Lebih lanjut, Pandu menekankan bahwa kepercayaan (trust) adalah mata uang utama dalam industri fintech.
“Penyelenggara fintech dan pelaku usaha berkomitmen membangun layanan keuangan digital yang tumbuh karena dipercaya. Tanpa kepercayaan, fintech tidak berarti. Our only currency is trust,” ucapnya.
Menurutnya, dengan kepercayaan akan muncul confidence, dan dengan confidence akan lahir pertumbuhan ekonomi yang kuat.
“Dengan adanya trust, akan ada confidence. Dengan adanya confidence, ekonomi bisa tumbuh hingga delapan persen,” tambah Pandu.
Pandu melanjutkan, BFN 2025 juga menjadi ajang untuk memperluas inklusi keuangan hingga ke lapisan masyarakat paling luas. Pandu mengingatkan kembali amanat Bali Fintech Agenda yang dicanangkan tujuh tahun lalu.
“Fintech harus memberi manfaat nyata bagi masyarakat, dari sawah, pasar, pabrik, pelabuhan, hingga desa-desa. Inklusi keuangan harus menjadi realita,” ujarnya.
Pandu juga menyoroti hasil Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2025 dan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2025 sebagai langkah konkret pemerintah mendorong transformasi ekonomi digital dan sektor riil.
Selain itu, kata dia, AFTECH turut meluncurkan Annual Balance Survey 2024–2025, yang disebut Pandu sebagai ‘candid mirror’ bagi industri.
“Tahun 2025 menjadi tahun yang menguji kita semua. Namun dari situ, kita melihat bahwa banyak perusahaan fintech justru tumbuh lebih kuat tanpa tambahan pendanaan baru. Ini menunjukkan fundamental industri kita makin matang,” jelasnya.
Ia menggambarkan bahwa industri fintech Indonesia kini telah memasuki babak baru, bukan lagi tahap awal, melainkan menuju kematangan.
“Kalau dulu kita masih di tahap SD, sekarang kita sudah masuk SMP bahkan SMA,” ujar Pandu.
Pandu menuturkan, BFN 2025 sendiri menargetkan menjangkau lebih dari 10 juta masyarakat Indonesia melalui berbagai kegiatan edukasi, literasi, dan kolaborasi di kampus, komunitas, media, hingga ruang digital.
Ia pun lantas menutup pernyataannya dengan ajakan agar seluruh pelaku fintech Indonesia tidak hanya berpikir lokal, tapi juga berorientasi global.
“Kita ingin perusahaan-perusahaan fintech Indonesia menjadi regional champions. Dua puluh tahun ke depan, Indonesia tidak boleh hanya menjadi follower. Kita sedang membangun ekonomi digital baru yang relevan, bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk Asia dan dunia,” pungkasnya.
Baca Juga: Peran Penting Kolaborasi untuk Capai Keseimbangan Pertumbuhan Fintech