Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), mengajak seluruh pihak untuk bergotong royong memperkuat ekonomi bangsa di tengah tekanan global, khususnya kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat yang membebani sektor ekspor padat karya dan usaha kecil lainnya. Indonesia harus aktif membela kepentingan nasional dengan memperkuat daya saing industri, serta memperbaiki infrastruktur dan sistem logistik ekspor.
Ia juga mendorong sinergi nasional demi menjaga kedaulatan ekonomi dan mencegah ancaman PHK massal.
Hal tersebut disampaikan Edhie Baskoro, yang juga Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, dalam acara Forum Diskusi Kebangsaan” dengan topik “Bangkit Lebih Kuat, Ekspor Lebih Hebat: Jalan Indonesia di Tengah Tarif Global” di Kota Bandung, Selasa, 15 Juli 2025.
Baca Juga: Negosiasi Prabowo Sukses, Trump Turunkan Tarif Impor untuk Indonesia Menjadi 19 Persen
Baca Juga: Tren Saham Paruh Kedua 2025 dan Daya Tarik Obligasi
“Memperkuat sepak terjang ekspor Indonesia di tengah tantangan global yang kian kompleks dan penuh ketidakpastian. Ada yang mengatakan, bangsa besar tidak menunggu cuaca cerah. Ia berlayar meski ombak menghadang. Karena layar sudah terkembang, dan arah telah ditetapkan. Indonesia bangkit, ekspor hebat, kedaulatan bermartabat,” ungkap Ibas mengawali.
Kemudian, wakil rakyat dari Partai Demokrat ini menyoroti arah pergerakan dunia yang justru menjauhi keterbukaan. “Dunia sedang bergerak, tapi tidak semua menuju keterbukaan. Banyak yang berlindung di balik tembok tarif, kuota, dan proteksi khususnya dari negara seperti Amerika Serikat.”
Dalam situasi seperti ini, menurut Edhie Baskoro, Indonesia tidak boleh tinggal diam. “Indonesia tidak boleh bersikap pasif. Kita harus aktif, bela kepentingan nasional, lindungi pelaku usaha, dan perkuat daya saing industri dalam negeri agar tetap kompetitif di pasar global,” tegasnya.
Ibas, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini pun menyoroti kebijakan tarif yang diterapkan Amerika Serikat yang sangat membebani ekspor nasional. “Dengan tarif dasar 10% dan tambahan hingga 32%, tentunya akan sangat membebani ekspor Indonesia, terutama untuk sektor tekstil, alas kaki, elektronik, dan kelapa sawit, dan lain-lain,” paparnya.
Namun demikian, EBY memberikan apresiasi khusus atas capaian renegosiasi tarif terbaru yang dilakukan pemerintah bersama Amerika Serikat, di mana sebagian tarif berhasil ditekan menjadi 19%. “Ini merupakan capaian penting dalam diplomasi ekonomi yang patut diapresiasi. Penurunan dari potensi beban hingga 32% menjadi 19% membuka ruang napas bagi pelaku industri, terutama sektor padat karya dan UMKM yang paling terdampak,” lanjutnya.