5. Thinking, Fast and Slow karya Daniel Kahneman
Psikolog peraih Nobel ini membedah dua cara otak bekerja, yakni cepat (intuitif) dan lambat (rasional). Menyadari jebakan pikiran sendiri akan membuat Anda lebih sabar, kritis, dan tidak cepat menghakimi.
6. Quiet karya Susan Cain
Buku ini merayakan kekuatan introvert di dunia yang sering kali terlalu bising. Cain menunjukkan bahwa ketenangan, kedalaman berpikir, dan kreativitas justru bisa menjadi kekuatan besar.
Pesan utamanya adalah Anda tidak perlu berteriak untuk didengar.
7. Daring Greatly karya Brené Brown
Brown membalik stigma kerentanan dari kelemahan menjadi keberanian. Membuka diri meski berisiko gagal atau ditolak justru dapat memperdalam hubungan dengan orang lain.
Melepaskan rasa takut untuk tampak “sempurna” terasa begitu membebaskan.
8. The 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen R. Covey
Panduan klasik yang memadukan prinsip besar dengan tindakan kecil sehari-hari. Bukan sekadar daftar kebiasaan, tapi sebuah kompas hidup.
Tak heran banyak orang menjadikannya buku rujukan seumur hidup.
9. Mindset karya Carol S. Dweck
Buku ini menantang kalimat “Saya memang tidak bisa.” Dweck memperkenalkan konsep growth mindset—keyakinan bahwa kemampuan dapat berkembang lewat usaha dan pembelajaran. Dengan pola pikir ini, tantangan berubah menjadi kesempatan belajar.
10. Meditations karya Marcus Aurelius
Catatan pribadi Kaisar Romawi hampir dua ribu tahun lalu, tetapi masih terasa relevan. Tentang disiplin, kerendahan hati, dan menjaga perspektif saat hidup terasa kacau. Anda tak perlu membaca semuanya sekaligus, satu paragraf saja bisa menemani pikiran Anda berhari-hari.
Baca Juga: 10 Buku Terbaik untuk Mengasah Kecerdasan Emosional dan Kekuatan Batin