Isu kebijakan sawit di Tanah Air kembali menjadi sorotan pemerintah. Salah satunya mengenai rencana untuk merealisasikan program replanting atau penanaman kembali sawit. Sejauh ini, replanting sawit hanya tercapai 30 persen dari target 180 ribu hektare.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko) Airlangga Hartarto mengungkap salah satu hal yang menjadi kendala utama terhambatnya replanting sawit, yakni regulasi yang mempersulit para pekebun.

“Oleh karena itu, diminta agar mengkaji ulang peraturan Menteri Pertanian karena kebun rakyat tidak bisa di-replanting karena diminta dua hal. Selain sertifikat, diminta juga rekomendasi dari KLHK (kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” ujar Menko Airlangga seperti dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (29/2/2024).

“Kita tahu bahwa untuk memeroleh rekomendasi dari LHK bukan suatu yang mudah, sehingga implementasinya terhambat. Kita ingin bagi masyarakat yang sudah punya sertifikat itu bisa langsung dilakukan program replanting, karena timing-nya sedang tepat,” sambungnya.

Lebih lanjut, Menko Airlangga mengungkap rencana pemerintah untuk menaikkan dana replanting hingga dua kali lipat. Dari yang sebelumnya hanya Rp30 juta, direncanakan akan naik hingga Rp60 juta.

“Kenapa harus dinaikkan ke Rp60 juta? Karena dari hasil kajian naskah akademik dan juga dari hasil komunikasi dengan para pekebun itu untuk replanting mereka baru bisa berbuah di tahun ke-4, sehingga kalau dananya Rp30 juta itu hanya cukup untuk beli bibit dan hidup di tahun pertama,” kata Menko Airlangga.

Baca Juga: Menko Airlangga Dorong Efisiensi Ongkos Logistik Nasional

Baca Juga: 3 Mesin Ekonomi yang Perlu Dimaksimalkan untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

“Oleh karena itu, kalau ditingkatkan menjadi Rp60 juta maka biaya hidup sekitar Rp15 juta per tahun itu bisa di-cover, sehingga mereka bisa melakukan tanaman sela atau tanaman lain untuk menunjang hidup juga. Ini sedang dalam pembahasan lanjutan,” tambahnya.

Di samping itu, Menko Airlangga juga menyoroti perihal keterlanjuran lahan yang juga masih menjadi hambatan bagi pekebun rakyat. Pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan ini, yang sudah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, tetapi belum terlaksana dengan baik.

“Oleh karena itu, perlu ada percepatan penyelesaian keterlanjuran lahan untuk pekebun, termasuk untuk pembagian wilayah toranya juga harus didorong ke sana. Kemudian, tentu kita lihat program lain dari BPDPKS kita juga kaji terkait pemberian beasiswa untuk keluarga pekebun,” pungkasnya.