Bagi Tahir, kedekatan dengan kelompok masyarakat yang lemah bukanlah sebuah pencitraan. Itu adalah bagian dari jati dirinya. Ia meyakini bahwa dari merekalah ia justru banyak belajar tentang kehidupan, empati, dan rasa syukur yang sesungguhnya.

Pandangan itu semakin kuat setiap kali ia mengunjungi lokasi bencana atau tempat tragedi kemanusiaan. Dalam kunjungan-kunjungan itu, ayah dari Grace Tahir, Victoria Tahir, Jonathan Tahir, dan Jane Tahir ini merasa bukan dirinya yang memberi, melainkan dirinya yang justru ‘dibangun’ kembali secara batin.

“Maka itu, tiap kali saya mengunjungi tempat musibah, tempat tragedi, bukan saya tolong mereka, mereka yang menolong saya, mengingatkan kembali ke saya, membangun saya yang tadi merasa everything for granted,” ungkapnya.

Dikatakan Tahir, pengalaman-pengalaman tersebut menjadi pengingat kuat baginya bahwa di balik tembok-tembok kemewahan, masih sangat banyak saudara-saudara sebangsa yang hidup dalam kesulitan.

Menurutnya pula, kesadaran itulah yang menjaga nurani dan arah hidupnya agar tetap berpihak pada kemanusiaan.

“Jadi saya dibangun kembali, supaya saya tahu tidak jauh dari tempat saya tinggal masih banyak orang susah. Ini penting,” pungkas Tahir.

Baca Juga: Uang Itu Penting, Dato Sri Tahir: Tapi Ada yang Lebih Bermakna daripada Kekayaan