Mengesampingkan Kepentingan Pribadi

Untuk mencapai titik kesuksesan ini, Tahir sudah melewati banyak proses panjang yang penuh tantangan. Ia harus sabar, kuat mental, dan rela berkorban, termasuk mengesampingkan hal-hal yang dulu sangat ia sukai di awal kariernya.

Tahir juga pernah menyampaikan, dalam bekerja, setiap orang sebenarnya punya empat pilihan tingkat atau level. Pilihan itulah yang nantinya ikut menentukan bagaimana nasib dan perjalanan hidup seseorang ke depan.

“Tingkatan yang paling membuat khawatir adalah yang ditempati oleh orang-orang yang di awal kariernya memilih bidang usaha berdasarkan gairah mereka. Mereka hanya melakukan apa yang mereka sukai. Bagi saya, itu berarti bahaya,” ujar Tahir.

Menurut Tahir, orang-orang seperti itu tidak membiarkan diri mereka ditempa dalam sekolah tanggung jawab, dan melakukan "kewajiban" yang tidak menarik bagi mereka. Melakukan sesuatu yang menyenangkan bukanlah makna hakiki dari bekerja, bagi Tahir. Bekerja berarti bertanggung jawab untuk bertahan hidup, mencari nafkah, dan menjadi berkat. 

Saat berbicara soal pekerjaan, Tahir mengingatkan bahwa pada dasarnya tujuan utama bekerja adalah untuk menghasilkan uang. Ia pun mencontohkan dirinya sendiri saat memulai karier dulu.

Di masa itu, Tahir mengaku tidak terlalu memikirkan apakah pekerjaan yang dijalaninya membuatnya bahagia atau sesuai passion. Kondisinya sederhana: ia butuh uang untuk membantu ekonomi keluarga, menabung, dan punya rumah sendiri.

Sebagai anak muda dengan pengalaman minim, Tahir merasa belum punya “privilege” untuk memilih pekerjaan hanya karena suka atau sesuai minat. Baginya, yang paling penting saat itu adalah bertanggung jawab atas hidup sendiri dan segera membangun kehidupan yang lebih layak.

Karena itu, Tahir memilih fokus di bidang bisnis yang paling ia kuasai. Ia belajar aturan mainnya, bekerja keras, dan memaksakan diri untuk terus berkembang demi mencapai kesejahteraan yang ia butuhkan.

“Dedikasikan diri kita pada tanggung jawab kita. Biarkan diri kita ditempa oleh etos kerja yang penuh tantangan dan menuntut kita untuk berdisiplin tinggi, yang tidak selalu menyenangkan diri kita sendiri. Yang penting pekerjaan yang kita lakukan positif dan produktif. Kita belum bisa memanjakan diri dengan hal-hal yang hanya menghibur diri sendiri,” tutur Tahir.

“Apakah saya bahagia di awal karir? Saya tidak terlalu memikirkannya. Saya hanya menjalani pekerjaan saya sebagai importir yang memang seringkali cukup monoton. Hidup saya berputar di sekitar toko saya, pelabuhan, dan agen. Itu saja. Namun saya tahu bahwa saya harus melalui fase itu untuk sampai pada fase berikutnya, saat saya dapat melakukan hal-hal yang menjadi keinginan dan visi saya yang kuat di masa depan. Saya belajar banyak hal penting dari pengalaman saya di tahun 70-an dan 80-an, kesabaran dan kerja keras,” tambahnya. 

Baca Juga: Alasan Dato Sri Tahir Dirikan Mayapada Hospital: Membantu Sesama Adalah Pencapaian Berharga Hidup Saya

Menemukan Visi

Setelah melewati tahap bekerja untuk memenuhi tanggung jawab, biasanya seseorang akan sampai pada posisi yang menonjol. Setelah itu, seseorang akan menemukan visi dari pekerjaan yang dilakukannya. 

Ketika visi itu dipadukan dengan kerja keras, di situlah seseorang akan berkembang menjadi pengusaha visioner — bukan sekadar cari untung, tapi juga menemukan makna dan nilai lebih dalam setiap usahanya. Dengan visi yang kuat, seseorang akan menjalankan bisnisnya dengan lebih semangat, lebih bergairah, dan punya arah yang jelas ke depannya.

“Saya ingin bertanya kepada para pengusaha yang sukses, apakah sejak awal mereka menikmati pekerjaan mereka atau dengan bekerja dengan gembira. Tidak. Mereka memulai dengan cara yang sulit. Mereka memulai dengan keringat dan air mata dalam melakukan pekerjaan yang menyiksanya,” kata Tahir. 

“Namun, kemudian, pengendalian diri itu membuka jalan, menciptakan peluang yang lebih baik, dan menghasilkan kesuksesan. Mereka menaiki tangga karir seiring dengan perjuangan mereka yang terus-menerus. Itu terjadi pada saya sesederhana itu,” imbuhnya.