Jonan melanjutkan, saat itu dirinya mengerahkan karyawan milenial KAI untuk memilih pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dienyamnya.
Hal tersebut dilakukan karena dalam mengelola karyawan milenial, penting bagi perusahaan untuk memahami karakteristik karyawan tersebut. Karyawan milenial ini biasanya memiliki ciri-ciri khusus yang perlu diperhatikan agar pengelolaan tim berjalan efektif dan produktif.
“Mereka saya suruh milih kerjaannya sendiri, sudah tinggal pilih aja. Saya bilang, you suka (pekerjaan) apa, sesuai pendidikan gak, begitu. Jadi ada yang sekolahnya kedokteran gigi itu dia malah gak milih di klinik gigi, malah milih ngurusin ticketing,” beber Jonan.
“Ya gak apa-apa buat saya. Nah untungnya, itu ada karyawan yang sekolahnya STM mesin, untung enggak milih jadi dokter gigi. Ya memang sama-sama pake tang sih, tapi tang-nya beda,” sambung Jonan seraya tertawa.
Selain itu, Jonan juga mencoba untuk menerapkan budaya organisasi yang adaptif sehingga PT KAI terus melakukan inovasi untuk dapat menghadapi perubahan lingkungan organisasi yang dinamis.
Gak cuma itu, Jonan juga melakukan perbaikan kinerja. Reward and punishment benar-benar diterapkan bagi seluruh pegawai KAI. Hal ini pun jelas meningkatkan kepercayaan stakeholder. Bank-bank pun saat itu berani memberikan kredit pada perusahaan yang masih merugi itu, sehingga KAI dapat menambah asetnya.
Nah Growthmates, Jonan sebagai seorang pemimpin menjadi sosok yang memiliki komitmen tinggi terhadap visi dan misinya sehingga ia menjadi panutan dan inspirasi bagi para bawahannya untuk dapat memajukan PT KAI.
Baca Juga: 5 Karakter Kepemimpinan Unggul Menurut Ignasius Jonan