George Orwell adalah salah satu penulis paling ikonik dan berpengaruh di abad ke-20. Selain dikenal sebagai seorang penulis, pria yang bernama asli Eric Arthur Blair ini juga seorang jurnalis dan kritikus sosial asal Inggris yang terkenal karena karya-karya sastra yang tajam, penuh sindiran, dan mengandung kritik sosial serta politik.
Ia lahir pada 25 Juni 1903 di Motihari, India Britania, dan meninggal pada 21 Januari 1950 di London, Inggris.
Selama hidupnya, Orwell kerap mengeksplorasi realitas mengerikan ini dalam karya-karyanya yang terus bergema di hati setiap orang hingga saat ini.
Baik berupa alegori satir dalam Animal Farm, peringatan distopia yang mengerikan dalam 1984, atau kisah langsung tentang kemiskinan dan perang, buku-bukunya memadukan wawasan politik dengan penceritaan yang menarik.
Dan, berikut adalah 6 karya Orwell yang paling berdampak pada dunia.
1. Down and Out in Paris and London
Dalam kisah-kisahnya tentang kehidupan di antara orang-orang miskin di kedua sisi Selat, Orwell muda menunjukkan banyak kebebasan artistik. Terlepas dari semua hal yang dilebih-lebihkan dan dihilangkan, narasinya hidup dan sering kali lucu, dan keinginan Orwell untuk mengesampingkan hak istimewanya dan menunjukkan empati kepada orang lain sangat nyata.
Kisah-kisah seorang penulis Inggris miskin di antara orang-orang miskin di dua kota besar diceritakan dalam memoar fiksi unik ini, yang sebagian besar bersifat otobiografi, tanpa mengasihani diri sendiri dan sering kali disertai humor.
Episode Paris menarik karena mengungkap dapur restoran Prancis kelas atas, tempat narator bekerja sebagai pencuci piring di bagian bawah hierarki kuliner. Ia menjumpai dunia gelandangan, tuna wisma, dan rumah penginapan gratis di London saat ia menunggu pekerjaan.
Kita juga akan menemukan beberapa fakta yang mengejutkan tentang kemiskinan dan masyarakat dalam kisah-kisah kedua kota tersebut. Melalui kecerdasan yang tajam dan ketulusan yang menyegarkan, Orwell menyampaikan eksplorasi yang jelas tentang kemiskinan, ketahanan, dan kondisi manusia.
2. Burmese Days
Novel Orwell, yang berlatar di era Kekaisaran saat Inggris menguasai Burma ini menggambarkan prasangka dan korupsi kekaisaran. Seorang pedagang kayu kulit putih bernama Flory berteman dengan Dr. Veraswami, seorang fanatik Kekaisaran kulit hitam yang kehancurannya hanya dapat dihindari dengan bergabung dengan klub yang semuanya berkulit putih.
Novel perdana Orwell, yang dipenuhi rasa bersalah yang dirasakannya atas keterlibatannya dalam sistem diktator yang mengaku mulia, didasarkan pada lima tahun pengabdiannya di Burma bersama Polisi Kekaisaran India.
Tokoh dalam buku ini adalah John Flory, yang sangat menyadari bahwa ia adalah bagian dari sesuatu yang buruk dan tidak jujur, tetapi tidak berdaya untuk melarikan diri.
3. The Road to Wigan Pier
The Road to Wigan Pier terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama menceritakan gamblang tentang kenyataan pahit kehidupan kelas pekerja di Inggris utara, yang merinci kondisi suram penambang batu bara dan keluarga mereka dengan presisi yang tak tergoyahkan.
Sementara, bagian kedua mengambil arah yang provokatif, menawarkan kritik tajam, terkadang sarkastis terhadap sosialisme dan para pendukungnya sambil tetap memperjuangkan cita-cita keadilan dan kebebasan.
Dikisahkan klub buku sayap kiri pada tahun 1930-an, Orwell membenamkan dirinya di kota-kota industri di Inggris utara, tinggal di perumahan bobrok, turun ke tambang, dan menangkap perjuangan para pekerja dengan kejelasan yang menghantui.
Delapan dekade kemudian, penggambaran kemiskinannya tetap sangat relevan, melampaui waktu dan tempat. Merenungkan pendidikan kelas menengahnya, Orwell meneliti rasa jijiknya yang semakin besar terhadap pembagian kelas yang kaku di Inggris, menjadikan karya ini sebagai perjalanan pribadi menuju sosialisme dan eksplorasi abadi tentang ketidaksetaraan dan martabat manusia.
Baca Juga: 7 Buku yang Mengubah Hidup yang Direkomendasikan CEO Apple Tim Cook