Akademisi sekaligus praktisi bisnis, Rhenald Kasali, menyoroti cara orang tua masa kini dalam hal mendidik anak. Sebagaimana diketahui, mendidik anak bukan hanya sekadar memberikan ilmu pengetahuan semata, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kehidupan lainnya. Peran orang tua begitu penting sebagai panutan yang mampu memberikan teladan terhadap sang buah hati dalam menghadapi tantangan kehidupan.

Rhenald Kasali beranggapan, cara orang tua masa kini tak sama dengan terdahulu dalam hal mendidik anak. Menurutnya, di era saat ini tak bisa menerapkan parenting yang bersifat ‘otoriter’ atau keras, dan anak-anak cenderung akan memberontak jika orang tua mereka bersikap demikian.

Selain itu, anak-anak zaman sekarang memiliki perlindungan hukum dan hak asasi manusia melalui lembaga seperti Komnas HAM, berbeda dengan masa lalu ketika perlindungan semacam itu belum ada.

“Saudara mendidik anak aja udah gak bisa sama dengan dulu. Gak bisa. Pake gesper? Kabur anaknya. Jadi keras kepala. Mereka dikawal Komnas HAM. Iya kan? ujar Rhenald Kasali seperti Olenka kutip, Rabu (17/6/2024).

Baca Juga: Rhenald Kasali: Pola Makan yang Modern, Dapat Memengaruhi Kesehatan Manusia

Lanjut Rhenald, ia beranggapan bahwa tidak banyak anak saat ini yang memiliki emotional bonding dengan orang lain. Padahal, hal tersebut menurutnya sangat penting dimiliki untuk membentuk kepribadian seseorang. 

“Kenapa? Kalau teman banyak itu, itu akan membuat kita menjadi lembut. Karena kita diamplas oleh orang-orang lain di sekitar kita. Kita ngomongnya sembarangan, teman kita bilang, gue gak mau main sama lu. Ah ya, kamu ngomongnya kasar. Teman kita tidak banyak. Akhirnya orang membentuk kita, gitu,” tutur Rhenald.

Dalam dunia algoritma dan teknologi, anak-anak cenderung bisa "bersembunyi" atau menghindari interaksi langsung dengan orang lain, sehingga emosi mereka tidak terlihat dengan jelas seperti generasi sebelumnya.

Pada masa lalu, kata Rhenald, kegiatan seperti plonco atau tradisi orientasi yang keras bisa menciptakan pengalaman bersama yang memperkuat hubungan atau bonding dan membangun ketahanan dalam menghadapi tantangan. Sebaliknya, anak-anak masa kini lebih sering terisolasi dari pengalaman seperti itu.

“Anak sekarang kan tidak di plonco. Kalau di plonco, saudara punya bonding. Saudara punya hubungan. Saudara lebih tahan menghadapi ujian,” jelas Rhenald.

Berkaca dari pengalamannya, Rhenald mengaku kehadiran orang tua di sekolah terasa nyaman, apalagi saat masih duduk di bangku kelas 1-3 SD. 

Namun, seiring bertambahnya usia, terutama memasuki usia pra-remaja dan remaja, anak-anak mulai merasa malu jika orang tua terlalu terlibat atau hadir di lingkungan sekolah. Ini lantaran hal tersebut bisa dianggap sebagai tanda bahwa mereka memiliki masalah atau kurang mandiri. 

Baca Juga: Sejarah Singkat Peradaban Manusia dari Kacamata Rhenald Kasali

“Kelas 5 saya malu kalau orang tua saya datang. Pasti saya bermasalah di sekolah. SMP saya sudah gak mau. Marah saya kalau ibu saya datang. SMA ibu saya datang, aduh jangan apa? Saya selesaikan sendiri,” ceritanya.

Namun berbeda dengan kenyataan saat ini. Banyak orang tua yang justru sibuk membentuk grup WhatsApp untuk memantau atau mengatur urusan anak-anak mereka, bahkan hingga di tingkat perguruan tinggi. 

Bahkan, banyak di antara orang tua yang justru menggunjing hingga mengatur guru dari anak-anak mereka. Hal tersebut, menurut Rhenald, justru dapat memicu tumbuhnya generasi yang ‘lembek’.

“Sekarang orang tua tidak tahu malu. Aktif di WA group. Menggunjingkan guru. Ngomongin guru. Mengatur guru. Datang ke Rom. 'ROMO tolong guru itu Rom. Jangan di taruh. Anak saya tolong dipindahin ke tempat lain'. Saya pikir cuma di situ. Jadi kita akhirnya melahirkan generasi uquaiteo yang Agak lembek nih,” imbuhnya.