Fibrilasi atrium (FA) kini menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia, seiring dengan meningkatnya angka penderita penyakit jantung dan populasi yang semakin menua. FA, yang merupakan jenis aritmia jantung paling umum, dapat menyebabkan komplikasi serius seperti stroke, gagal jantung, dan penurunan kualitas hidup yang signifikan.

Meskipun prevalensinya terus meningkat, banyak kasus FA yang tidak terdiagnosis atau terlambat ditangani. Faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan gaya hidup yang tidak sehat semakin memperburuk kondisi.

Hal ini menjadikan pentingnya deteksi dini dan penanganan yang tepat untuk mengurangi dampak negatif dari fibrilasi atrium di masyarakat Indonesia. Fibrilasi atrium (FA) menjadi salah satu jenis aritmia jantung yang paling umum dan menjadi perhatian serius para medis.

Baca Juga: Inovasi Pengobatan Jantung, Heartology Jadi Rumah Sakit Pertama di Indonesia yang Menggunakan PFA

Mengenal Fibrilasi Atrium (FA)

Fibrilasi atrium adalah kelainan irama jantung yang ditandai dengan kontraksi seram (atria) jantung yang cepat dan tidak terkoordinasi. Pada kondisi normal, impuls listrik yang mengatur detak jantung berasal dari simpul sinoatrial di seram kanan jantung dan menyebar secara teratur ke seluruh bagian jantung. Namun, pada FA, impuls listrik di atrium terjadi secara acak, menyebabkan irama jantung menjadi tidak teratur atau "irregular."

Hal ini mengganggu fungsi jantung untuk memompa darah dengan efisien. Biasanya, detak jantung atrium pada FA bisa mencapai 600 kali per menit, tetapi bilik jantung (ventrikel) hanya menerima impuls yang tidak teratur, sehingga detak jantungnya tidak secepat itu. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh dan kemampuan jantung untuk memompa darah.

Tanda-Tanda Fibrilasi Atrium

Fibrilasi atrium terjadi ketika jantung berdenyut dengan irama yang tidak teratur, dan bisa dipicu oleh berbagai faktor, termasuk masalah pada pembuluh darah paru yang mengarah ke jantung. 

Baca Juga: 10 Langkah Mencegah Serangan Jantung Sebelum Usia 60 Tahun, Tips dari Ahli!

Pada kasus FA, sinyal listrik yang seharusnya teratur malah kacau, sehingga menyebabkan detak jantung menjadi tidak normal. Hal ini bisa menyebabkan pasien merasakan gejala seperti sesak napas, pusing, dan kelelahan, serta berisiko pada serangan stroke yang lebih tinggi.

Faktor Penyebab 

Menurut penjelasan Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP(K), seorang ahli aritmia di Heartology Cardiovascular Hospital, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang terkena fibrilasi atrium antara lain:

  • Penyakit Jantung Koroner: Kondisi ini merupakan salah satu penyebab utama terjadinya FA. Penyempitan pembuluh darah jantung mengganggu aliran darah yang dapat memicu gangguan ritme jantung.
  • Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): Tekanan darah tinggi meningkatkan risiko perubahan struktur jantung yang dapat menyebabkan gangguan irama.
  • Penyakit Katup Jantung: Kelainan atau kerusakan pada katup jantung dapat meningkatkan risiko FA.
  • Diabetes Melitus: Penyakit diabetes meningkatkan kerentanannya terhadap gangguan irama jantung.
  • Obesitas: Kelebihan berat badan juga berperan dalam meningkatkan risiko FA.
  • Faktor Usia: Risiko terkena FA meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 60 tahun.
  • Faktor Genetik dan Etnisitas: Riwayat keluarga dan etnis tertentu juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena FA.

Golongan Utama yang Dapat Menyebabkan FA

Dr. Dicky kembali menjelaskan, Fibrilasi atrium dapat menyerang siapa saja, namun beberapa kelompok memiliki risiko lebih tinggi. Yang pertama adalah usia tua, yaitu orang yang lebih tua, terutama yang berusia 60 tahun ke atas, berisiko lebih tinggi terkena FA.

Baca Juga: 8 Tips Ampuh Mengurangi Risiko Serangan Jantung Sesuai Rekomendasi Ahli

Selanjutnya adalah penderita penyakit jantung. Orang yang sudah memiliki riwayat penyakit jantung atau masalah pada katup jantung lebih rentan terhadap FA. Setelah itu juga ada penderita Diabetes dan Hipertensi. Individu dengan diabetes melitus atau hipertensi lebih berisiko.

Lalu, orang yang yang memiliki riwayat keluarga dengan FA atau masalah jantung lainnya berisiko lebih tinggi. Selanjutnya adalah melihat dari faktor gaya hidup. Orang-orang lebih sering merokok, konsumsi alkohol berlebihan, dan kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko terkena FA. 

