Dari banyak pahlawan nasional yang dikenal, ternyata ada beberapa tokoh perempuan yang berjuang di bidang kesehatan. Jasa-jasa perempuan Indonesia di bidang kesehatan tersebut masih terasa hingga kini. Sumbangsih yang mereka berikan bahkan menjadi penopang penerus bangsa.
Tokoh-tokoh perempuan ini tidak hanya berkontribusi dalam dunia kesehatan, tetapi juga menginspirasi generasi mendatang untuk terus berjuang demi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Keberanian dan dedikasi mereka membuktikan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam mengubah dunia kesehatan.
Dilansir dari berbagai sumber, Senin (17/3/2025), berikut Olenka rangkum deretan perempuan Indonesia yang berjasa di bidang kesehatan yang kiprahnya sangat menginspirasi.
1. Maria Emilia Thomas
Marie Thomas adalah seorang wanita Indonesia pertama yang menjadi dokter. Dia lulus dari Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (STOVIA atau Sekolah tot Opleiding van Indische Artsen) pada tahun 1922.
Dia kemudian menjadi spesialis bidang obstetri dan ginekologi dan adalah dokter Indonesia pertama yang menjadi spesialis dalam bidang ini. Dikutip dari Neo Historia, usai lulus, ia ditugaskan oleh pemerintah untuk mengabdi di RS Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting yang sekarang menjadi RS Cipto Mangunkusumo.
Marie Thomas juga mengusulkan kebijakan mengenai penggunaan alat kontrasepsi IUD yang bertujuan untuk mengontrol kehamilan dan ia juga mendirikan sekolah kebidanan pada tahun 1950 di Bukittinggi, Minangkabau mengingat suaminya, Mohammad Joesoef adalah 'Urang Awak' (Individu asal Minangkabau).
Pada saat Marie Thomas tutup usia, ia sedang menjabat sebagai kepala RSU Bukittingi. Bahkan sehari sebelum meninggal dalam sakitnya ia masih mengajar siswa di sekolah kebidanan.
2. Hasri Ainun Habibie
Hasri Ainun Habibie merupakan istri dari Presiden ke-3 RI, yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie. Ibu Ainun Habibie adalah seorang dokter sekaligus ketua Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI).
Ainun Habibie kerap mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial dan perjuangan hak tunanetra. Salah satu jasa terbesar yang diberikan oleh Hasri Ainun Habibie adalah mendirikan Bank Mata Indonesia, untuk membantu para tunanetra yang kebanyakan masyarakat menengah ke bawah.
Beberapa kiprah Ainun Habibie lainnya di dunia kesehatan, antara lain mendirikan Yayasan Beasiswa Orbit, yayasan amal abadi-orang tua bimbingan terpadu, menjadi Ketua Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI), mensuport fatwa halal donasi mata dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta menjadi pengerusi dan ketua Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan (YKBRP).
Dengan kiprahnya tersebut, tak ayal ia pun mendapat bintang mahaputera, penghargaan tertinggi dari pemerintah kepada warga yang dipandang memiliki peran besar terhadap negara
3. Nila Moeloek
Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek atau dikenal dengan Nina Moeloek pernah memimpin berbagai organisasi nasional maupun skala internasional. Ia pernah dipercaya untuk memimpin Perhimpunan Dokter Spesialis Mata (Perdami), dan Yayasan Kanker Indonesia (2011-2016).
Ia juga merupakan seorang ahli oftalmologi (ilmu penyakit mata) dan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI). Dalam kancah internasional, dokter Nila pernah menjabat sebagai Anggota Dewan The Partnership for Maternal Child and Neonatal Health (PMNCH), lembaga internasional yang melaksanakan inisiatif strategis Sekretaris Jenderal PBB untuk Kesehatan Ibu dan Anak
Lewat segudang prestasinya tersebut, beliau berhasil menjadi Utusan Khusus Presiden RI untuk Millennium Development Goals di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia bertugas untuk menurunkan kasus HIV-AIDS dan angka kematian ibu dan anak di Indonesia.
4. Nafsiah Mboi
dr. Andi Nafsiah Walinon merupakan seorang dokter spesialis anak yang juga ahli di bidang kesehatan masyarakat. Perempuan yang lahir di Sengkang, Sulawesi Selatan,14 Juli 1940 ini dikenal sebagai sosok perempuan yang mendedikasikan hidupnya untuk bidang kesehatan dan sosial, khususnya dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS.
Oleh karena itulah, bukan hal yang mengherankan jika Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menunjuk Nafsiah Mboi sebagai Menteri Kesehatan Indonesia di Kabinet Indonesia Bersatu II untuk menggantikan Endang Rahayu Sedyaningsih yang meninggal dunia karena penyakit kanker pada 2 Mei 2012.
