Sebagai salah satu pengusaha terkaya di Tanah Air, tak ayal bila rahasia kesuksesan seorang Dato Sri Tahir kerap membuat penasaran. Saat mengisi seminar atau menjadi dosen tamu, Bos Mayapada itu mengaku banyak para peserta meminta kiat padanya untuk memiliki karakter bisnis yang fantastis.
Sering mendapat pertanyaan yang sama, Tahir pun sempat berpikir, benarkah dirinya punya karakter bisnis yang luar biasa seperti yang banyak orang bayangkan? Lama-kelamaan, ia menyadari, mungkin yang dianggap “hebat” oleh orang-orang bukan semata-mata soal dirinya. Tapi lebih karena perjalanan panjang bisnis yang telah ia lalui, pencapaian yang berhasil diraih, serta berbagai kegiatan sosial yang ia jalankan sejak awal tahun 2000-an.
“Berita mulai beredar tentang kegiatan sosial saya yang melibatkan dana yang sangat besar, dan orang-orang mulai bertanya-tanya tentang sumber pendanaan saya. Media mulai melaporkan kegiatan bisnis saya dan masyarakat diberitahu tentang kemajuan pesat bisnis saya dalam sepuluh tahun terakhir,” ujar Dato Sri Tahir dalam buku Living Sacrifice karya Alberthiene Endah seperti dikutip, Kamis (10/4/2025).
Baca Juga: Wisdom Dato Sri Tahir Ketika Mengembangkan Bisnis Media
Tidak Mencampurkan Hubungan Pertemanan dengan Kepentingan Bisnis
Rahasia suksesnya, diklaim sederhana. Tak ada sulap atau “tangan Tuhan” yang diulurkan kepada Tahir, akunya. Jujur, selama menjalankan bisnis, Tahir cukup tabu untuk meminta fasilitas kepada pemerintah. Bahkan, ia tidak pernah meminta proyek kepada pemerintah, menteri, atau pejabat yang dikenalnya sekali pun.
Mengenal Presiden Joko Widodo pun saat masih menjabat sebagai Walikota Solo, itu pun berhubungan sebatas teman. Selain dengan mantan orang nomor satu itu, Tahir juga menjaga hubungan baik dengan pejabat pemerintah dan pihak-pihak terkait, baik di dalam maupun di luar negeri. Lagi dan lagi, hanya sebatas teman, tak lebih.
Meski memiliki banyak relasi dengan orang-orang penting, Tahir tak pernah terpikir untuk memanfaatkan hubungan tersebut demi kepentingan bisnisnya. Baginya, pertemanan dan urusan bisnis adalah dua hal yang harus tetap dipisahkan.
“Tidak pernah sedikit pun saya mencoreng hubungan baik saya dengan orang-orang pemerintah dengan kepentingan bisnis apa pun. Tidak pernah. Saya menghormati dan menikmati persahabatan yang murni,” tutur Tahir.
Kegigihan dan Kerja Keras
Meski menerapkan resep sederhana dalam megembangkan bisnisnya, Tahir menegaskan apa yang dilakukannya didasari dengan kegigihan dan kerja keras. Bahkan, tak banyak yang tahu bahwa Bank Mayapada salah satu lini usahanya yang tumbuh pesat, juga mengalami tahun-tahun berat. Dengan penuh kesabaran, Tahir berhasil merintis usahanya di tahun 90-an itu.
“Kami tak terlihat tanpa banyak perhatian, dan tidak memiliki panggung untuk tampil di depan publik. Ketika ekonomi Indonesia dilanda badai krisis moneter, sifat bisnis kami membantu kami bertahan. Kami bahkan menemukan jalan untuk naik ke tingkat pencapaian yang lebih tinggi.
Perjuangan kami mulai membuahkan hasil, dan bisnis kami telah tumbuh secara signifikan sejak saat itu,” cerita Tahir.
Strategi bisnis Tahir sebenarnya sederhana dan konsisten. Setiap kali ingin memulai bisnis baru, ia selalu berpikir matang, melakukan persiapan serius, dan memahami betul aturan mainnya. Prinsipnya jelas, jangan asal terjun sebelum tahu medan.
Baca Juga: Kisah Tahir Membangun Toko Bebas Bea
Tahir bahkan mengibaratkan strategi bisnis seperti mendaki gunung tertinggi di dunia. Seorang pendaki yang sukses pasti tidak berangkat begitu saja. Ia harus punya pengetahuan tentang kondisi gunung, cuaca, jalur pendakian, hingga tantangan yang mungkin dihadapi. Selain itu, ia juga harus tahu batas kemampuan dirinya sendiri. Semua itu dipelajari dan dipersiapkan dengan sangat hati-hati, sama seperti Tahir dalam menjalankan bisnisnya.
