Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) yang ke-8 tahun ini mengusung tema “Green Gold: Transforming Palm Oil Industry through Cutting Edge Technologies”. Kegiatan ini menitikberatkan pada transformasi industri kelapa sawit melalui penggunaan teknologi terkini.

Acara ini dihadiri oleh lebih dari 700 peserta yang telah terdaftar, termasuk perwakilan dari lembaga pemerintah, asosiasi industri, dan para akademisi, serta menampilkan 29 inovasi riset yang didanai oleh BPDPKS, 10 hasil riset mahasiswa, dan berbagai demonstrasi teknologi seperti biosneakers, baterai supercapacitor, sepeda motor listrik, serta gerobak pengangkut tandan buah segar bertenaga listrik.

Dr. Jummy BM Sinaga dari Apical Group yang hadir sebagai salah satu narasumber pada sesi pleno memaparkan bahwa industri perkebunan kelapa sawit berperan besar dalam mendukung kemandirian energi nasional. Program mandatori biodiesel berbasis minyak sawit yang saat ini sudah berjalan dan juga menjadi bagian dari Kebijakan Energi Nasional pemerintah Indonesia menjadi salah satu langkah implementasi dalam mencapai kemandirian energi nasional tersebut.

Baca Juga: Limbah Biomassa Sawit Berhasil Diolah Menjadi Beton Precast Rumah Ramah Gempa

“Kebijakan Energi Nasional sudah sangat baik disusun, namun perlu memastikan konsistensi penerapan energi primer berbasis EBT terkhusus dengan feedstock minyak kelapa sawit. Sementara di sisi industri, kelapa sawit sebagai subsider minyak fosil perlu diselaraskan kebijakannya dari hulu hingga hilir,” kata Dr. Jummy. 

Selain biodiesel, disampaikan Dr. Jummy, minyak sawit juga telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati avtur (bioavtur) bagi pesawat terbang komersil. Pada tahun 2023 lalu, Pesawat Garuda Indonesia sukses melakukan penerbangan Jakarta – Solo PP dengan menggunakan bioavtur minyak sawit 2,4% (J2.4). 

Menariknya, hampir semua negara di Uni Eropa, Amerika, dan ASEAN mengumumkan rencana maupun target penggunaan SAF sebagai campuran avtur konvensional, dan terdekat adalah Singapura yang akan implementasikan di 2025 sebesar 1% setiap penerbangan yang singgah ke bandara Singapura.

“Keberlanjutan program bioenergi ini perlu didukung dari hulu hingga hilir, seperti keberlanjutan penyediaan feedstock dengan menerapkan praktek perkebunan yang ramah lingkungan dengan jaminan sertifikasi ISPO, RSPO, ISCC, ke depan EUDR dan sertifikasi hilirisasi seperti IBSI,” papar Dr. Jummy.

Baca Juga: Pemanfaatan Membran Penangkap Amoniak-Nitrogen untuk Pemurnian Air Limbah Cair Kelapa Sawit

Selain seminar, PERISAI 2024 juga menyediakan ruang pameran bagi para peserta untuk berinteraksi langsung dengan para peneliti dan melihat hasil-hasil riset yang didanai oleh BPDPKS. Acara ini juga memberikan kesempatan bagi para peneliti dan pelaku industri untuk berdiskusi lebih lanjut melalui sesi business matching, yang diharapkan dapat mempercepat proses komersialisasi hasil penelitian. 

Acara PERISAI 2024 menjadi bukti komitmen BPDPKS dalam mendukung transformasi industri kelapa sawit nasional melalui riset, inovasi, dan kolaborasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.