Pemerintah Semakin Bebani Kelas Menengah
Rencana pemerintah ini dinilai bakal semakin mengganggu eksistensi penduduk kelas menengah yang jumlahnya konsisten turun dalam 5 tahun terakhir.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai beban pemerintah yang semakin berat otomatis akan membuat kelompok kelas menengah semakin tertatih-tatih.
Baca Juga: Pemerintah Usul ASN yang Pindah ke IKN Dapat Insentif Rp100 Juta, Akankah Terealisasi?
"Saya kira kalau beban kelas menengah semakin banyak, misalnya ada PPN, pungutan-pungutan lainnya misalnya transportasi publik semakin besar, maka berat. Kelas menengah ada di situ, pakai KRL dia," ujar Tauhid.
Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk kelas menengah konsisten mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2024, proporsi kelas menengah tahun ini sebanyak 47,85 juta orang atau sekitar 17,13 persen.
Tauhid mengatakan, jika memang pemerintah ingin mengubah skema subsidi, baiknya pemerintah harus membantu kalangan menengah untuk mengurangi beban-beban biaya. Misalnya, pendidikan, kesehatan, transportasi publik, dll.
Anak Kereta Teriak Tak Terima
Sejumlah pihak mengkritik rencana pemerintah tersebut, terutama para pengguna layanan KRL, yang biasa disebut anak kereta. Pengurus KRLMania Nurcahyo menilai penerapan subsidi tarif berbasis NIK tidak akan menghasilkan kebijakan yang adil dan tepat sasaran.
Pasalnya, konsep subsidi transportasi publik berbeda dengan konsep bantuan sosial yang didasarkan pada kemampuan ekonomi.
Menurutnya, kebijakan subsidi berbasis NIK berisiko mengubah prinsip transportasi publik yang inklusif dan terbuka untuk semua kalangan.
"Oleh karena itu, KRLMania menolak usulan subsidi berbasis NIK karena bertentangan dengan esensi dari layanan publik," ungkap Nurcahyo melalui keterangan resmi.
Baca Juga: Target Penumpang Kereta Cepat Jakarta-Bandung Belum Optimal, Jokowi Panggil Wamen BUMN
Ia berpendapat kebijakan yang lebih baik adalah memperkuat aksesibilitas dan keberlanjutan layanan KRL untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Nurcahyo menuturkan jika pemerintah merasa perlu memberikan tarif khusus untuk kelompok tertentu, KRLMania merekomendasikan agar rujukan tarif khusus tersebut didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Ia menilai UU tersebut telah memberikan pedoman yang jelas bahwa tarif khusus dapat diberikan kepada kelompok pelajar, lansia, dan penyandang disabilitas.
"Ini adalah kebijakan yang lebih adil dan terukur karena langsung menyasar kelompok yang rentan atau membutuhkan bantuan tarif tanpa mendiskriminasi pengguna lainnya," imbuh Nurcahyo.
Keputusan Akhir Masih Menunggu Hasil Kajian Pemerintah
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Samadi buka suara soal pemberian subsidi KRL Jabodetabek menggunakan NIK mulai tahun depan. Ia mengatakan rencana itu masih dalam pembahasan.
"Lagi dibahas, kita upayakan masyarakat tetap mendapatkan yang terbaik," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan penyesuaian penyaluran subsidi tarif tiket KRL memang perlu dilakukan. Pasalnya, untuk APBN 2025, alokasi anggaran yang tersedia memang banyak yang mengalami penurunan.
"Makanya ini sebenarnya selaras dengan rencana untuk tarif KRL berbasis NIK itu supaya tepat sasaran," katanya.
Baca Juga: Kisah Ignasius Jonan Berantas Aksi Premanisme di Stasiun Kereta Api
Adita mengatakan meski skema subsidi tercantum dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2025, belum tentu kebijakan itu diterapkan tahun depan.
Ia mengatakan rencana tersebut masih perlu pembahasan dan melihat respons para stakeholders. Adita pun menegaskan pemerintah belum berencana untuk menaikkan tarif KRL.
"Kita lihat nanti ya kan tergantung semua pembahasannya seperti apa. Karena ini juga perlu kajian lagi," katanya.
Di lain kesempatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku tak tahu menahu terkait rencana tersebut.
"Saya nggak tahu, karena belum ada rapat mengenai itu," kata Jokowi dalam keterangannya di RS Persahabatan.
Kepala Negara juga mengaku belum mengetahui penerapan tarif KRL berbasis NIK yang menuai polemik tersebut. "Belum tahu, saya belum tahu, masalah di lapangan seperti apa," kata Jokowi.