“Itu adalah metode yang sama yang saya terapkan dalam memilih dan menjalankan bisnis saya. Tidak ada eksperimen dalam bisnis saya. Kita pasti akan menghadapi hal-hal yang tidak terduga. Di situlah letak tantangan yang menarik. Bagaimanapun, setidaknya saya telah menyiapkan rencana kontinjensi saya karena saya tahu risiko yang akan saya hadapi. Pada dasarnya saya persiapan diri yang matang,” kata Tahir.
Mengesampingkan Kepentingan Pribadi
Untuk mencapai titik kesuksesan ini, Tahir sudah melewati banyak proses panjang yang penuh tantangan. Ia harus sabar, kuat mental, dan rela berkorban, termasuk mengesampingkan hal-hal yang dulu sangat ia sukai di awal kariernya.
Tahir juga pernah menyampaikan, dalam bekerja, setiap orang sebenarnya punya empat pilihan tingkat atau level. Pilihan itulah yang nantinya ikut menentukan bagaimana nasib dan perjalanan hidup seseorang ke depan.
“Tingkatan yang paling membuat khawatir adalah yang ditempati oleh orang-orang yang di awal kariernya memilih bidang usaha berdasarkan gairah mereka. Mereka hanya melakukan apa yang mereka sukai. Bagi saya, itu berarti bahaya,” ujar Tahir.
Menurut Tahir, orang-orang seperti itu tidak membiarkan diri mereka ditempa dalam sekolah tanggung jawab, dan melakukan "kewajiban" yang tidak menarik bagi mereka. Melakukan sesuatu yang menyenangkan bukanlah makna hakiki dari bekerja, bagi Tahir. Bekerja berarti bertanggung jawab untuk bertahan hidup, mencari nafkah, dan menjadi berkat.
Saat berbicara soal pekerjaan, Tahir mengingatkan bahwa pada dasarnya tujuan utama bekerja adalah untuk menghasilkan uang. Ia pun mencontohkan dirinya sendiri saat memulai karier dulu.
Di masa itu, Tahir mengaku tidak terlalu memikirkan apakah pekerjaan yang dijalaninya membuatnya bahagia atau sesuai passion. Kondisinya sederhana: ia butuh uang untuk membantu ekonomi keluarga, menabung, dan punya rumah sendiri.
Sebagai anak muda dengan pengalaman minim, Tahir merasa belum punya “privilege” untuk memilih pekerjaan hanya karena suka atau sesuai minat. Baginya, yang paling penting saat itu adalah bertanggung jawab atas hidup sendiri dan segera membangun kehidupan yang lebih layak.
Karena itu, Tahir memilih fokus di bidang bisnis yang paling ia kuasai. Ia belajar aturan mainnya, bekerja keras, dan memaksakan diri untuk terus berkembang demi mencapai kesejahteraan yang ia butuhkan.
“Dedikasikan diri kita pada tanggung jawab kita. Biarkan diri kita ditempa oleh etos kerja yang penuh tantangan dan menuntut kita untuk berdisiplin tinggi, yang tidak selalu menyenangkan diri kita sendiri. Yang penting pekerjaan yang kita lakukan positif dan produktif. Kita belum bisa memanjakan diri dengan hal-hal yang hanya menghibur diri sendiri,” tutur Tahir.
“Apakah saya bahagia di awal karir? Saya tidak terlalu memikirkannya. Saya hanya menjalani pekerjaan saya sebagai importir yang memang seringkali cukup monoton. Hidup saya berputar di sekitar toko saya, pelabuhan, dan agen. Itu saja. Namun saya tahu bahwa saya harus melalui fase itu untuk sampai pada fase berikutnya, saat saya dapat melakukan hal-hal yang menjadi keinginan dan visi saya yang kuat di masa depan. Saya belajar banyak hal penting dari pengalaman saya di tahun 70-an dan 80-an, kesabaran dan kerja keras,” tambahnya.
Menemukan Visi
Setelah melewati tahap bekerja untuk memenuhi tanggung jawab, biasanya seseorang akan sampai pada posisi yang menonjol. Setelah itu, seseorang akan menemukan visi dari pekerjaan yang dilakukannya.
Ketika visi itu dipadukan dengan kerja keras, di situlah seseorang akan berkembang menjadi pengusaha visioner — bukan sekadar cari untung, tapi juga menemukan makna dan nilai lebih dalam setiap usahanya. Dengan visi yang kuat, seseorang akan menjalankan bisnisnya dengan lebih semangat, lebih bergairah, dan punya arah yang jelas ke depannya.
“Saya ingin bertanya kepada para pengusaha yang sukses, apakah sejak awal mereka menikmati pekerjaan mereka atau dengan bekerja dengan gembira. Tidak. Mereka memulai dengan cara yang sulit. Mereka memulai dengan keringat dan air mata dalam melakukan pekerjaan yang menyiksanya,” kata Tahir.
“Namun, kemudian, pengendalian diri itu membuka jalan, menciptakan peluang yang lebih baik, dan menghasilkan kesuksesan. Mereka menaiki tangga karir seiring dengan perjuangan mereka yang terus-menerus. Itu terjadi pada saya sesederhana itu,” imbuhnya.