Pengusaha kawakan Tanah Air, Ciputra memandang harga diri adalah sesuatu yang hanya dapat diraih melalui prestasi. Baginya kekayaan dan status sosial tak selamanya membuat seseorang mendapat rasa hormat dan menggantungkan harga dirinya setinggi langit.
Hal ini yang membuat Ciputra selalu bekerja keras dalam berbagai hal untuk meraih hasil maksimal. Itu dilakukannya sejak ia masih belia. Ciputra haus prestasi dalam hal apapun.
Baca Juga: Ketika Kelamnya Hidup Ubah Ciputra Remaja Jadi Dewasa
“Prestasi, sumber harga diri. Kelak saya bisa terus meningkatkan prestasi saya,” kata Ciputra dilansir Olenka.id Kamis (12/6/2025).
Sejak muda, Ciputra memang sudah dikenal sebagai orang yang bekerja dan berjuang keras, ia tak terbiasa berpangku tangan atau berleha-leha, berkat kerja kerasnya itu ia mampu menorehkan prestasi gemilang di bidang olah raga lari hingga terpilih mewakili Sulawesi Utara dalam ajang Pekan Olahraga Nasional atau PON II di Jakarta tahun 1951. Ketika itu Ciputra masih duduk di bangku SMA, ia sudah menjadi langganan juara lomba lari 800 dan 1.500 meter.
“Saya semakin menyadari sesuatu yang sangat penting: betapa prestasi mampu mengangkat derajat seseorang,” ucapnya.
Menaklukan Tantangan
Ciputra sadar betul, bahwa setiap prestasi yang telah digapai mesti dipertahankan sekuat tenaga, lepasnya sebuah prestasi dari genggaman bisa meruntuhkan harga diri yang sudah dengan susah payah dibangun, tetapi soal mempertahankan prestasi bukan perkara enteng, ada saja tantangan yang mencoba untuk merintanginya.
Ciputra sudah sering kali mempertaruhkan harga dirinya demi menaklukan tantang, ketika masih di Gorontalo tantangan berat sempat merintanginya, ketika namanya sudah tersohor dan dikenal sebagai pelari andal, muncul penantang baru yang mengincar mahkotanya. Ciputra tak gentar menghadapi itu.
Penantangnya adalah seorang keturunan Tionghoa yang dikenal bengal dan suka berkelahi, ia juga dikenal sebagai atlet petinju jalanan, namanya Bitje. Ia ingin mengukuhkan namanya sebagai seorang pelari hebat tetapi di sisi lain, Ciputra juga ogah kehilangan prestasi yang melambungkan namanya.
“Ketika perlombaan lari itu digelar, penduduk menyemut di sepanjang tepi jalan. Siswa-siswa sekolah menyesaki area lapangan. Dua remaja Tionghoa akan beradu kehebatan. Yang satu sudah dikenal sebagai juara lari tak terkalahkan. Satunya lagi adalah jagoan berkelahi yang ditakuti,” ucapnya.
Baca Juga: PSI Jadi Rumah Jokowi?
“Dua-duanya berambisi kuat. Praktis lomba yang sebetulnya diikuti banyak pelari itu pada akhirnya seperti menunggu adu kekuatan dua orang. Jalan-jalan kota sengaja ditutup untuk lalu lintas umum sebab lomba lari inim enjadi acara sangat penting dan populer di Gorontalo. Apalagi, duak andidat pemenangnya sama-sama jagoan yang dikenal,” ucapnya.