Sementara itu, Eko Listiyanto, Direktur Pengembangan Big Data INDEF, mengatakan bahwa perlambatan konsumsi dan PMI manufaktur yang makin terkontraksi di Agustus 2024 menjadi alarm yang mengindikasikan bahwa perekonomian Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Selain itu, deflasi 4 bulan berturut-turut yang menurun mengindikasikan daya beli masyarakat melemah.

Eko pun merekomendasikan pemerintah untuk menunda kenaikan harga-harga barang dan jasa yang bisa dikendalikan pemerintah (administered price). Selain itu, dia merekomendasikan peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk menstimulasi kegiatan ekonomi. Industri padat karya juga harus dilindungi agar fenomena penurunan kelas menengah bisa teratasi.

Baca Juga: Membongkar Biang Kerok yang Bikin Jutaan Warga Kelas Menengah Turun Kasta

"Tren suku bunga tinggi harus segera diakhiri untuk menggerakkan sektor riil dengan cara membanjiri likuiditas kredit bagi UMKM atau dunia usaha," ungkap Eko.

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita, masih optimis akan peningkatan kelas menengah dalam beberapa tahun ke depan. Lewat sambutannya yang dibacakan oleh Staf Ahli Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri, Ignatius Warsito, Menperin menegaskan bahwa 47,85 juta jumlah kelas menengah di Indonesia merupakan pasar yang sangat besar.

"Dengan jumlah penduduk mencapai 278 juta jiwa yang 47,85 juta jiwa di antaranya merupakan kelas menengah, Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar. Menurut McKinsey, kelas menengah akan tumbuh sebanyak 90 juta jiwa pada tahun 2030," pungkasnya.