Salah satu perjuangan dr. Nafsiah Mboi di bidang Kesehatan adalah saat menyuarakan program keluarga berencana. Ia mendedikasikan diri untuk menanggulangi kasus HIV dan AIDS di Indonesia. dr. Nafsiah juga berkomitmen untuk mengurangi diskriminasi di antara para pengidap HIV/AIDS.
Ia juga jadi salah satu pelopor lahirnya Komitmen Sentani pada tahun 2004 yang merupakan tonggak komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam upaya penanggulangan AIDS.
Selain itu, Nafsiah Mboi juga dikenal sebagai aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). Peraih gelar Master of Public Health (MPH) dari Institute of Tropical Medicine, Antwerpen, Belgia ini pernah menjadi Ketua Komite Hak-hak Anak untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga Direktur Department of Gender and Women's Health pada World Health Organization (WHO) yang berpusat di Jenewa, Swiss.
5. Annie Senduk
Annie Senduk dikenal sebagai perawat revolusioner. Ia merupakan perempuan yang menandatangani berdirinya Palang Merah Indonesia (PMI) pasca-kemerdekaan. Saat zaman kolonial, Annie menjabat sebagai kepala perawat di Asrama Kedokteran di Jalan Kramat Raya 72.
Selain mendirikan PMI setelah Indonesia merdeka, kontribusi Annie Senduk di bidang kesehatan lainnya antara lain adalah mempelopori berdirinya sekolah perawat pertama bersama rekan perawatnya, mengamankan obat-obatan dan dokumen saat penjajahan oleh Jepang terjadi serta mendidik calon perawat baru setelah perawat Belanda meninggalkan Indonesia.
6. Maria Walanda Maramis
Satu dari sekian banyak nama pahlawan perempuan, sosok Maria Walanda Maramis menjadi yang turut memberi banyak jasa. Lahir pada 1 Desember 1872, ia dikenal sebagai pahlawan nasional yang memperjuangkan hak perempuan dalam berbagai bidang salah satunya kesehatan. Selama hidupnya, ia kerap memprihatinkan kondisi perempuan saat itu.
Maria juga memperjuangkan kepentingan politik perempuan. Perjuangan tersebut ditandai pada 1919, sebuah badan perwakilan dibentuk di Minahasa dengan nama Minahasa Raad.
Maria akhirnya mendirikan organisasi yang berfokus pada masalah-masalah tersebut. Berdiri atas dukungan keluarga dan suami, organisasi tersebut diberi nama Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT) dan bermakna cinta ibu terhadap anak-anaknya.
Kesehatan menjadi salah satu faktor yang diajarkan dalam mengerjakan urusan rumah tangga. Pengetahuan ini membantu perempuan tak asal memasak tanpa mempertimbangkan kandungan gizi, kebersihan, dan rasa yang nikmat untuk disantap bersama keluarga.
Kala itu, organisasi ini hanya beranggotakan para laki-laki dan kaum mereka saja yang boleh memilih. Namun, Maria Walanda Maramis berusaha supaya perempuan juga diperbolehkan memilih wakil-wakil yang akan duduk di badan perwakilan tersebut.
Baca Juga: 11 Perempuan Artis Cilik Indonesia yang Sudah Jadi Seorang Ibu
7. Julie Sulianti Saroso
Julie Sulianti Saroso merupakan seorang dokter perempuan Indonesia yang pernah menjabat sebagai Presiden dari World Health Assembly. Lahir pada 10 Mei 1917 di Karangasem, beliau lebih dikenal dengan nama dr. Sulianto.
Ia merupakan seorang dokter lulusan Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hoge Scholl) yang ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.Ia pernag bekerja di Kementerian Kesehatan pada 1951 dan pada 1967 lalu menjadi Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M). Jabatan lain yang beliau duduki yaitu sebagai Ketua Research Kesehatan Nasional.
Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Pimpinan Konggres Wanita Indonesia (Kowani). Bahkan, ia adalah wanita pertama yang menggagas program Keluarga Berencana (KB) dan penggunaan kontrasepsi. Meski mulanya menjadi kontroversi, Sulianti Saroso tetap memperjuangkannya dengan membuat yayasan-yayasan di tanah air, bahkan sampai ke kancah dunia.
Puncaknya saat beliau terpilih sebagai anggota badan eksekutif dan Presiden Majelis Kesehatan Dunia. Usai wafat pada 1991, namanya diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso yang terletak di Jakarta. Nama RSPI Sulianti Saroso beberapa tahun ke belakang ramai di media usai menjadi rumah sakit rujukan dan perawatan intensif pasien Covid-19 di Indonesia.
8. Melly Budhiman
Dokter Melly Budhiman, SpKJ., merupakan seorang psikiater anak yang kemudian mendedikasikan diri untuk menangani anak dengan masalah sindrom autistik.
