Konsep work-life balance selama ini kerap digaungkan sebagai kunci hidup sehat dan bahagia, terutama di kalangan pekerja muda. Namun, Creative Advisor InJourney, Ishak Reza, justru memiliki pandangan berbeda.
Menurutnya, work-life balance lebih relevan diterapkan ketika seseorang memasuki atau mendekati masa tua, bukan saat berada di usia produktif yang penuh eksplorasi.
“Kalau misalnya kita ngomongin work-life balance di sekarang, ada banyak banget yang kita lewatkan,” ungkap Ishak, saat ditemui Olenka, di Jakarta, belum lama ini.
Ishak menilai bahwa pada fase muda, justru banyak peluang pembelajaran yang bisa terhambat jika seseorang terlalu kaku memisahkan antara bekerja dan menikmati hidup.
Ia pun memahami bahwa saat ini ada tren di mana sebagian orang memilih meninggalkan hiruk-pikuk kota untuk hidup lebih tenang, misalnya dengan pindah ke kota kecil dan menjadi petani. Menurutnya, itu adalah pilihan hidup yang sah.
“Memang ada orang-orang yang pengen pindah ke kota kecil saja jadi petani, kan banyak sekarang trennya gitu ya. Itu pilihan hidup,” kata Ishak.
Namun, ia menegaskan bahwa dalam konteks industri kreatif, tuntutannya sangat berbeda. Seorang kreator tidak cukup hanya menguasai satu bidang. Mereka dituntut untuk mengenal banyak aspek lain, mulai dari keuangan hingga bisnis.
“Kalau kita ngomongin konteks kreatif, orang kreatif itu makin di-push untuk bisa kenal banyak hal. Jadi mesti tahu dunia finance juga, mesti tahu dunia bisnis juga, dan lain-lain,” jelasnya.
Menurut Ishak, proses mengenal banyak bidang ini tidak bisa dibatasi secara kaku dengan pola pikir ‘ini jam kerja, itu jam hidup’. Bagi insan kreatif, kata dia, proses belajar dan berkarya kerap menyatu dengan keseharian.
Kemudian, Ishak juga menilai bahwa banyak orang kreatif sejatinya sudah tidak lagi mengenal batas tegas antara bekerja dan bermain. Keduanya melebur menjadi satu aktivitas yang sama, yakni berkarya.
“Menurut saya, banyak orang-orang kreatif itu sebenarnya sudah tidak kenal work-life balance. Karena menurut dia, kerjaannya ya memang ini sudah bermain saja,” ungkapnya.
“Jadi nggak ada istilah work atau work-life balance,” lanjutnya.
Baca Juga: Ishak Reza Soal Perkembangan Industri Kreatif di Indonesia
Jika seseorang benar-benar mencintai apa yang dikerjakannya, lanjut dia, maka pekerjaan tidak lagi terasa sebagai beban, melainkan sebagai bagian dari kesenangan hidup. Dalam kondisi seperti ini, memisahkan kerja dan bermain justru terasa tidak relevan.
“Ketika yang sekarang, kalau misalnya kita mendapatkan suatu pekerjaan atau pilihan hidup kita untuk mengejar sesuatu yang kita senang, harusnya kita nggak akan memisahkan antara kerja sama bermain,” tegas Ishak.
Berbeda dengan fase muda yang sarat eksplorasi, Ishak menilai bahwa work-life balance justru menjadi sangat penting di masa tua. Alasannya sederhana, namun krusial, yakni kesehatan fisik yang mulai menurun.
“Kenapa di masa tua? Karena kita memang kesehatannya sudah menurun. Jadi kita mesti membatasinya antara bekerja sama bermain, atau istirahat,” jelasnya.
Dikatakan Ishak, di fase ini, tubuh tidak lagi sekuat dulu sehingga pengaturan waktu antara aktivitas, pekerjaan. Dan istirahat, kata dia, menjadi kebutuhan, bukan sekadar pilihan. Batas yang dulu terasa menghambat, sambung dia, justru menjadi pelindung agar kualitas hidup tetap terjaga.
Lebih jauh, Ishak Reza pun mengajak kita melihat work-life balance secara lebih kontekstual, bukan sebagai konsep baku yang harus diterapkan sama di setiap fase kehidupan.
Menurutnya, di usia produktif, terutama bagi para pekerja kreatif, menyatukan kerja dan passion justru bisa menjadi sumber energi. Sementara di masa tua, pembatasan aktivitas menjadi kunci untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan hidup.
“Tetapi ketika yang sekarang, kalau misalnya kita mendapatkan suatu pekerjaan atau misalnya pilihan hidup kita untuk mengejar sesuatu yang kita senang, harusnya itu akan nggak ada, kita nggak akan misahin antara kerja sama bermain sih,” pungkasnya.
Baca Juga: Cara Pandang Ishak Reza Soal Kreativitas