Belum lama ini viral di media sosial pengakuan seorang pegawai BPJS Kesehatan yang menggunakan asuransi kesehatan lain. Hal ini langsung memancing respons beragam dari masyarakat. Namun, mayoritas mengkritik hal tersebut.

Seiring makin banyaknya tekanan dari publik, BPJS Kesehatan akhirnya buka suara. Menurut Ali Ghufron Mukti selaku Direktur Utama BPJS Kesehatan, pihaknya membebaskan pekerjanya untuk memakai asuransi swasta dengan syarat membayar sendiri alias tidak ditanggung kantor.

Baca Juga: Mengupas Beragam Manfaat Ekonomi dan Kesehatan dari Komoditas Teh

"Sejak 2014 sampai saat ini, seluruh pegawai BPJS Kesehatan terdaftar sebagai peserta JKN aktif yang iurannya dibayarkan 4 persen oleh pemberi kerja (BPJS Kesehatan) dan 1 persen dipotong dari gaji/upah pegawai," ujarnya belum lama ini, mengutip CNNIndonesia.com, Jumat (17/1/2025).

Tidak Menyalahi Aturan

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menjelaskan bahwa penambahan manfaat dengan menggunakan asuransi kesehatan lain selain BPJS Kesehatan tidaklah melanggar aturan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 Pasal 51 ayat (1) disebutkan, karyawan dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya, termasuk rawat jalan eksekutif tambahan, dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan.

Rizzky menegaskan bahwa pihaknya tidak membayarkan biaya asuransi swasta untuk pegawainya. "Untuk memperoleh manfaat tambahan, pegawai BPJS Kesehatan dapat membeli asuransi kesehatan tambahan lain dengan biaya dari masing-masing pegawai," ujarnya.

Seluruh karyawan BPJS Kesehatan, jelasnya, tetap diwajibkan membayar iuran BPJS Kesehatan yang dipotong dari gajinya. Hal ini sesuai dengan ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS): semua karyawan wajib membayar iuran BPJS Kesehatan sebesar 5 persen dengan rincian 4 persen ditanggung pemberi kerja dan 1 persen dipotong dari gaji pegawai.

"Seluruh pegawai (BPJS Kesehatan) merupakan peserta program JKN dan memakainya juga apabila sakit," jelas Rizzky dikutip dari Kompas.com, Jumat (17/1/2025).

Awal Masalah

Polemik ini berawal dari unggahan akun Instagram pribadi drg. Mirza. Dia menampilkan pengakuan dari seseorang yang diduga pegawai BPJS Kesehatan. Menurut sumber tersebut, pegawai BPJS Kesehatan menggunakan asuransi swasta InHealth.

"Izin dok, sebagai karyawan BPJS Kesehatan, kami memang dapat asuransi swasta non-BPJS dari kantor karena mungkin alasan kecepatan pelayanan. Jadi bukan karena BPJS jelek ya dok, mohon diklarifikasi," tulis orang yang mengaku sebagai pegawai BPJS Kesehatan tersebut.

Pengakuan tersebut mendapat respons kritis dari drg. Mirza, "BPJS ini lucu, bikin produk asuransi kesehatan dan MEWAJIBKAN semua orang ikut. Bahkan, pengurusan dokumen-dokumen penting juga mewajibkan orangnya punya BPJS. Ini asuransi atau pajak sih sebenarnya? Kok wajib? Aku juga nggak bilang BPJS jelek kok, aku bilang bahwa aku mendukung program ini JIKA DIJALANKAN DENGAN BAIK.”

Dia tampak mengungkapkan kekecewaannya karena merasa ikut membayari asuransi pegawai BPJS Kesehatan. "Masa kerja di perusahaan asuransi kesehatan, tapi pakainya asuransi lain? Lha kami-kami ini berarti bayar iuran BPJS selain untuk menggaji bapak/ibu yang kerja di sana juga masih harus bayarin asuransi swastanya bapak/ibu dong? Pantesan naik terus dong ya iuran yang harus kami bayar," ungkapnya.

Pernah Heboh di Tahun 2016

Ternyata, kegaduhan serupa sempat terjadi di tahun 2016 silam. Saat itu, seorang blogger di situs Kompasiana bernama Fachrul Khairuddin membuat tulisan dengan judul "Ternyata Pegawai BPJS Pakai Asuransi InHealth".

InHealth merupakan perusahaan asuransi kesehatan yang sebelumnya menjadi anak usaha BUMN asuransi kesehatan, PT Askes (Persero). Seiring dengan transformasi Askes menjadi BPJS Kesehatan, saham InHealth diambil alih oleh Bank Mandiri dengan nilai sebesar Rp1,75 triliun. Bank Mandiri menguasai 80 persen saham InHealth, sedangkan sisanya dimiliki oleh Kimia Farma, Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), dan Koperasi Bhakti Askes.

Baca Juga: Ini Sederet Cara Sederhana untuk Menguji Kesehatan Jantung Sendiri di Rumah

Menyikapi kegaduhan di tahun 2016 tersebut, Humas BPJS Kesehatan kala itu, Ikhsan, memberikan klarifikasi. Menurutnya, penggunaan asuransi swasta di luar JKN tidak melanggar aturan. Penggunaan layanan asuransi kesehatan tambahan, InHealth, bagi karyawan BPJS Kesehatan dimaksudkan sebagai proteksi ganda agar benefit yang didapatkan oleh karyawan tidak turun atau minimal sama seperti saat BPJS Kesehatan masih menjadi PT Askes.

"Sesuai dengan regulasi, yang mendaftar BPJS Kesehatan diperkenankan pula untuk mengambil produk asuransi lain," tutur Ikhsan dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

BPJS Kesehatan Tak Layani Semua Penyakit

Sementara itu, belum lama ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa tidak semua penyakit dapat dilayani oleh BPJS Kesehatan. Dengan begitu, dibutuhkan asuransi tambahan dari swasta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat ditanggung BPJS Kesehatan.

"BPJS memang tidak meng-cover semuanya. Biayanya untuk masing-masing treatment, ada paket-paketnya. Misalnya, paket penyakit jantung, yang ter-cover adalah paket pasang ring," ujarnya di Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Menurut Budi, hal itu disebabkan masih rendahnya iuran yang dibayarkan masyarakat. Saat ini, iuran untuk kelas 3 sebesar Rp42.000 per bulan, kelas 2 sebesar Rp100.000 per bulan, sedangkan untuk kelas 1 sebesar Rp150.000 per bulan.

Mengatasi persoalan ini, ujar Budi, pemerintah sedang mengupayakan masuknya lebih banyak asuransi swasta ke rumah sakit. Hanya saja, masyarakat harus membayar lebih tinggi jika menggunakan tambahan asuransi swasta.

"Sehingga jika kekurangannya bisa ditanggung oleh asuransi swasta, yang sakit tidak perlu membayar dalam jumlah yang besar," pungkasnya.