Masa transisi pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran sejatinya bisa menjadi momentum untuk mendengar aspirasi rakyat terkait peningkatan kesejahteraan dan penyediaan lapangan kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2024 mencapai 7,2 juta orang. Maka, para pekerja dan petani di industri tembakau dari sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT) menyampaikan permohonan kepada pemerintah untuk melindungi keberlangsungannya, terutama dari rencana kenaikan cukai 2025.
Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) Jawa Barat, Ateng Ruchiat, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/9/2024), mendorong agar tidak ada kenaikan cukai rokok di tahun 2025, terutama di segmen SKT yang merupakan sektor padat karya.
Ia menekankan pentingnya mempertahankan sektor SKT agar penyerapan tenaga kerja di daerah maupun nasional dapat tetap terjaga di tengah kondisi ekonomi yang sulit dan tidak pasti.
“Kalau (kenaikan cukai rokok) disamakan seperti tahun-tahun kemarin, itu kan berat. Padahal, SKT itu sudah membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran. Kalau bisa, tidak ada kenaikan cukai ke depannya untuk SKT,” pintanya.
Pengaruh kenaikan cukai SKT, lanjutnya, berdampak pada keberlangsungan perusahaan atau pabrikan SKT sehingga turut berpengaruh pada kesejahteraan pekerja. “Kalau tidak PHK, ya nanti kenaikan upahnya yang akan jadi masalah,” terangnya.
Ateng menambahkan pihaknya akan sangat berterima kasih kepada pemerintahan baru apabila tidak ada kenaikan cukai SKT pada 2025. “Sangat penting bagi pemerintah baru untuk mempertimbangkan aspirasi kami ini, karena SKT memiliki penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak,” jelasnya.
Di kesempatan terpisah, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat, Sahminudin juga menyatakan kenaikan cukai rokok di beberapa tahun belakang sangat memberatkan pihaknya. “Angka kenaikan cukai rokok selalu di atas 10%. Industri tembakau sudah tidak sanggup lagi dibebani kenaikan cukai yang tinggi secara terus-menerus,” serunya.
Bahkan, untuk sektor padat karya seperti SKT, ia mengusulkan bahwa idealnya tidak ada kenaian cukai.
Sahminudin melanjutkan tarif cukai SKT seharusnya tidak mengalami kenaikan cukai karena sektor ini telah mengalami banyak tantangan. “Tanpa ada tekanan kenaikan cukai pun, SKT tetap punya banyak tantangan. Jika tarif cukai SKT dinaikkan lagi, dampaknya akan semakin berat untuk kami,” ungkapnya.
Sebagai perwakilan petani tembakau, Sahminudin berharap agar pemerintah baru dapat fokus dan mendukung keberlangsungan pertanian tembakau di Indonesia.
“Selama ini, bahkan kami tidak mendapatkam subsidi untuk pupuk khusus tembakau, karena tidak ada perhatian khusus dari pemerintah. Meskipun ada DBHCHT, penggunaannya sudah jauh melenceng dari regulasi yang dibuat oleh pemerintah,” tutupnya.