Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri mengaku sangat jengkel dengan para pendengung atau buzzer yang kerap menyebarkan berita bohong di media sosial untuk menggiring opini publik.
Ketua Umum PDI Perjuangan itu mengaku pernah menjadi korban para buzzer yang menyebarkan berita bohong tentang dirinya, dimana ia dituding menjual pulau Sipadan-Ligitan ketika masih aktif menjabat sebagai kepala negara.
Baca Juga: Anak Buah Megawati Didepak Prabowo, PDI-P Merespons
Megawati menegaskan kabar tersebut jelas berita bohong yang sangat menyesatkan, tetapi sayangnya sebagian publik justru menelan mentah-mentah kabar tersebut.
"Saya paling nggak suka lho sama buzzer. Iya. Saya udah ngomong, itu kan itu kan mestinya kalau benar dan berkeadilan dari segi omongan dengan kebenaran, kok saya terus katanya ibu Mega sampai jual pulau namanya Sipadan dan Ligitan. Pengecut kamu ya. Tak suruh cari orangnya. Buat apa aku jual," kata Megawati dilansir Kamis (2/10/2025).
Meski begitu, Megawati mengaku bersyukur lantaran masih banyak masyarakat yang membela dirinya dengan menunjukan data-data yang akurat.
"Ada namanya bagus deh namanya lucu deh. Perempuan nanti cari. Dia bela saya dengan data," katanya.
Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan dua pulau tak berpenghuni yang pernah menjadi rebutan Indonesia dan Malaysia. Kedua pulau ini lepas dari genggaman RI di era Megawati menjadi presiden.
Pulau di Selat Makassar, Sipadan, lepas dari Indonesia ke tangan Malaysia melalui keputusan Mahkamah Internasional pada 2002 lalu. Sengketa itu sebetulnya terjadi sejak 1969. Lalu konflik itu semakin tegang saat Malaysia membangun fasilitas pariwisata di pulau tersebut pada 1991.
Mahkamah Internasional kemudian memutuskan Sipadan jatuh ke tangan Malaysia karena negara itu dianggap lebih banyak berkontribusi ke pulau tersebut. Selain Sipadan, Pulau Ligitan juga lepas dari RI jadi milik Malaysia di tahun yang sama.
Pulau ini memiliki luas sekitar 7,9 hektare dan terletak di ujung timur Pulau Kalimantan. Sebetulnya, dua pulau itu sudah lepas dari Indonesia sejak 1969.
Untuk menentukan batas negara, Indonesia dan Malaysia sama-sama mengacu peta perbatasan yang sudah disepakati sejak zaman penjajahan Belanda-Inggris. Peta itu merupakan hasil Konvensi 1891, perjanjian 1915, dan perjanjian 1928.
Saat kedua negara saling klaim, ternyata ada bukti otentik bahwa Inggris, yang pernah menjajah Malaysia, melakukan pembangunan di Pulau Sipadan dan Ligitan.