Aluminium rendah karbon menjadi salah satu aspek penting menuju target Indonesia menuju karbon pada 2050. Menurut strategi LTS-LCCR 2050, Indonesia berniat mengurangi emisi gas rumah kaca menjadi 766 juta ton ekuivalen CO2 pada 2050 dengan fokus utama pada pengembangan energi terbarukan dan implementasi teknologi efisien energi. Diketahui, aluminium rendah karbon digunakan di banyak sektor, termasuk kendaraan listrik dan panel tenaga surya.
Pada Carbon Digital Conference 2024 di Jakarta, para pakar dari penjuru dunia termasuk pemain digital inovatif terdepan, pengembang proyek karbon, investor, dan pembeli kredit karbon global, berdiskusi mengenai tantangan dan kesempatan penting di tengah dinamika ekonomi karbon. Dalam kesempatan tersebut, perwakilan dari RUSAL menyampaikan kontribusi perusahaan dalam mengurangi emisi karbon baik secara domestik maupun skala global.
Baca Juga: Mengupas Tantangan dan Solusi dalam Dekarbonisasi Lingkungan Binaan di Asia
"Melalui statusnya sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia mewakili pasar berkembang yang strategis bagi RUSAL, terutama untuk sektor terkait pembangunan berkelanjutan," ungkap Kevin Kong Wen Hao selaku Representative Director RUSAL untuk Asia Tenggara dan Taiwan, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (23/12/2024).
RUSAL adalah produsen aluminium rendah karbon terbesar di dunia yang melacak dan menyertifikasi emisi Aluminium Rendah Karbon "dari awal hingga ke pintu gerbang", termasuk penambangan bauksit, produksi alumina, dan transportasi bahan mentah. Aluminium memegang peranan penting pada rantai pasok global dengan lebih dari 99 persen produksi perusahaan digerakkan oleh energi terbarukan.
Pada 2023, RUSAL memproduksi aluminium rendah karbon sebanyak 4 juta ton dengan jejak karbon beberapa tingkat di bawah rerata industri yang dikonfirmasi oleh lembaga sertifikasi independen. Aluminium ini membantu konsumen di penjuru dunia melacak dan mengurangi emisi Scope 3 mereka.
Fakta dari RUSAL ini sejalan dengan kebijakan iklim serta target penurunan karbon ambisius dari Pemerintah Indonesia yang mempunyai target meraih karbon netral pada 2050, serta memangkas emisi bersih gas rumah kaca pada tahun 2030 senilai ekuivalen karbondioksida 140 juta ton. Inisiatif-inisiatif utama di bawah program lingkungan komprehensifnya termasuk produksi 600.000 kendaraan listrik dan meningkatkan kapasitas produksi baterai menjadi 140 GWh per tahun pada 2030.
Secara global, negara dan perusahaan mempunyai target mengurangi separuh jumlah emisi pada 2030 sesuai Perjanjian Paris. Selain itu, negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, telah mengatur target peningkatan porsi energi terbarukan menjadi 23 persen pada 2025. Pada konteks ini, menurut perwakilan RUSAL, sektor bahan kebutuhan konsumen dan otomotif dilihat sebagai yang akan pertama mengadopsi aluminium rendah karbon. Permintaan pasar terhadap aluminium ini diprediksi tumbuh signifikan hingga 2033.
Dengan kandungan aluminium pada baterai kendaraan listrik lebih dari 30 persen, menggunakan aluminium rendah karbon menjadi sangat penting untuk mengurangi emisi Scope 3 dengan potensi mengurangi emisi total dari baterai kendaraan listrik setidaknya 13 persen.
Pada sektor otomotif, RUSAL juga telah mengembangkan dan sukses meluncurkan sebuah produk baru, yaitu PeFA (Primary Equivalent Foundry Alloys), pada beberapa fasilitasnya. Produk ini mengandung hingga 30 persen aluminium daur ulang, memenuhi secara penuh standar OEM (Original Equipment Manufacturer) dan syarat industri saat ini. Perusahaan juga berencana meningkatkan kandungan aluminium daur ulang hingga 40 persen pada 2028.
RUSAL secara aktif mendukung transisi ke sumber energi terbarukan, mengingat aluminium adalah bahan kunci untuk pembangkit listrik tenaga surya. Menggunakan aluminium rendah karbon dapat mengurangi lebih banyak jejak karbon dari bahan baku pembangkit tersebut.
Kevin lebih lanjut menekankan bahwa RUSAL terus berinovasi pada proses produksi. Salah satu solusi paling inovatif adalah mengganti anoda karbon tradisional dengan anoda inert (ket: anoda yang tidak bereaksi secara kimia selama proses berlangsung) yang justru mengeluarkan oksigen alih-alih karbon dioksida. Proses ini menghasilkan aluminium dengan kandungan CO2 lebih rendah dari 0,01 ton untuk setiap ton aluminium dan kurang dari 2 ton CO2 secara keseluruhan. Dalam kurun waktu tiga tahun, metode ini telah menghasilkan 4.400 ton aluminium.
Sebagai tambahan, RUSAL juga telah mengembangkan proyek karbon untuk meningkatkan efisiensi energi dan manajemen kehutanan. Salah satu proyek tersebut akan segera melakukan transfer unit karbon secara internasional ke sebuah lembaga pendanaan di Timur Tengah sebagai bagian dari kerja sama pengelolaan emisi karbon. Proyek-proyek ini telah divalidasi dan didaftarkan pada lembaga registrasi nasional Rusia.
Menutup penjelasannya, Kevin Kong Wen menegaskan bahwa RUSAL bertujuan menjadi perusahaan karbon netral pada 2050. "Menjaga lingkungan kita merupakan salah satu prioritas RUSAL. Kami bangga dapat menyampaikan solusi dan produk inovatif terbaik untuk mengurangi emisi karbon skala dunia dan meningkatkan ekologi planet kita kepada banyak negara dan perusahaan, termasuk dalam hal ini Indonesia sebagai negara dengan pasar besar dan ekonomi maju. Kami percaya pada prospek kemitraan kita yang besar dan saling menguntungkan," pungkas Kevin.