Kemanan siber menjadi hal krusial di tengah maraknya kejahatan siber yang turut membayangi kemajuan teknologi. Berbagai modus kejahatan siber yang umum ditemukan mulai dari serangan DDoS, malware hingga social engineering, seperti pishing.
EVP Group Strategic IT BCA, David Formula, mengungkapkan bahwa serangan siber yang mengarah ke sektor perbankan mulai meningkat usai pandemi Covid-19. BCA mencatat, setidaknya ada 3-4 miliar serangan siber sepanjang tahun 2024. Jumlah tersebut naik signifikan dibandingkan tahun 2019 yang berkisar 1,9 miliar serangan siber.
"Industri yang paling banyak terkena serangan siber itu adalah IT, sedangkan perbankan ada di urutan keempat," ungkapnya dalam talkshow di BCA Expoversary 2025, BSD, Sabtu, 22 Februari 2025.
David mengatakan, serangan siber yang paling banyak terjadi di perbankan ialah DDoS, di mana serangan tersebut bertujuan untuk mengganggu layanan jaringan dengan membanjiri server. Kendati demikian, ia memastikan bahwa serangan itu sejauh ini belum pernah menjebol sistem keamanan di BCA.
"Sejauh ini tim IT BCA bisa melakukan antisipasi dan tidak pernah ada serangan yang berhasil melumpuhkan sistem jaringan BCA," tambahnya.
Capaian tersebut tidak lepas dari komitmen BCA dalam memperkuat tiga aspek, yakni People, Process, Technology. Misalnya saja dari aspek people, BCA memiliki dedicated tim yang kompeten untuk memonitor pola-pola kejahatan siber dan memastikan keamanan siber di BCA mumpuni. Hal itu diperkuat dengan upaya BCA dalam melengkapi keamanan siber dengan teknologi yang mumpuni.
"Tim dedicated kami juga dilengkapi dengan aspek teknologi yang mumpuni. Misalnya saja, saat ini banyak serangan menggunakan AI, maka kami juga menghadapi serangan tersebut dengan AI," lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Head of Contact Center & Digital Services BCA, Adrianus Wagimin, mengatakan bahwa BCA juga senantiasi melakukan edukasi kepada nasabah untuk mencegah tipu daya kejahatan siber. Edukasi tersebut dilakukan dengan banyak cara, mulai dari media sosial hingga secara offline melalui kantor cabang.
"Social engineering itu sifatnya direct, biasanya melalui malware yang dikirim langsung ke email seseorang. Maka edukasi menjadi sangat perlu. Di kantor cabang juga kami berikan edukasi karena banyak juga masyarakat yang mengadukan modus-modus ini ke cabang. Ini cara-cara yang kami lakukan untuk menumbuhkan pemahaman masyarakat," jelas Adrianus.