Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, lumpuh akibat kemacetan parah selama hampir tiga hari berturut-turut. Mulai dari Rabu malam (16/4/2025) hingga Sabtu pagi (19/4/2025), antrean kendaraan, terutama truk kontainer, mengular hingga belasan kilometer.
Warga, sopir logistik, dan pekerja pelabuhan menjadi korban dari kemacetan yang disebut sebagai yang terburuk dalam satu dekade terakhir. Selama tiga hari, Tanjung Priok disebut lumpuh dan berimbas ke berbagai sektor dan aktivitas warga.
Merangkum dari berbagai sumber, berikut kronologi hingga imbas kemacetan 'horor' Tanjung Priok beberapa waktu lalu yang telah Olenka susun pada Senin (21/04/2025):
Kronologi Kejadian
Rabu, 16 April 2025 (Malam)
Kemacetan mulai terasa di sekitar NPCT 1 saat tiga kapal besar sandar secara bersamaan. Aktivitas bongkar muat meningkat drastis. Sistem gerbang pelabuhan mulai terganggu.
Baca Juga: Pelindo Ajak Kolaborasi antar Pelaku Logistik di Pelabuhan Tanjung Perak
Kamis, 17 April 2025
Truk-truk mulai mengantre sejak dini hari. Proses antrean tidak bergerak selama berjam-jam. Antrean kendaraan mencapai ruas Jalan Yos Sudarso. Dishub mulai lakukan rekayasa lalu lintas, tapi belum efektif.
Jumat, 18 April 2025
Puncak kemacetan. Ribuan kendaraan logistik tertahan di jalan. Waktu tempuh melonjak hingga 12 jam. Jalan Enggano dan Jalan Plumpang Raya macet total. Beberapa sopir dilaporkan kelelahan dan sakit.
Sabtu, 19 April 2025
Setelah koordinasi antar instansi, sistem antrean pelabuhan mulai dibenahi. Volume kapal diatur ulang. Arus kendaraan perlahan membaik. Dishub nyatakan kondisi mulai normal.
Baca Juga: Pelindo Segera Buka Gerai Baru Local Pride Spot di Pelabuhan Tanjung Priok
Minggu, 20 April 2025
Aksi demonstrasi buruh dan sopir terjadi di depan gerbang pelabuhan. Mereka menuntut perbaikan sistem logistik dan kompensasi atas kerugian waktu serta operasional.
Kemacetan Meluas hingga ke Pemukiman
Ruas-ruas utama, seperti Jalan Yos Sudarso, Jalan Enggano, Jalan Plumpang Raya, dan Jalan Syech Nawawi Al Bantani tak luput dari imbasnya. Lalu lintas tidak bergerak, kendaraan saling berimpit, dan klakson truk nyaring terdengar sepanjang malam.
“Macetnya benar-benar parah. Saya dari Cakung mau kirim barang ke pelabuhan, biasanya satu jam, ini sampai 10 jam baru nyampe,” keluh Darman (43), seorang sopir truk kontainer, kepada wartawan di lokasi.
Warga sekitar juga mengaku sulit beraktivitas. Beberapa sekolah dan perkantoran mengalami keterlambatan akibat akses yang terhambat. Bahkan, ambulans dilaporkan kesulitan melintas di jalur-jalur yang tertutup truk berjejer.
Baca Juga: Antisipasi Kemacetan, PUPR Ingatkan Pemudik soal Kecukupan Saldo e-Toll! Segini Isi yang Disarankan
Apa Pemicunya?
Kepala KSOP (Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) Tanjung Priok, M. Takwim Masuku, mengungkap bahwa lonjakan aktivitas bongkar muat yang tidak terprediksi menjadi pemicu utama.
“Kemacetan ini terjadi karena adanya lonjakan aktivitas bongkar muat di terminal NPCT 1, terutama setelah kedatangan tiga kapal besar yang seharusnya tiba seminggu sebelumnya,” jelas Takwim.
Keterlambatan kedatangan kapal menyebabkan penumpukan kontainer dan kendaraan pengangkut di dalam dan sekitar pelabuhan. Gangguan sistem gerbang masuk memperburuk situasi, membuat proses masuk-keluar kendaraan melambat.
