (CPNE) LPEI pada 2020 lalu. Setelah melalui program pendampingan dari LPEI, Rianto berhasil melakukan ekspor lidi sawit yang berasal dari limbah hingga tujuh negara, yaitu Pakistan, India, Nepal, Vietnam, Singapura, dan Bangladesh dengan rata-rata ekspor 12 hingga 15 kontainer per bulan.
Sejak 2020 hingga Juni 2024, CV Kahaka Internasional telah melakukan ekspor 8.500 metrik ton lidi sawit atau sebanyak 622 kontainer dengan nilai ekspor USD3,5 juta. Untuk memenuhi permintaan ekspor, Rianto memanfaatkan Kredit Modal Kerja Ekspor Penugasan Khusus Ekspor (PKE) UKM LPEI. Pemerintah memberikan Penugasan Khusus Ekspor (PKE) kepada LPEI untuk menyediakan pembiayaan, penjaminan dan/atau asuransi kepada kegiatan ekspor yang secara komersial sulit untuk dilaksanakan, tetapi dianggap perlu untuk menunjang kebijakan ekspor nasional.
"Satu kontainer itu dapat memuat hingga 25 ton lidi senilai Rp130-150 juta per kontainer. Lidi-lidi tersebut nanti diolah lagi di negara tujuan menjadi sapu lidi siap pakai. Kami juga ekspor sapu lidi siap pakai ke Singapura dengan harga Rp10-12 ribu per buah yang dijual kembali oleh pihak distributor seharga SGD2 per buah atau sekitar Rp20-25 ribu," kata Rianto, dikutip Senin (12/8/2024).
Ia bercerita awal mula melakukan ekspor lidi sawit adalah ketika melihat teman-temannya yang bekerja sebagai pengepul pinang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19. Rianto yang tumbuh besar di perkebunan kelapa sawit dan bekerja sebelumnya sebagai engineer di industri perkapalan mulai mencari seluk beluk bisnis ekspor. Peluang pertama terlihat dari ekspor buahpinang ke negara-negara Asia Selatan. Tidak berhenti di situ, Rianto melakukan eksplorasi peluang ekspor lainnya.
"Saya menyadari bahwa di Sumatera memiliki banyak perkebunan kelapa sawit, dan pelepah sawit selalu terbuang setiap panen dua minggu sekali. Saya berbicara dengan pembeli dan meyakinkan mereka untuk mencoba lidi sawit. Pada November 2020, kami berhasil ekspor perdana ke India dan ternyata mereka suka. Secara kekuatan, lidi sawit tidak jauh berbeda, tetapi biayanya 20% lebih murah dibandingkan lidi dari pohon kelapa yang juga terbatas produksinya. Sementara, lidi dari limbah sawit selalu tersedia karena panen dilakukan dua minggu sekali sehingga ada jaminan pasokan bahan baku dan lebih ramah lingkungan," kata Rianto.
Ekspor lidi dari limbah sawit tidak hanya berkontribusi pada pengurangan limbah, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan petani sawit mitra CV Kahaka Internasional. Untuk memenuhi bahan baku lidi sawit yang berasal dari limbah, CV Kahaka Internasional bermitra dengan lebih dari 300 petani sawit yang tersebar di 15 lokasi di Pulau Sumatera dan Jawa, seperti di Siantang, Dumai, Lampung, dan Pemalang.
"Kalau melihat dulu, petani hanya mengambil brondolan sawit. Sekarang mereka juga mengambil pelepah untuk diambil lidinya. Sehari petani dapat membawa 15-20 kilogram pelepah sawit untuk diambil lidinya sehingga mendapatkan pendapatan tambahan sekitar Rp60-80 ribu per hari," katanya.
Baca Juga: Bernilai Ekonomis, PLN IP Sulap Tandan Kosong Sawit Jadi Campuran Energi di PLTU Sintang
Rianto berencana memperluas pasar ekspor lidi sawit ke negara-negara Eropa dan Australia yang memprioritaskan produk ramah lingkungan. Saat ini, CV Kahaka Internasional dengan dibantu oleh LPEI dan lembaga pemerintah lainnya sedang memperkuat hubungan dengan buyer Eropa dan Australia untuk penetrasi pasar ekspor ke negara-negara baru.
"Kami juga sudah memulai ekspor abu limbah janjang sawit atau tankos ke Taiwan hingga dua kontainer setiap bulannya. Abu tankos mengandung kalium hingga 40% dan dapat dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah," katanya.
Rianto memberikan tips bagi pelaku usaha yang ingin memulai ekspor, "Ekspor itu tidak mudah, tetapi tidak sesulit yang dibayangkan. Bergabung dengan komunitas ekspor dan mengikuti program CPNE LPEI merupakan langkah awal untuk belajar. Mulai petakan komoditas apa yang memiliki nilai ekspor dan just do it, pada akhirnya nanti akan naik kelas menjadi eksportir."