Di tengah maraknya tren diet dan gaya hidup sehat di media sosial, banyak orang tergoda untuk meniru pola makan orang lain tanpa memahami kebutuhan tubuhnya sendiri.
Padahal, menurut dokter sekaligus entrepreneur, Tirta Mandira Hudhi, kunci utama pola makan yang ideal terletak pada satu hal, yakni kenali aktivitas dan kebutuhan tubuh Anda sendiri.
“Pola makan itu ditentukan oleh aktivitas fisik harian kalian. Jadi selalu kenali diri kalian sendiri,” tutur dr. Tirta, dalam sebuah video yang dikutip Olenka, Senin (28/7/2025).
Pria kelahiran 30 Juli 1991 ini pun menegaskan, pola makan seseorang akan berbeda dengan pola makan orang lain.
“Pola makan saya, Mas Mukti, ibu-ibu di sini, semuanya berbeda. Kalau semakin besar aktivitas kalian maka kebutuhan kalori kalian akan semakin tinggi, itu dulu cara kasarnya,” ujarnya.
dr. Tirta lantas menekankan bahwa tidak semua orang wajib sarapan. Beberapa orang mungkin memilih untuk melewati sarapan karena sedang menjalani pola makan tertentu, seperti intermittent fasting.
“Nah terus makan itu sebaiknya kapan? Contoh ada orang tanpa sarapan, oh boleh karena dia mungkin lagi program mengecilkan lingkar perut. Jadi dia tidak sarapan, supaya tubuh menggunakan fat menjadi energi dia baru makan siang. Atau orang intermittent fast, window-nya 6 jam puasanya 18 jam,” terang dr. Tirta.
Namun, alumni Fakultas Kedokteran UGM dan Magister Manajemen Bisnis ITBini menegaskan bahwa makan siang adalah momen penting yang tidak boleh dilewatkan, apapun gaya hidup atau pola diet seseorang.
“Makan siang itu wajib, karena di waktu siang semua kondisi fisik ngedrop. Makanya disarankan kalau usianya sudah di atas 35 tahun, itu disarankan power nap atau tidur siang satu jam untuk kesehatan jantungnya,” bebernya.
Baca Juga: Dokter Tirta: Jangan Salahkan Makanan atas Penyakit Anda
Lebih lanjut, dr. Tirta mengingatkan soal bahaya makan terlalu malam yang kerap diabaikan oleh banyak orang. Di malam hari, kata dia, metabolisme tubuh melambat karena sistem tubuh fokus pada proses perbaikan sel.
“Dan yang ketiga, ini pro kontranya adalah makan di malam hari. Semakin malam kita makan itu aktivitas pencernaan kita semakin lambat. Sudah ditakdirkan memang saat malam hari aktivitas organ kita tuh menurun drastis, kecuali recovery. Jadi seluruh energi kita di saat malam itu digunakan untuk perbaikan sel yang rusak,” paparnya.
Menurut dr. Tirta, kebiasaan makan larut malam juga berisiko memicu resistensi insulin, yang dalam jangka panjang bisa berkembang menjadi penyakit serius seperti diabetes, hipertensi, hingga stroke.
“Penyakit-penyakit itu enggak muncul tiba-tiba. Itu penyakit yang terakumulasi 20 sampai 30 tahun,” tegasnya.
Ia pun menekankan bahwa pola makan harus disesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing, termasuk jika seseorang memiliki masalah kesehatan seperti GERD.
“Kalau punya GERD, berarti makannya sering, tiap 3-4 jam, tapi dikit-dikit,” tukasnya.
Kemudian, dr. Tirta pun mengajak masyarakat untuk tidak meniru pola makan orang lain secara mentah-mentah, melainkan memulai dengan memahami diri sendiri, seperti aktivitas, usia, kondisi kesehatan, dan tujuan pribadi.
“Buat teman-teman ya, teman saya ada yang enggak sarapan, belum tentu kalian bisa. Apalagi kalau kalian kuli bangunan enggak sarapan, bisa-bisa masuk UGD, diinfus malah,” tandasnya.
Baca Juga: Cara Pandang Dokter Tirta soal Privilege: Tidak Ada Pengusaha yang Benar-benar dari Nol!