Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mewacanakan pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD, hal ini dilakukan untuk mengefisiensi anggaran Pilkada yang menelan ongkos hingga triliunan rupiah. Pemilihan kepala daerah lewat DPRD juga dianggap efektif menekan praktik politik uang yang saat ini masih tumbuh subur di Indonesia. Wacana ini disambut baik sejumlah partai politik, mereka senang kalau pemilihan kepala daerah dikembalikan ke dewan. 

Presiden Prabowo Sendiri sudah merespons wacana itu, ia sependapat, pemilihan kepala daerah di Indonesia disebutnya berbelit dan berbiaya mahal, sistem ini berbeda jauh dengan pemilihan kepala daerah di beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan India, yang dinilai lebih efisien dan praktis. 

Baca Juga: Krisis Kepercayaan Jadi Pemicu Rendahnya Partisipasi Pilkada Serentak 2024

“Ketum Partai Golkar salah satu partai besar, tapi menyampaikan perlu ada pemikiran memperbaiki sistem partai politik. Apalagi ada Mbak Puan kawan-kawan dari PDI-P, kawan-kawan partai lain, mari kita berpikir, mari kita tanya, apa sistem ini, berapa puluh triliun habis dalam 1-2 hari. Dari negara maupun dari tokoh politik masing-masing," kata Prabowo saat menghadiri HUT Golkar beberapa waktu lalu dilansir Olenka.id Senin (16/12/2024). 

Hak Politik Dikeberi

Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menyebut pemilihan kepala daerah lewat DPRD adalah cara pemerintah merampas hak politik rakyat, apapun alasannya pemilihan kepala daerah kata dia mesti dilakukan secara demokratis yakni dipilih langsung oleh rakyat.

Baca Juga: Ternyata Ini yang Dibahas dalam Pertemuan Jokowi dan Ketua MPR RI

Menurut Adi, ini bukan sebuah wacana baru, di pemerintahan sebelumnya isu serupa juga sempat digulirkan sejumlah elite politik namun hal itu sampai direalisasikan karena gelombang penolakan masyarakat. 

"Jelas saya menolak. Karena mengebiri hak politik rakyat. Di akhir-akhir masa SBY ada peraturan pilkada dipilih DPRD juga saya tolak. Waktu sejumlah elite di era Jokowi bicara pilkada oleh DPRD saya menolak keras," kata Adi. 

Menurut Adi pemilihan kepala daerah lewat DPRD tak menjamin hilangnya politik uang, justru sebaliknya politik uang bisa saja lebih parah lagi, pemilihan kepala daerah lewat sistem ini jelas punya deal politik antar elite. 

"Meski kepala daerah dipilih DPRD, bukan berarti politik uang sirna. Politik uang akan terus terjadi tapi bergeser ke sejumlah elite kunci. Pertama ke elite partai. Untuk mencalonkan diri pasti harus keluar modal untuk dapat rekom partai. Kedua, untuk dipilih oleh DPRD sang calon pastinya persiapkan logistik yang juga fantastik," tuturnya. 

Adi mengatakan, alasan menekan biaya Pilkada juga dirasa tak masuk akal, dia menyebut, apabila penyelenggara Pilkada berbiaya mahal, maka pemerintah bisa menekannya lewat regulasi pemilu, bukan mengubah sistem pemilihan umum. 

"⁠Kalau biaya penyelenggaraan pilkada mahal, tinggal DPR dan pemerintah bikin aturan menekan biaya pilkada rendah. Mereka yang punya kewenangan. Kalau perlu penyelenggara pemilu adhoc saja, toh kerjaan penyelenggara cuma 5 tahun sekali, yang mahal kan fasilitas penyelenggara semacam ini. Padahal kerjaannya 5 tahun sekali," jelasnya.

"Pilkada oleh DPRD pastinya hanya menguntungkan partai yang menang pilpres, siapapun pemenang pilpresnya. Atas nama soliditas koalisi nasional, partai koalisi bisa dikondisikan supaya tak ajukan calon," tambahnya memungkasi. 

Dikaji Ulang

Penolakan atas wacana pemilihan kepala daerah lewat DPRD juga datang dari PDI Perjuangan. Parpol besutan Megawati Soekarnoputri itu  meminta Presiden Prabowo mengkaji ulang wacana itu.

Baca Juga: Prabowo: Saya Merasa Nyaman Ada Mbak Puan dan Saya Menghormati PDI Perjuangan

“Sampai saat ini kan itu masih lemparan usul dari Pak Prabowo. Namun, kami berharap itu dikaji ulang lagi,” kata Juru Bicara PDI Perjuangan, Chico Hakim.