Artificial Intelligence (AI) kini seolah tak terpisahkan dalam kehidupan. Kehadiran teknologi kecerdasan buatan ini telah membantu menyelesaikan banyak tugas dalam keseharian. Bukan hanya pekerjaan rutin semata, AI juga mulai memberikan dampak signifikan di berbagai bidang, termasuk seni rupa.
Dengan segala kemudahan yang ditawarkan, muncul pertanyaan, apakah kehadiran AI dalam seni rupa menjadi peluang, atau justru menjadi ancaman bagi para seniman?
Ketua Komite Seni Rupa DKJ, Danny Yuanda, beranggapan bahwa kemunculan AI dalam seni rupa bukanlah sebuah ancaman. Menurutnya, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para seniman untuk terus belajar dan beradaptasi terhadap perkembangan teknologi yang ada.
Baca Juga: Mengembangkan AI Jadi Peluang Teknologi Teratas di Tahun 2025
“Misalkan ada AI, disitu juga kita belajar bagaimana menarasikan sebuah tulisan, sehingga bisa menghasilkan sebuah ilustrasi atau desain yang menarik,” ujar Danny Yuanda seperti Olenka kutip, Senin (24/2/2025).
Danny tak memungkiri bahwa tidak semua seniman terbuka terhadap kehadiran AI. Namun, dari sudut pandang yang lebih positif, seniman yang menerima teknologi seperti AI akan terus belajar dan berkembang. Ia juga menyadari, perkembangan teknologi tidak bisa dihindari, melainkan harus dipelajari dan terus berkembang seiring berjalannya waktu.
“Karena memang teknologi itu untuk kinerja, apalagi di dunia desain atau di dunia digital imaging atau ilustrasi digital itu sudah penting banget,” tutur Danny.
Teknologi dalam seni rupa, khususnya dalam bidang desain, digital imaging, dan ilustrasi digital, sudah menjadi kebutuhan yang sangat penting. Industri seperti media dan penerbitan sangat bergantung pada gambar untuk menyampaikan pesan atau memvisualisasikan konsep yang abstrak.
Baca Juga: Era Kecerdasan Buatan, Ini 3 Langkah yang Harus Diambil Pemimpin Bisnis Sekarang
Dengan bantuan teknologi, sesuatu yang sebelumnya sulit divisualisasikan kini dapat ditampilkan melalui elemen-elemen visual yang memiliki karakteristik tertentu, termasuk dalam konteks politik atau representasi lainnya.
“Karena ibaratnya kayak sekarang, majalah-majalah atau industri media itu penting banget untuk menggambar. Karena ibaratnya memang memvisualkan sesuatu yang tadinya tidak tahu, tapi bisa divisualkan melalui politik-politik atau beberapa karakteristik dari setiap gambarnya,” imbuh Danny.