Dalam 30 tahun terakhir, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di negara Asia Tenggara tertinggal jauh dibandingkan pertumbuhan di negara Tiongkok. Pertumbuhan PDB per orang di Asia Tenggara tumbuh sebesar 2,7 kali lipat, sedangkan di Tiongkok mencapai 9 kali lipat.

Ekonom Indonesia, Gita Wirjawan, mengungkap setidaknya ada empat (4) faktor yang menyebabkan hal tersebut. Keempat hal tersebut adalah pendidikan, infrastruktur, persaingan, dan korupsi.

Baca Juga: Pemanfaatan GenAI di Bisnis Berpotensi Tingkatkan PDB Indonesia 18% di 2030

"Pertama, pendidikan. Lewat skor PISA yang mengukur kapasitas kemampuan anak muda berusia 15 tahun dalam bidang bahasa dan teknologi/sains, Indonesia tertinggal jauh dari Tiongkok. Bahkan, cukup tertinggal dibandingkan dengan Singapura dan Vietnam," ujarnya dalam sebuah kesempatan, dikutip Kamis (24/10/2024).

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia periode tahun 2009-2012 ini merinci, skor PISA Indonesia berada di urutan ke-71 dunia. Sementara itu, Tiongkok menduduki posisi pertama dan Singapura di nomor kedua.

"Dalam lingkup Asia Tenggara, nomor satu adalah Singapura dan nomor dua adalah Vietnam. Di antara negara tetangga, yang harus diwaspadai adalah Vietnam. Ambisi mereka luar biasa karena tidak hanya berambisi mengejar Singapura, tapi juga Tiongkok," ujar pria kelahiran 21 September 1965 ini.

Dengan skor PISA sebesar 382, Indonesia mempunyai pekerjaan rumah (PR) sangat besar untuk mengejar rata-rata skor PISA dunia yang berada di angka 420. Perjuangan tersebut lebih berat jika Indonesia ingin mengejar Vietnam yang memiliki skor PISA 505 atau Singapura di skor 555.

"Selain pendidikan, variabel kedua yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara jauh di bawah Tiongkok selama 30 tahun terakhir ini adalah investasi di bidang infrastruktur. Meski pertumbuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia beberapa tahun terakhir ini makin banyak, hal itu masih jauh jika dibandingkan dengan Tiongkok," tegasnya.

Sementara itu, dalam hal persaingan yang termanifestasi lewat pemberian izin, Tiongkok mampu memberi izin sebanyak 9 per 1.000 orang setiap tahun untuk membua usaha. Di Indonesia, kemampuan pemberian izin usaha per 1.000 orang setiap tahun hanya 0,3.

"Kenapa rendah sekali? Ada banyak faktornya: pertama, kurangnya uang; kedua, budaya masyarakat Indonesia yang tidak terlalu mau mengambil risiko; ketiga, birokrasi. Dengan fakta ini, tidak mungkin Indonesia bisa bersaing dengan Tiongkok yang mampu memberi izin 9 per 1.000 orang setiap tahun. Bahkan, Singapura bisa memberi 8 izin per 1.000 orang per tahun," jelas Menteri Perdagangan Republik Indonesia periode 2011-2014 ini.

Variabel terakhir yang memengaruhi pertumbuhan PDB di Indonesia, dia menekankan, adalah korupsi.