Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih menjadi momok besar bagi pekerja di Indonesia. Hasil riset terbaru Populix bersama platform pencarian kerja KitaLulus mengungkapkan bahwa 80 persen pekerja menilai proses PHK di Indonesia masih dilakukan secara tidak manusiawi.
Temuan tersebut tertuang dalam laporan bertajuk Studi Persepsi dan Tantangan Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja.
Studi ini menunjukkan adanya krisis kepercayaan dan rasa aman di kalangan pekerja terhadap perusahaan. Bayang-bayang PHK tidak hanya menghantui mereka yang terdampak langsung, tetapi juga pekerja yang masih aktif bekerja.
Co-Founder KitaLulus, Stevien Jimmy, menegaskan bahwa PHK bukan sekadar persoalan administratif, melainkan menyangkut kehidupan dan martabat manusia.
“PHK mungkin tidak terelakkan dalam situasi tertentu, tetapi dampaknya pada manusia jauh lebih besar dari sekadar administrasi. Riset kami menegaskan bahwa banyak pekerja masih merasa dirugikan dan tidak diperlakukan dengan layak. Itu sebabnya setiap proses PHK harus berangkat dari empati. Bahkan ketika keputusan sudah final, cara kita menyampaikan kabar buruk tetap dapat memberi ruang aman bagi mereka yang terdampak,” tutur Stevien, dikutip Jumat (28/11/2025).
Riset ini dilakukan melalui survei daring yang disebarkan melalui situs KitaLulus pada periode 15 Oktober hingga 7 November 2025. Survei tersebut menjangkau 945 pekerja dan pencari kerja, serta 74 praktisi Human Resources (HR).
Untuk memastikan kedalaman perspektif, sekitar 62,2 persen responden pekerja mengaku pernah mengalami PHK, sementara 20,6 persen lainnya memiliki kolega, teman, atau anggota keluarga yang pernah terdampak PHK. Data ini menunjukkan bahwa pengalaman PHK merupakan realitas yang sangat dekat dengan kehidupan pekerja Indonesia.
Policy & Society Research Director Populix, Vivi Zabkie, mengungkapkan bahwa persepsi 'tidak manusiawi' muncul karena proses PHK dinilai belum transparan, tidak adil, dan kurang mempertimbangkan sisi kemanusiaan.
Menurutnya, pekerja merasa perusahaan sering kali tidak mempertimbangkan kinerja, kontribusi, dan masa kerja sebelum melakukan PHK. Situasi ini makin diperburuk oleh alasan PHK yang dinilai tidak disampaikan secara jelas dan masuk akal.
“Tak hanya itu, 82 persen pekerja juga merasa rentan terhadap risiko PHK. Mereka merasa dukungan manajemen dalam menjaga kelangsungan pekerjaan dan menjamin kesejahteraan karyawan masih lemah. Hal ini menggambarkan bagaimana dampak PHK juga dirasakan oleh pekerja yang saat ini masih bekerja,” tegas Vivi.
Baca Juga: Perubahan Regulasi PHK dalam UU Cipta Kerja Jadi Sorotan Utama di JobCity HR Forum