Wakil Ketua Komisi VIII DPR Singgih Januratmoko mendesak Kementerian Sosial mencabut penyaluran bantuan sosial (bansos) terhadap para penerima manfaat yang terindikasi terlibat judi online (judol).

Hal ini disampaikan Singgih merespon temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut sebanyak 571.000 rekening penerima bansos terindikasi bermain judi online. 

Baca Juga: Lebih dari 500 Ribu Penerima Bansos Terlibat Judol, Puan Maharani Endus Indikasi Penyalahgunaan Data

“Kalau dari Komisi VIII sendiri kita berharap rekening-rekening ini tidak ada bansos lagi,” kata Singgih kepada wartawan Jumat (11/7/2025). 

Singgih menegaskan, masyarakat yang terlibat judi daring tak layak masuk dalam daftar penerima bansos, nama mereka mesti segera dicoret dan diganti dengan orang yang lebih pantas menerima bantuan dari pemerintah. 

“Dia sebenarnya sudah tidak pantas lagi menerima bantuan sosial karena sudah mampu punya uang untuk judi online,” katanya.

Singgih mengatakan temuan PPATK masih bisa bertambah, sebab data yang dirilis sekarang ini baru berasal dari satu bank. Untuk itu dia meminta Kemensos kembali melakukan verifikasi data supaya bansos yang tersalur tak salah sasaran. 

 “Kita berharap Kemensos melakukan verifikasi ulang agar tidak disalahgunakan,” katanya.

Indikasi Penyalahgunaan Data Pribadi 

Terpisah Ketua DPR Puan Maharani meminta Kemensos kembali memvalidasi  data penerima bansos, ia mewanti-wanti jangan sampai temuan PPATK itu adalah data-data penerima bansos yang disalahgunakan pihak tertentu. 

"Validasi data sangat penting agar jangan sampai masyarakat rentan yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban dua kali. Datanya disalahgunakan, lalu bantuan sosialnya dihentikan," kata Puan.

“Dalam kasus judol, banyak modus yang melibatkan jual beli rekening dan penyalahgunaan identitas, termasuk NIK penerima bantuan," tambahnya.

Baca Juga: PPATK Sebut Lebih Dari 500 Ribu Penerima Bansos Terlibat Judol, Kemensos Turun Tangan

Ia menyoroti adanya potensi penyalahgunaan data pribadi oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Menurutnya, hal ini mengindikasikan lemahnya perlindungan data pribadi masyarakat, khususnya dalam sistem kependudukan dan penerima bansos.

"Kalau NIK bisa dipakai orang lain untuk transaksi judi online, berarti sistem perlindungan data kita masih kurang. Ini harus dibenahi. Perlindungan data pribadi adalah bagian dari perlindungan hak warga negara," tutur Puan.