Rencana perpanjangan rute Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta menuju wilayah Tangerang Selatan semakin mendekati kenyataan.

Proyek strategis ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk memperluas jaringan transportasi publik yang terintegrasi di kawasan Jabodetabek, sekaligus mengurai kemacetan yang selama ini menjadi momok utama di jalur-jalur penghubung antara Jakarta dan kota-kota penyangga.

Namun, meski sudah bertahun-tahun berlalu, wacana proyek yang digagas dari 2028 ini belum kunjung terrealisasikan. Pada 2020 lalu misalnya, pembahasan sempat terhenti akibat pandemi COVID-19, yang turut menghancurkan perekonomian nasional. Pun, hingga sekarang, rencana ini masih terganjal beberapa hal, salah satunya terkait pendanaan.

Kendati begitu, pihak MRT kini tengah mengupayakan agar rencana tersebut dapat direalisasikan untuk meningkatkan efisiensi dan konektivitas masyarakat. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan Kementerian Perhubungan pun tengah memfinalisasi studi kelayakan serta skema pendanaan proyek ini.

Adapun, perpanjangan jalur MRT fase selatan ini direncanakan akan melintasi Lebak Bulus, Pondok Cabe, hingga ke kawasan Serpong, membawa harapan baru bagi jutaan komuter yang selama ini bergantung pada kendaraan pribadi dan moda transportasi konvensional.

Baca Juga: Rencana Perpanjangan Rute MRT Jakarta hingga ke Tangerang Selatan, Seperti Apa?

Perkembangan Proyek

Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, mengungkapkan bahwa proyek yang sudah digagas sejak 2018 ini sudah masuk tahap uji kelayakan alias feasibility study.

“Progres saat ini sudah uji kelayakan, dan sebentar lagi sudah dimulai penandatanganan dimulainya kajian MRT dengan pemangku kepentingan,” ujar Benyamin, dikutip dari detikcom, Jumat (25/4/2025).

Meski begitu, Benyamin mengingatkan bahwa proyek sebesar ini tidak bisa langsung tancap gas. Perlu waktu, proses, dan tentu saja koordinasi dengan banyak pihak, mulai dari PT MRT Jakarta, pemerintah pusat (Kemenko Perekonomian, Bappenas, Kemenhub), Pemprov DKI Jakarta dan Banten, Pemkab Tangerang, hingga BPTJ.

Namun semangat Benyamin tak surut. Ia berharap, kerja sama dengan semua pemangku kepentingan bisa segera diteken agar pembangunan MRT bisa segera dimulai.

“Target dapat secepatnya, karena sudah uji kelayakan dan akan dilakukan penandatanganan kerja sama,” tegasnya.

Benyamin menuturkan, proyek ini diproyeksikan mencakup jalur Lebak Bulus–Serpong dan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Jalur tersebut akan sangat krusial bagi warga Tangsel, mengingat sekitar 70 persen dari 1,5 juta penduduknya beraktivitas harian ke Jakarta.

Ia juga mengungkapkan bahwa sejumlah pengembang swasta akan turut berpartisipasi dalam proyek ini, meskipun belum menyebutkan siapa saja pihak yang terlibat.

Dukungan untuk proyek ini juga datang dari Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, yang menilai perluasan MRT ke Tangsel sebagai langkah penting setelah pembangunan jalur utara-selatan dan barat-timur mulai berjalan.

“Setelah Utara, Selatan relatif hampir selesai, kemudian Barat, Timur sudah dimulai, maka ekspansi ke Tangerang Selatan sangat diperlukan,” ujar Pramono di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (30/4/2025).

Pramono menambahkan bahwa dirinya sudah berbicara dengan Gubernur Banten, Andra Soni, dan menyambut baik kemungkinan keterlibatan Pemprov Banten sebagai pemegang saham proyek ini.

Baca Juga: Mengulik Rencana Pembangunan MRT Cikarang-Balaraja

Pendanaan Jadi Tantangan Utama

Di balik optimisme pembangunan MRT Jakarta-Tangsel ini, nyatanya ada satu tantangan besar masih mengganjal, yaitu pendanaan.

Benyamin menyebut, ada beberapa skema pembiayaan yang sedang dikaji. Mulai dari pinjaman antar pemerintah (GtoG) seperti proyek MRT Jakarta sebelumnya, hingga skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), dan bahkan investasi swasta murni.

“Semua opsi sedang dipertimbangkan agar proyek ini bisa jalan, karena biayanya memang besar,” ungkap Benyamin, dikutip dari Kompas.id.

Tak tanggung-tanggung, biaya pembangunan jalur bawah tanah MRT kini mencapai sekitar Rp2,3 triliun per kilometer, jauh meningkat dibandingkan angka awal pada 2013 yang hanya Rp1,1 triliun.

Sebagai perbandingan, pembangunan MRT Jakarta Fase 2A yang menghubungkan Bundaran HI ke Kota saja menelan biaya sekitar Rp25,3 triliun, sebagian besar dibiayai lewat kerja sama dengan Jepang.

Sayangnya, kondisi anggaran daerah belum cukup kuat untuk membiayai proyek sebesar ini. APBD Provinsi Banten 2025 disahkan sebesar Rp11,5 triliun, dan APBD Tangsel hanya sekitar Rp4,5 triliun.

Karena itu, keterlibatan pemerintah pusat dan investor swasta dinilai krusial agar proyek MRT ke Tangsel bisa benar-benar terwujud.

“Sudah dibahas sejak 2019, tapi karena kendala biaya, proyek ini belum bisa jalan. Sekarang kita berusaha agar pendanaannya bisa dipastikan,” tutur Benyamin.

Terpisah, beberapa waktu Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, menyatakan bahwa pihaknya mendukung penuh kelanjutan pembangunan moda transportasi massal berbasis rel tersebut.

Menurutnya, kehadiran MRT hingga Tangsel akan memperkuat interkoneksi Jakarta dengan kota-kota satelit pendukungnya.

“Kami mendukung rencana ini karena akan meningkatkan konektivitas Jakarta dengan kawasan sekitar seperti Tangerang Selatan,” kata Tuhiyat, sebagaimana dikutip dari Bisnis.

Namun, ia juga menggarisbawahi bahwa tantangan utama terletak pada pendanaan proyek. Tidak semua daerah memiliki kemampuan fiskal seperti DKI Jakarta untuk membiayai infrastruktur sebesar MRT.

“Permasalahan utamanya adalah kemampuan pendanaan dari daerah yang tidak sekuat DKI Jakarta,” ujarnya.

Tuhiyat menyebut, pihak MRT Jakarta pernah mendiskusikan rencana ini dengan Wali Kota Tangsel kala itu, Airin Rachmi Diany, dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Sayangnya, hingga saat ini, rencana tersebut masih tertahan di tahap penjajakan pendanaan.

Baca Juga: MRT Jakarta Hadirkan Pembayaran Tiket dengan GoPay