Pihak Agung Sedayu Group angkat bicara perihal aksi perlawanan yang dilakukan oleh aktivis sekaligus Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Muhammad Said Didu. Belum lama ini, Said Didu dilaporkan ke Polresta Tangerang terkait kritiknya terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

Presiden Direktur Agung Sedayu Group, Nono Sampono, mengungkap fakta terkait kepemilikan lahan Said Didu di area proyek,yang kemudian pernah ditawarkan ke pihaknya untuk dibeli. Namun menurutnya, mungkin tidak mencapai kesepakatan harga hingga akhirnya persoalan itu pun muncul adanya. 

“Saya tidak menuding, tapi fakta bahwa Pak Said Didu itu punya lahan ada disana beberapa hektare. Kalau tidak salah, karena ini bukan berhubungan dengan saya langsung, kan pihak bawah lah yang menyelesaikannya. Yaitu, kalau tidak salah, itu ditawarkan untuk kita membeli,” ujar Nono Sampono seperti Olenka kutip, Kamis (9/1/2025).

“Persoalannya adalah mungkin tidak ada kesesuaian harga. Itu faktanya. Bukan saya menuding, tapi adanya begitu,” tambahnya.

Baca Juga: Nono Sampono Bahas Peran Agung Sedayu Group dalam Proyek PIK 2

Sebagai seorang aktivis, Said Didu dinilai memperjuangkan idealismenya dengan mengangkat beberapa kasus terkait proyek tersebut.

Namun pada akhirnya, Said Didu dilaporkan oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Tangerang karena dianggap telah menuding para kepala desa sebagai kaki tangan proyek Pantai Indah Kapuk 2.

Nono juga merasa, pihaknya telah dituding ada kerja sama tertentu dengan kepala desa dalam proses di lapangan. Pelibatan kepala desa dalam proses pengelolaan lahan adalah bagian dari prosedur yang wajar, menurut Nono, karena segala dokumen seperti girik atau hak garap harus diotorisasi melalui kepala desa.

“Jadi bahwasannya pelibatan kepala desa itu tidak bisa dihindari. Karena semua proses administrasinya harus melalui kepala desa. Tidak langsung kita, langsung, karena itu kan dilihat lagi alas hak dari surat itu. Misalnya ada girik, ada hak untuk hak garap dan lain sebagainya. Itu semua kan harus melalui desa, prosesnya. 

Lanjut Nono, lahan yang dulu merupakan milik negara, pada awalnya saling terhubung secara utuh. Namun seiring berjalannya waktu, dalam proses pengampunan untuk proyek, beberapa bagian lahan sudah dibebaskan sementara yang lain belum, sehingga tercipta kondisi “bolong-bolong.” Situasi ini membuat beberapa bagian lahan, termasuk yang belum dibebaskan, tertinggal di tengah kawasan proyek. 

Baca Juga: Kenapa PIK 2 Masuk ke dalam PSN?

“Jadi gini, yang ini sudah dibebaskan, yang ini masih ada, belum. Nah dia tertinggal sendiri di situ kan? Ini kan mau gak mau karena proyek sudah punya target, kan ada harus didorong. Tapi itu ya kalau misalnya masih ada ya, dia tetap masih ada di situ,” imbuhnya.