Menurut data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, lebih dari 3.000 kendaraan logistik tercatat mengantre dalam rentang waktu 48 jam, dengan waktu tunggu rata-rata mencapai 6 hingga 12 jam.
Baca Juga: Pelindo Solusi Logistik Gandakan Capaian Kinerja Operasi Layanan di Tahun 2024
Gelombang Protes
Seiring dengan kejadian tersebut, tak hanya kemacetan, kemarahan pun turut pecah. Pada Minggu pagi (20/4/2025), ratusan buruh dan sopir truk menggelar aksi demonstrasi di depan gerbang Pelabuhan Tanjung Priok. Mereka menuntut transparansi jadwal kapal dan pembenahan sistem antrean di pelabuhan.
“Bukan sekali dua kali kami dirugikan. Kami yang jadi korban, makan tidur di truk, kehilangan waktu dan ongkos operasional,” ujar seorang sopir dalam aksi tersebut.
Kerugian Diperkirakan Rp120 Miliar dalam Tiga Hari
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) mencatat potensi kerugian ekonomi akibat kemacetan ini mencapai Rp120 miliar. Nilai tersebut merupakan estimasi konservatif dari kerugian selama tiga hari, yang dihitung berdasarkan biaya operasional logistik, keterlambatan distribusi barang, pembengkakan bahan bakar, penurunan produktivitas, hingga rusaknya barang yang sensitif waktu.
Baca Juga: Pramono Anung Hingga Anindya Bakrie Apresiasi Gebrakan Kadin Jakarta
“Ini bukan sekadar macet biasa. Kerugian secara ekonomi sangat besar dan akan berdampak sistemik ke banyak sektor, dari manufaktur, ritel, hingga ekspor-impor,” ujar Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia, Rico Rustombi.
KADIN menyoroti bahwa keterlambatan di sektor logistik tidak hanya menimbulkan kerugian langsung, tetapi juga berpotensi mengganggu kepercayaan mitra dagang luar negeri terhadap efisiensi rantai pasok nasional.
Respons Pemerintah
Melihat kejadian ini, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan menegaskan perlunya koordinasi lintas institusi untuk mencegah insiden serupa.
“Saya sudah meminta Kepala Dinas Perhubungan Jakarta, Syafrin Liputo, untuk berkoordinasi dengan pihak Pelindo dan operator pelabuhan lainnya agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Pihak PT Pelindo, sebagai operator pelabuhan, juga menyatakan permohonan maaf dan menyebut sedang melakukan evaluasi menyeluruh.
Baca Juga: KAI Logistik Pastikan Layanan Logistik Industri Optimal saat Periode Libur Lebaran
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi akibat kemacetan ini. Kami sedang berupaya melakukan evaluasi dan perbaikan sistem agar kejadian serupa tidak terulang,” kata perwakilan manajemen PT Pelindo.
Pemulihan Bertahap, Namun Risiko Tetap Mengintai
Kini kemacetan telah terurai, tetapi sejumlah pengamat mengingatkan bahwa masalah sistemik masih belum terselesaikan.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai bahwa akar persoalan ada pada ketidaksiapan sistem pelabuhan menghadapi lonjakan volume secara mendadak.
“Perlu pembenahan sistem digital antrean, integrasi antara jadwal kapal dan manajemen logistik darat. Tanpa itu, pelabuhan sebesar Priok akan terus jadi titik lemah dalam rantai distribusi nasional,” kata Djoko.
Pasalnya, untuk diketahui, pelabuhan Tanjung Priok menyumbang lebih dari 30% aktivitas ekspor-impor nasional. Kemacetan di titik ini bukan hanya soal keterlambatan pengiriman barang, tetapi juga berisiko mengganggu stabilitas harga, distribusi bahan pokok, dan kepercayaan investor terhadap kelancaran logistik nasional.
Peristiwa ini menjadi tamparan bagi seluruh pemangku kepentingan, seperti pemerintah, operator, dan pelaku industri logistik bahwa efisiensi infrastruktur tidak bisa lagi ditunda.