“Selain itu, waktu juga penting. Jangan ajak teman bicara di waktu yang tidak tepat, seperti tengah malam ketika kita atau dia sudah kelelahan,” tutur Jessica.
A untuk ‘ajukan pertanyaan’, bertanyalah untuk memahami apa yang sedang mereka alami. Ketika teman mencurahkan perasaan, penting untuk mempertimbangkan apakah saat itu waktu yang tepat untuk bertanya. Tidak semua jenis pertanyaan pantas diajukan, terutama pertanyaan yang bisa membuat teman merasa tidak nyaman atau terpojok.
Kata Jessica, kita harus melatih kepekaan untuk mengetahui kapan dan jenis pertanyaan apa yang pantas ditanyakan.
Lalu, V untuk ‘validasi perasaan’, yakni memvalidasi perasaan mereka hingga mereka merasa didengar dan diterima. Setiap perasaan yang muncul adalah tanda bahwa ada sesuatu yang harus diperhatikan. Jadi, memberikan validasi terhadap perasaan teman itu penting.
Namun, tetap harus berhati-hati dalam memberikan validasi yang bersifat langsung, terutama yang berhubungan dengan keputusan penting yang dibuat oleh teman. Validasi perasaan bisa dilakukan, tapi jangan sampai berlebihan atau tanpa pertimbangan matang.
Formulasi terakhir adalah E untuk ‘eksplorasi bantuan profesional’, di mana sebagai pendengar kita harus mengarahkan teman untuk berkonsultasi lebih lanjut kepada profesional yang kompeten di bidangnya.
“Sebagai teman, ada kalanya kita harus tahu kapan sudah waktunya teman kita mendapatkan bantuan profesional, terutama jika kita sudah memberikan dukungan emosional dan materi, tapi tidak ada perubahan signifikan,” imbuh Jessica.
Sekadar informasi, sejak awal diperkenalkan di Indonesia, Brave Together menggandeng KALM, sebuah platform konseling berbasis online, untuk memberikan akses bantuan 1:1 kepada mereka yang membutuhkan ruang untuk cerita dan berjuang melawan kecemasan serta depresi. Hingga saat ini, sudah lebih dari 70 ribu sesi konseling telah diberikan gratis di aplikasi KALM melalui program Brave Together.