Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef)  Eko Listiyanto menilai proses negosiasi yang tengah dilakukan pemerintah Indonesia terhadap kebijakan tarif impor 32 persen bisa menemui jalan buntu kendati pemerintah mengklaim diplomasi yang dilakukan sekarang ini berlangsung positif. 

Menurut Eko, bernegosiasi dengan Trump bukan perkara muda, ia adalah orang yang sukar ditebak dan kerap membuat keputusan yang berubah-ubah, jadi menurutnya selama keputusan masih di tangan Trump, hasil negosiasi bisa berubah drastis. 

Baca Juga: Indonesia Dihajar Tarif Trump, Airlangga Dkk Sibuk Buka Jalur Diplomasi

“Inilah tantangannya saat berhadapan dengan Trump. Meskipun sudah ada kesepakatan, perubahan bisa terjadi kapan saja. Ini menyulitkan Indonesia, terutama bagi dunia usaha, karena tidak ada kepastian regulasi,” kata Eko dilansir Jumat (11/7/2025).

Kendati menjadi salah satu mitra dagang terbesar AS, namun Indonesia sendiri tak lolos dari tarif Trump. Menurut Eko kebijakan Trump yang dikenakan ke Indonesia berpotensi berubah ke angka yang lebih tinggi lagi jika AS gagal memangkas defisit. 

“Kalau defisit perdagangan AS belum berkurang, ada kemungkinan tarif akan ditambah lagi. Mudah-mudahan tidak terjadi,” ujarnya.

Lebih jauh, Eko menjelaskan bahwa beban terbesar dari kebijakan tarif ini justru ditanggung oleh konsumen di AS sendiri. Ia melihat adanya potensi tekanan dari masyarakat AS terhadap pemerintah karena tarif yang dikenakan berbeda-beda pada tiap negara dan cenderung tinggi.

“Bisa saja nantinya warga AS mulai menolak kebijakan ini karena merasa dirugikan. Tiap negara dikenai tarif berbeda-beda, dan semuanya tinggi,” tambahnya.

Oleh karena itu, Eko memprediksi bahwa ke depan akan ada dorongan untuk menyamakan tarif antarnegara. Ia memperkirakan adanya potensi penetapan tarif rata-rata yang lebih seragam, khususnya bagi negara berkembang.

“Mungkin akan muncul konsensus baru. Misalnya, tarif untuk negara berkembang dipukul rata sekian persen, agar tidak timpang antara satu negara dengan yang lain,” ucapnya.

Sementara itu, kekhawatiran terhadap kebijakan tarif Trump juga datang dari pelaku usaha asal AS.

Dewan Ekspor Kedelai AS atau US Soybean Export Council (USSEC) menyatakan keprihatinannya atas potensi balasan tarif dari Indonesia terhadap komoditas impor asal AS, termasuk kedelai.

Country Director USSEC untuk Indonesia Ibnu Eddy Wiyono mengatakan, pihaknya mendukung pendekatan negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Menurutnya, selama Indonesia tidak mengambil langkah balasan, hubungan perdagangan tetap aman.

“Selama Indonesia tidak membalas dengan tarif serupa, maka situasinya masih bisa dikendalikan. Yang kami khawatirkan adalah jika terjadi aksi balasan,” ujar Ibnu saat ditemui, Kamis (10/7/2025).

Diplomasi Berlangsung Positif

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kendati Trump telah mengumumkan kebijakan tersebut, namun Indonesia masih punya waktu menegosiasikan tarif tersebut. 

Saat ini kata Airlangga pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan tawar menawar lewat jalur diplomasi, ia mengeklaim jalur diplomasi yang saat ini sedang berlangsung menunjukan tanda-tanda positif. 

Baca Juga: Trump Ancam Kenakan Tambahan Tarif Impor, Mensesneg: Itu Konsekuensi Kita Gabung BRICS

Meski begitu, Airlangga masih enggan membeberkan  secara terperinci hasil sementara perundingan kedua negara, dia meminta masyarakat sabar menunggu hasil negosiasi yang tengah diupayakan pemerintah. 

“Tunggu tanggal 1 Agustus 2025. Pertemuan berjalan baik dan positif,” ujar Airlangga Hartarto melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Kamis (10/7/2025).