Dunia digital di Indonesia mengalami transformasi yang semakin cepat sejalan dengan munculnya berbagai inovasi teknologi termutakhir. Hal tersebut secara fundamental mengubah struktur industri dan perilaku masyarakat digital.

Tak bisa dimungkiri bahwa perkembangan dunia digital turut menghadirkan berbagai peluang bagi kemajuan Indonesia. Namun, pada saat yang sama peluang tersebut dibayangi oleh sejumlah tantangan yang masih menjadi PR bersama bagi Indonesia.

Ketua PANDI, John Sihar Simanjuntak, mengungkapkan bahwa salah satu tantangan mendasar yang dihadapi ialah perihal akses terhadap teknologi di wilayah terpencil. Hal tersebut berkaitan erat dengan kesenjangan digital dan perlambatan penetrasi teknologi di Tanah Air. 

Baca Juga: Ketum APJII: Indonesia Digital Forum 2025 sebagai Upaya Gotong Royong Membangun Masa Depan Ekosistem Digital Indonesia

Tak hanya itu, ia juga menyoroti soal ketergantungan pada teknologi asing serta kurangnya SDM digital yang mumpuni. Padahal, faktor-faktor tersebut berperan penting dalam mendorong laju transformasi digital yang berkelanjutan.

"Ditambah lagi dengan persoalan interoperabilitas antar sistem, regulasi yang belum terintegrasi serta lemahnya perlindungan data dan keamanan siber menjadi sebuah tantangan yang perlu difokuskan dan tidak bisa diabaikan," tambahnya dalam Indonesia Digital Forum (IDF) 2025 di Jakarta, 15 Mei 2025.

Dalam kesempatan yang sama, Muhammad Arif selaku Ketua Umum APJII juga menekankan urgensi penataan ulang struktur regulasi dan ekosistem digital nasional. Arif menuturkan, transformasi digital bukan sekadar mengubah yang analog menjadi digital, tetapi juga harus diiringi dengan penataan ulang ekosistem industri dan peraturan perundangannya.

Penataan ulang regulasi tersebut, tambahnya, perlu dilakukan karena kerangka regulasi saat ini sudah tidak lagi relevan dengan realitas industri digital. 

"Undang-undang kita masih membagi pelaku industri hanya menjadi penyelenggara jaringan dan jasa. Padahal, saat ini sudah muncul varian pelaku baru yang tidak terdefinisi secara hukum, seperti penyelenggara digital," tegas Arif. 

Arif juga menyoroti ketimpangan beban kewajiban antara pelaku lama dan baru. Ia menuturkan, industri saat ini justru dikuasai oleh pihak yang tidak memiliki kewajiban apa pun, sementara operator lama masih dibebani tanggung jawab penuh, bahkan ketika terjadi insiden yang bukan berasal dari layanannya. Oleh karena itu, Arif menyerukan agar disusun kerangka kerja bersama yang adil dan inklusif.

"Forum ini bukan lagi hanya forum telekomunikasi atau internet, tapi forum digital Indonesia. Mari kita bentuk framework bersama yang dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan," tegas Arif lagi.