Diketahui selain Ary Ginanjar, para calon wisudawan ESQ Business School dilantik oleh Prof. Dr. Yuddy Chrisnandi yang juga Dewan Pakar FKA ESQ, Marsekal Muda TNI (Purn.) Abdul Muis yang juga Wakil Ketua Dewan Kehormatan FKA ESQ, Ir. I Made Dana Tangkas yang merupakan Dewan Ahli FKA ESQ Business School.
Pada acara itu hadir juga Ketua Yayasan UAG University Dyah Utami Aryanti, Rektor Universitas UAG Sujoko Winanto, serta Sekretaris MUI Amirsyah Tambunan, dan puluhan alumni ESQ lainnya yang hadir secara langsung.
Ary menyampaikan bahwa 30% mahasiswa di Universitas UAG yang belajar di jurusan pengetahuan umum seperti teknik informatika, sistem informasi, manajemen dan lainnya, merupakan seorang hafiz Al-Qur'an.
"Target saya 50% hafiz Quran tetapi mereka bisa kerja di Google, mereka bisa kerja di perusahaan-perusahaan internasional, mereka bisa bicara dengan dunia modern, tapi mereka tetap cinta Allah dan cinta Nabi Muhammad di atas segala cinta," terang Ary.
Menurutnya ini adalah bukti bahwa ESQ ingin mengawinkan orang-orang yang berhati seperti Amirsyah Tambunan yaitu spiritual dan intelektualnya seperti salah satu penggagas ESQ Business School yaitu Surna Tjahja Djajadiningrat atau biasa disapa Prof. Naya dari ITB.
"Jadi kami ingin mengawinkan intelektual tinggi dan juga kecerdasan spiritual tinggi tetapi ramah dan santun kecerdasan emosional tinggi. Maka inilah persembahan untuk Indonesia Emas tahun 2045 para wisudawan generasi emas yang sebenarnya konsep mereka ini saya tulis di buku ESQ 25 tahun yang lalu," jelasnya.
"Selama 25 tahun saya mencoba mengajarkan ilmu ini, salah satu kader-kadernya di sini banyak sekali yang di depan ini adalah alumni-alumni ESQ. Jadi selama seperempat abad Alhamdulillah sudah ada 2 juta alumni ESQ tapi setelah saya cek 30% sudah meninggal," sambung Ary.
Karena itulah pihaknya terus mencari calon mahasiswa dari berbagai daerah untuk dididik di Universitas UAG dengan bantuan beasiswa dari para donatur untuk membiayai mahasiswa-mahasiswa yang tidak mampu.
"Angka kemiskinan itu luar biasa sangat tinggi dan jumlah sarjana itu rendah sekali dan sebagian tidak bisa kuliah, padahal diantara mereka anak-anak yang pandai, anak-anak yang potensial. Ada yang sambil bekerja di pom bensin, orang tuanya tidak mampu dan seterusnya. Anak-anak itu kita ambil dan kita biayai bersama dengan yayasan," tandas Ary.