Dan terakhir yang paling sering dijumpai adalah pada laki-laki. Alasan laki-laki lebih mudah menderita penyakit FA adalah karena faktor biologis. Pria cenderung memiliki jantung yang lebih besar dibandingkan perempuan, dan peningkatan ukuran jantung (terutama atrium kiri) berhubungan dengan peningkatan risiko FA. 

Pencegahan Fibrilasi Atrium

Untuk mencegah fibrilasi atrium, beberapa langkah penting yang dapat diambil antara lain dengan menjaga pola makan sehat. Caranya adalah dengan mengonsumsi makanan bergizi, rendah lemak jenuh, dan kaya akan serat dapat membantu menjaga kesehatan jantung.

Baca Juga: 7 Menu Sarapan yang Tinggi Protein, Baik untuk Kesehatan Jantung

Lalu, cara kedua adalah dengan mengontrol tekanan darah dan kolesterol. Hal ini haruslah rutin memeriksakan tekanan darah dan kadar kolesterol untuk mencegah hipertensi dan penyakit jantung. Cara ketiga yaitu dengan olahraga teratur. Dalam melakukan aktivitas fisik yang cukup dapat menjaga kesehatan jantung dan mencegah obesitas.

Selanjutnya adalah dengan menghindari alkohol dan rokok. Kedua kebiasaan ini dapat merusak sistem kardiovaskular, meningkatkan risiko aritmia. Dan cara terakhir adalah mengelola pola pikir yang baik. Ketika pikiran terlalu banyak dipenuhi hal-hal yang berlebihan, maka dapat memengaruhi kesehatan jantung. Mengelola stres dengan relaksasi atau meditasi dapat bermanfaat untuk kesehatan diri serta mencegah terjadi Fibrilasi Atrium.

Metode Penyembuhan Fibrilasi Atrium

Penyembuhan atau pengelolaan fibrilasi atrium tergantung pada tingkat keparahan dan kondisi individu. Beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan antara lain:

Baca Juga: 5 Indikator yang Menunjukkan bahwa Kamu Memiliki Jantung yang Sehat

  • Obat-obatan: Di antaranya adalah dengan memberikan obat pengontrol irama jantung. Obat ini membantu mengatur detak jantung yang tidak teratur. Lalu juga bisa memberikan Antikoagulan, obat ini untuk mencegah pembekuan darah yang dapat menyebabkan stroke. Dan obat terakhir yaitu memberikan obat penurun tekanan darah.
  • Kardioversi: Kardioversi adalah prosedur medis di mana irama jantung dipulihkan ke kondisi normal menggunakan alat medis (shock) atau obat-obatan.
  • Ablasi Kateter: Prosedur ini dilakukan untuk menghancurkan bagian jantung yang menghasilkan impuls listrik abnormal, dengan tujuan mengembalikan irama jantung ke normal. Ablasi dapat efektif pada pasien yang tidak merespon obat-obatan.
  • Implantasi Alat Pacu Jantung: Untuk pasien dengan detak jantung yang sangat lambat atau bila metode lain gagal, alat pacu jantung bisa dipasang untuk mengatur irama jantung.
  • Pulsed-Field Ablation (PFA): Metode ini menjadi yang terbaru di Indonesia, namun sudah cukup banyak digunakan di beberapa negara seperti Singapura dan Malaysia. PFA menggunakan teknologi energi ultra medan listrik untuk menghentikan gangguan irama jantung secara efektif. 

Komplikasi Fibrilasi Atrium

Jika tidak diobati dengan benar, fibrilasi atrium dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius, seperti stroke, dikarenakan FA  dapat terjadi sehingga menyebabkan pembekuan darah di atrium yang bisa berpindah ke otak, menyebabkan stroke. 

Lalu, FA juga dapat menyebabkan gagal Jantung. Jika jantung tidak dapat memompa darah dengan efektif, ini bisa menyebabkan gagal jantung. Dan terakhir FA juga bisa menyebar hingga adanya penyakit jantung lain.

Baca Juga: 5 Kebiasaan Buruk Sehari-hari yang Bisa Merusak Jantung Menurut Riset

Fibrilasi atrium adalah gangguan irama jantung yang dapat mempengaruhi siapa saja, terutama mereka yang berisiko tinggi karena faktor usia, riwayat penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes. 

Pencegahan dengan gaya hidup sehat sangat penting untuk mengurangi risiko terjadinya FA. Selain itu, pengelolaan dan pengobatan melalui obat-obatan, kardioversi, atau prosedur ablasi dapat membantu mengatasi kondisi ini dan mencegah komplikasi lebih lanjut.