Dalam enam bulan pertama masa pemerintahannya, Presiden Prabowo Subianto menghadapi dinamika internal yang tak sedikit. Tiga pejabat tinggi dari kabinet maupun lingkar komunikasi istana memilih 'resign' atau mundur dari jabatannya. Yang menarik, tak satu pun dari mereka diberhentikan langsung oleh Presiden karena ia memilih untuk 'silent treatment'.
Alih-alih mengeluarkan teguran keras atau reshuffle terbuka, Prabowo menerapkan strategi yang disebut sebagian pengamat sebagai silent treatment atau diam yang terarah. Tidak ada pernyataan emosional, tidak ada manuver politik terbuka. Tapi hasilnya jela, satu per satu, para pejabat tersebut meletakkan jabatan, seolah 'tahu diri' kapan harus mundur.
Miftah Maulana Habiburrohman atau Gus Miftah
Gus Miftah sempat menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Namun, jabatannya goyah setelah sebuah video viral memperlihatkan dirinya meledek penjual es teh dan menyindir soal “mental miskin”. Ucapan tersebut dianggap merendahkan masyarakat kecil dan memicu amarah publik.
Petisi mendesak Presiden untuk mencopotnya ditandatangani lebih dari 250 ribu orang. Namun, Prabowo tak bereaksi secara terbuka. Tak ada pembelaan, tak ada pemecatan.
Gus Miftah pun memutuskan mengundurkan diri pada awal Desember 2024.
"Saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari tugas saya sebagai Utusan Khusus Presiden. Ini demi menjaga marwah jabatan dan agar polemik ini tidak berlarut-larut,” ujarnya.
Presiden Prabowo akhirnya memberi tanggapan, menyebut langkah Gus Miftah sebagai bentuk tanggung jawab.
Baca Juga: Deretan Menteri-Menteri Prabowo yang Dinilai Paling Berprestasi
“Saya kira itu adalah tindakan yang bertanggung jawab, tindakan kesatria,” kata Prabowo kepada awak media.
Satryo Soemantri Brodjonegoro
Kasus Satryo bermula dari kegelisahan internal di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Puluhan hingga ratusan ASN mengeluhkan gaya kepemimpinan Satryo yang dianggap tidak profesional dan cenderung otoriter. Dalam surat terbuka yang viral di media sosial dan forum birokrasi, mereka menyebut adanya pemecatan sepihak, keputusan yang tidak transparan, hingga dugaan keterlibatan sang istri dalam urusan internal kementerian.
Keluhan itu bergaung hingga ke publik, tapi tak satu pun tanggapan keluar dari istana. Presiden Prabowo diam.
Baca Juga: Mengenal Sosok Satryo Soemantri Brodjonegoro, Mulai dari Jenjang Karier hingga Background Kehidupan
Pada 19 Februari 2025, Satryo memutuskan mundur. Ia menyebut keputusannya sebagai bentuk tanggung jawab karena kinerjanya tidak sesuai harapan pemerintah.
“Saya sudah bekerja keras selama 4 bulan ini. Namun karena mungkin tidak sesuai dengan harapan dari pemerintah, ya saya lebih baik mundur daripada diberhentikan,” ujar Satryo.
Prabowo tidak memberikan komentar resmi atas pengunduran diri tersebut—menunjukkan konsistensi pendekatannya dalam menghadapi krisis internal.
Hasan Nasbi
Hasan Nasbi, pendiri Lembaga Konsultan Cyrus Network, ditunjuk sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) yang berperan sebagai arsitek komunikasi strategis pemerintah. Namun posisinya terguncang karena dua hal besar.
Baca Juga: Hasan Nasbi: Prabowo Adalah Kesabaran yang Panjang, Tak Ada yang Lebih Tabah Darinya
Pertama, ada ketegangan internal soal gaya komunikasi. Hasan lebih mengedepankan pendekatan berbasis data dan segmentasi, sementara lingkaran dalam istana didominasi gaya komunikasi massa dan populis via media sosial. Ketidaksesuaian ini membuat koordinasi tersendat.
Kedua, Hasan sempat mengomentari kasus teror terhadap kantor redaksi Tempo dengan pernyataan yang dianggap tidak empatik. Dalam sebuah diskusi daring, ia menyebut bahwa serangan tersebut “konsekuensi komunikasi redaksional" dan merespon pertanyaan wartawan terkait teror yang diterima pers dengan candaan, "ya dimasak aja (kepala babinya)" pernyataan itu langsung dikecam kalangan pers dan publik.
Baca Juga: 3 Strategi Pemerintahan Prabowo Bayar Utang Negara Rp800 Triliun yang Jatuh Tempo pada 2025
Tak lama setelah itu, Hasan mengajukan pengunduran diri pada 21 April 2025. Suratnya diterima tanpa penolakan atau pembelaan dari Presiden.
“Saya merasa sudah tidak mampu menjalankan tugas secara maksimal dalam situasi seperti ini. Maka saya putuskan untuk menepi,” kata Hasan seperti yang dikutip dalam video Instagram Total Politik.
Pengunduran dirinya kembali disambut diam oleh Presiden Prabowo. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi mengakui Presiden Prabowo meminta waktu untuk mempelajari terlebih dahulu surat pengunduran diri tersebut sebelum menandatanganinya.
Tiga pengunduran diri terjadi, tapi tak satu pun dijawab dengan reshuffle atau pidato. Presiden Prabowo tetap pada jalur diam. Tak membela, tak menghakimi. Ia membiarkan tekanan publik, dinamika internal, dan tanggung jawab pribadi mengambil alih.
Baca Juga: Mengulik Rencana Prabowo soal Evaluasi Menyeluruh Direksi BUMN
Bagi sebagian pengamat, gaya ini adalah bentuk efisiensi krisis atau membiarkan sistem berjalan tanpa membuat gaduh. Bagi lainnya, ini bisa dibaca sebagai bentuk penghindaran atas masalah struktural yang lebih dalam.
Bagaimana tanggapanmu, Growthmates?