Kurangnya informasi terkait autisme di Indonesia, membuat beliau dan teman-temannya kemudian mendirikan Yayasan Autisma Indonesia (YAI) pada tahun 1997. Yayasan ini khusus menangani kebutuhan anak-anak yang masuk dalam spektrum autisme.
9. drg. Gina Elmawati
drg Gina Elmawati adalah salah satu perempuan tangguh yang mengabdi memberikan layanan kesehatan terbaik di Meratus. Ia sudah lebih dari setahun mengabdi di Puskesmas Tandilang.
Ia merupakan alumni Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat. Selama dua tahun, Gina ditugaskan mengabdi membawa misi mengupayakan pemerataan akses kesehatan.
Dikutip dari pojokbanua.com, dalam setahun terakhir, drg Gina sudah berkeliling ke Aing Bantai, Batu Perahu, Buhul yang berada di kawasan Meratus HST memberikan layanan kesehatan bersama Puskesmas Tandilang. Baik anak-anak sekolah maupun masyarakat umum semuanya terbuka ia layani.
Dirinya tergerak mengabdi ke daerah terpencil karena melihat masih belum meratanya pelayanan kesehatan yang masyarakat dapatkan. Di tambah akses ke Puskesmas yang sangat jauh membuat hati nuraninya tergerak untuk melakukan pengabdian ke desa-desa terpencil.
10. dr. Osmi Samra
dr. Osmi Samra juga merupakan perempuan tangguh yang tidak kenal lelah memberikan pelayanan kepada masyarakat di Desa Telaga Bhakti dan Desa Pandan Sari, Aceh Singkil.
Dikutip dari Antara, ia bertindak sebagai pimpinan sebuah poliklinik yang menjadi bagian dari operasional PT Perkebunan Lembah Bhakti (PLB), perusahaan perkebunan kelapa sawit Grup Astra Agro.
Meski harus berada di daerah yang jauh dari akses ibu kota atau sarana publik umum lainnya, namun hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk mengabdi demi memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang membutuhkan, termasuk karyawan dan keluarga karyawan yang bekerja di perusahaan kelapa sawit.
Kisah, tekad dan komitmen kemanusiaan dokter Osmi Samra, adalah salah satu motivasi bagi kaum perempuan di Nusantara, bahwa untuk mengabdi bagi masyarakat tidak harus bekerja di pusat kota atau di lokasi yang memadai dengan layanan akses publik yang lebih baik.
Dengan komitmen dan pelayanan tanpa lelah yang diberikan, tidak aneh bila perempuan yang sudah mengabdi sebagai dokter Astra Agro selama 20 tahun ini pernah mendapat penghargaan dari perusahaan.
11. dr. Nadya Bianca
dr. Nadya Bianca adalah seorang dokter yang pernah bertugas sebagai dokter jaga di daerah terpencil di Kalimantan Tengah. Kisahnya menginspirasi dan mengingatkan kita akan pentingnya tenaga medis di daerah terpencil. Ia menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi dan keterampilan tinggi, meskipun pengabdiannya tidak mudah.
Di laman Instagramnya, dr. Nadya kerap sharing kisahnya sebagai satu-satunya dokter jaga di daerah terpencil, lengkap sama vibes perjuangan yang bikin kita semua speechless.
Dari mengurus pasien di klinik sampai harus menempuh perjalanan untuk bertemu dengan pasien. Kisahnya nggak cuma inspiratif, tapi juga ngingetin kita betapa pentingnya tenaga medis di daerah terpencil.
12. Mesty Ariotedjo
Selain profesinya sebagai dokter spesialis anak, dr. Mesty Ariotedjo dikenal aktif berkampanye mengenai kesehatan anak dan memberikan edukasi parenting. Perannya semakin terlihat melalui platform media sosial dan seminar kesehatan yang diikutinya.
Mesty juga merupakan Co-Founder dan CEO dari Tentang Anak, sebuah perusahaan teknologi yang berfokus pada pengasuhan anak. Sebelumnya, ia turut mendirikan WeCare.id, platform yang menggalang dana untuk pasien di daerah terpencil yang memerlukan akses perawatan kesehatan.
Kakak dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo ini juga telah berhasil meraih prestasi yang membanggakan dan mengangkat namanya di kancah internasional.
Salah satu pencapaian terbesarnya adalah terpilihnya ia dalam daftar "30 Under 30 Asia: Healthcare & Science" yang disusun oleh Forbes.
Keberhasilan Mesty tidak hanya terbatas pada prestasi pribadi, tetapi juga mencerminkan dedikasinya sebagai pemimpin, wirausahawan, dan agen perubahan di bidang kesehatan dan ilmu pengetahuan.
Baca Juga: 10 Perempuan Pebisnis Ternama di Industri Kecantikan Indonesia