Pemerintah Indonesia berupaya memperkuat ketahanan pangan keluarga melalui program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) yang bertujuan mengoptimalkan lahan pekarangan rumah sebagai sumber produksi pangan. Melalui program ini, keluarga didorong untuk menanam tanaman hortikultura, sayuran, buah-buahan, dan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). TOGA, yang berakar pada tradisi masyarakat Karangkitri (lahan pekarangan), mengajarkan pemanfaatan pekarangan rumah untuk menanam tanaman bermanfaat seperti sayuran, rempah-rempah, dan tanaman obat.

Seiring dengan meningkatnya urbanisasi dan keterbatasan lahan, revitalisasi TOGA mengusung pendekatan inovatif, seperti budi daya tanaman vertikal menggunakan rak bertingkat dan pot gantung. Pendekatan ini memungkinkan keluarga perkotaan dengan lahan terbatas tetap bisa memproduksi pangan dan obat-obatan mandiri. Selain itu, Kementerian Pertanian menegaskan bahwa optimalisasi lahan pekarangan rumah melalui program P2L dapat menghemat anggaran negara hingga triliunan rupiah.

Baca Juga: PLN EPI dan Kementan Sinergi Hijaukan Brebes, Sulap Lahan Tandus Jadi Tanaman Energi

Program ini juga diperkuat dengan pelatihan dan pendampingan kepada ibu rumah tangga agar lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan dan pengobatan keluarga. Pemanfaatan TOGA tak hanya mengurangi pengeluaran rumah tangga, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru melalui penjualan hasil panen tanaman obat, sayuran, dan buah-buahan.

Sebagai bagian dari Program RPL, Karangkitri dijadikan percontohan pengembangan pekarangan berbasis kearifan lokal. Masyarakat di berbagai daerah mulai memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam tanaman hortikultura, perkebunan (seperti kopi dan kelapa), serta tanaman obat (seperti jahe, kunyit, dan sambiloto).  Dengan memanfaatkan lahan pekarangan secara optimal, keluarga dapat memenuhi kebutuhan pangan dan obat-obatan secara mandiri, mengurangi pengeluaran rumah tangga, dan menciptakan sumber pendapatan tambahan. Revitalisasi TOGA di Karangkitri diharapkan menjadi langkah strategis untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, mandiri, dan sejahtera.

Potensi TOGA dan Obat Herbal

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tanaman obat yang sangat melimpah, menjadikannya sebagai salah satu negara dengan potensi besar dalam penyediaan bahan baku obat tradisional dan modern. Berbagai jenis tanaman obat seperti jahe, kunyit, kencur, temulawak, secang, sambiloto, dan kayu putih telah lama dimanfaatkan sebagai bahan utama bumbu masakan, aneka minuman termasuk jamu dan obat herbal. Keberadaan tanaman-tanaman ini tidak hanya memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga berpotensi mendukung industri farmasi melalui pengolahan lebih lanjut menjadi bahan baku obat modern. Data dari Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa lebih dari 60% kebutuhan bahan tanaman obat dalam produksi jamu dan obat herbal di Indonesia dapat dipenuhi melalui Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Ini menunjukkan bahwa potensi domestik yang tersedia cukup besar untuk mendukung ketahanan bahan baku industri jamu dan obat herbal nasional.

Pengakuan jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada Desember 2023 memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat pengembangan obat berbasis tanaman herbal dunia, sekaligus membuka peluang ekspor produk herbal ke pasar global. Pengakuan ini tidak hanya mengukuhkan identitas budaya nasional, tetapi juga mendorong pengembangan industri berbasis tanaman obat melalui proses standarisasi dan sertifikasi.

Dalam konteks pengobatan herbal, terdapat perbedaan mendasar antara jamu dan fitofarmaka. Jamu merupakan ramuan tradisional yang khasiatnya diyakini secara turun-temurun, meski umumnya belum teruji secara ilmiah. Sementara itu, fitofarmaka adalah obat herbal yang telah melalui uji klinis dan dapat digunakan dalam layanan kesehatan formal.

Pengembangan lahan pekarangan untuk komoditas berbasis tanaman obat memerlukan sinergi dari berbagai pihak. Di masa depan, pengembangan tanaman obat di Indonesia diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi hijau (green economy) dan mendukung keberlanjutan ekosistem lingkungan. Pemanfaatan tanaman obat tidak hanya memberikan nilai tambah secara ekonomi, tetapi juga dapat menjaga kelestarian lingkungan melalui konsep agroforestri berbasis tanaman obat. Dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati tanaman obat secara bijaksana dan berkelanjutan, Indonesia dapat mewujudkan kemandirian farmasi nasional dan memainkan peran strategis dalam pemanfaatan obat herbal.