Ketua APSyFI (Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia) Redma Gita Wirawasta turut mempertanyakan bocornya surat rekomendasi pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk benang filamen asal China .
Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Perdaganan (Kemendag) untuk tidak memproses lebih lanjut rekomendasi pengenaan BMAD.
Baca Juga: Apindo: Pengajuan BMAD Benang oleh Apsyfi Tidak Tepat
Baca Juga: Industri Tekstil Dalam Negeri Bisa Terancam Mati, Pemerintah Diminta Tolak Usulan BMAD
"Surat ini bocor, dan sekarang semua ribut. Yang jadi pertanyaan kok bisa arahan sepenting ini berubah diam-diam. Ini menyangkut nasib ribuan pabrik dan jutaan tenaga kerja," ujarnya seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/6/2025).
"Itu surat internal yang sudah ditandatangani, tapi belum diumumkan. Tapi kenapa udah nyebar ke Tiongkok dan media," Tambahnya.
Lanjutnya, mengacu pada Pasal 70 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pemerintah berkewajiban mengambil tindakan anti-dumping apabila terdapat produk impor yang dijual di bawah harga normal dan menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri.
Menurutnya, rekomendasi dari Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) telah menemukan adanya dumping dan merekomendasikan adanya BMAD untuk produk benang filament.
Ia menilai para pelaku industri merasa dikhianati oleh negara yang justru memberikan karpet merah bagi barang impor khususnya dari China. Bahkan, ia menilai jika hal tersebut dibiarkan, maka Indonesia, sebagai negara dengan ekosistem tekstil lengkap di dunia selain China dan India, industri bisa punah.
"Ini bukan soal efisiensi, ini soal siapa yang dikasih izin main. Lama-lama industri dalam negeri bisa mati," tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan jika pendekatan pemerintah selama ini terlalu berpihak pada harga murah yang justru mengorbankan industri dalam negeri.
Sambungnya, industri tekstil memiliki efek berantai yang besar, dengan satu pabrik bisa menyerap 1.000 hingga 3.000 tenaga kerja, dan seluruh rantai pasok dari hulu ke hilir ikut hidup. "Kalau pabrik jalan, tenaga kerja hidup, PLN dapat pemasukan, negara juga hemat karena nggak perlu kasih BLT (bantuan langsung tunai), karena semua kerja. Tapi sekarang cuma mikir satu sisi, harga murah," tegas di.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor PD. 01/392/M-DAG/SD/06/2025, yang dikirimkan ke Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) pada 13 Juni 2025, menolak memberlakukan BMAD.
Budi menegaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan kepentingan nasional.
"Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, kami memutuskan untuk tidak memproses lebih lanjut pengenaan BMAD terhadap impor produk benang filamen sintetik tertentu yang berasal dari Republik Rakyat China," tulis Mendag.