Lahir dari keluarga yang sederhana, membuat pendiri Mayapada Group, Dato Sri Tahir, merasa rendah diri saat berjodoh dengan putri sulung salah satu orang terkaya di Indonesia.

Sepanjang pernikahannya dengan Rosy Riady, yang notabene adalah putri sulung taipan Lippo Group, Mochtar Riady, Tahir mengatakan bahwa ia tidak pernah bisa terlepas dari penyesuaian diri dengan keluarga sang mertua.

Tahir pun mengatakan, ‘perjuangannya’ untuk masuk ke keluarga sang taipan ini pun tidaklah mudah. Hal tersebut pun diungkapkan Tahir dalam buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice.

Saat pertama kali menjadi bagian dari keluarga Riady, kata Tahir, terasa ada pagar yang memisahkan karena ‘perbedaan kasta’ dirinya dengan keluarga sang istri. Dia pun mengibaratkan ada pagar yang membatasi meskipun diundang oleh keluarga dari istrinya.

Tak cuma itu, dalam buku biografinya itu pula, Tahir pun menceritakan soal dirinya yang kerap mendapat perlakuan dingin dari mertua dan ipar-iparnya. Namun, di suatu waktu akhirnya Tahir pun jadi sosok yang diandalkan oleh sang ayah mertua.

Lantas, seperti perjuangan dan dedikasi Tahir untuk keluarga sang taipan? Berikut Olenka ulas selengkapnya.

Kekaguman Tahir pada Sang Mertua

Sebelum ‘resmi’ masuk ke keluarga Riady, Tahir sendiri telah mendengar berbagai cerita tentang keluarga tersebut dari istrinya sendiri, Rosy Riady. Namun menurutnya, pemahaman ia tentang keluarga ini menjadi lebih lengkap setelah ia mengalami sendiri keberadaannya di tengah-tengah keluarga sang taipan itu.

Menurut Tahir, ketika keluarga Riady berkumpul bersama, mereka tidak membicarakan tentang kesehatan, suka duka kegiatan mereka, kisah manis rumah tangga masing-masing, atau hal-hal lainnya. Namun, semua keluarga Riady justru membicarakan kesuksesan mereka dalam berbisnis masing-masing.

Tahir pun kerap merasa ia selalu diperlakukan dingin oleh keluarga Riady yang lain. Namun meski begitu, ia tetap menganggap kehadiran sang mertua menjadi ‘secercah cahaya’ baginya. Bagi Tahir, Mochtar Riady adalah pembawa obor baginya.

“Beliau adalah guru saya dalam hal kehormatan dan mentor yang luar biasa,” tukas Tahir.

Lebih lanjut, Tahir pun mengatakan bahwa keluarga Mochtar Riady menurutnya adalah keluarga yang unik. Keluarga ini mampu bertahan dari berbagai badai kehidupan. Sama seperti keluarga lainnya, lanjut Tahir, keluarga konglomerat seperti keluarga Mochtar Riady juga tidak luput dari masalah.

Ia pun mengaku, selalu mendoakan sang mertua agar di masa tuanya nanti dapat menikmati kebahagiaan hakiki dalam arti yang hakiki.

“Sepanjang hidupnya, beliau telah menjadikan dirinya sebagai pilar kesempurnaan. Namun, saya yakin masih banyak persoalan pelik yang masih ia simpan dalam hatinya. Namun, keinginannya untuk menjadi sosok yang sempurna itu selalu mengalahkan kegelisahannya dan telah menguatkannya dalam menjaga citranya,” papar Tahir.

Dikatakan Tahir, di balik sikap tegasnya, Mochtar Riady kerap menutupi kegelisahannya itu dengan jasnya yang rapi, senyumnya yang kalem, dan wajahnya yang berseri-seri. Kefasihannya yang sangat jernih tidak akan menyingkap kenyataan hidupnya yang penuh dengan masalah dan persoalan.

“Beliau tidak membiarkan dunia membaca kegelisahannya. Begitulah sosok Pak Mochtar,” ujar Tahir.

Tahir menuturkan, meskipun ia kerap tidak setuju dengan beberapa cara Mochtar Riady berperilaku, namun dirinya tetap sangat menghormati sang mertua. Mochtar Riady, kata Tahir, adalah pria yang benar-benar luar biasa. Terlepas dari keberhasilannya bisnisnya, kata Tahir, mertuanya adalah seorang pemimpin konglomerat dengan kualitas yang unik.

“Saya percaya bahwa tidak ada seorang pun yang benar-benar dapat bersaing dengannya dalam berbagai kapasitas yang dimilikinya.Sikapnya yang istimewa, cara mengaktualisasikan dirinya, kefasihannya dalam berbicara, hubungannya dengan orang-orang hebat di lingkungan nasional maupun internasional, penghargaan internasional yang pernah diperolehnya, semuanya bersinar terang di tangannya,” beber Tahir.

“Tidak ada satu pun tokoh konglomerat yang dapat mengalahkannya dalam hal prestasi selengkap yang telah dicapainya,” lanjut Tahir.

Dikatakan Tahir, dengan semua kelebihan yang dimiliki sang mertuanya itu, namun Mochtar Riady tetaplah orang yang punya banyak masalah. Namun hebatnya, ia mampu menyembunyikan kekurangannya dengan baik.

Sebagai menantunya dan dengan pembawaan yang peka, Tahir mengaku bahwa ia dapat melihat keresahan Mochtar Riady. Jika anak-anaknya dan mertua-menantu lainnya memposisikan diri sebagai mitra diskusi bisnis, maka Tahir akan memposisikan diri sebagai menantu yang juga sahabatnya untuk berbincang dari hati ke hati.

“Saya sama sekali tidak berminat membicarakan peluang bisnis dengan Pak Mochtar. Saya cukup mampu untuk mengatur hidup saya sendiri. Yang ingin saya lakukan dengannya adalah berbicara tentang hidup, membicarakan perasaan masing-masing dan mencari keindahan hidup tanpa melibatkan kalkulasi uang. Sisi kehidupan seperti ini cukup asing dalam kehidupan Pak Mochtar,” tutur Tahir.

Tahir mengaku, dirinya tak pelak sering merasa sedih setiap kali melihat sosok sang mertua. Di usianya yang sudah tua, kata dia, Mochtar Riady sudah sewajarnya melepaskan semua beban duniawi yang menuntutnya untuk terus menghitung untung, strategi bisnis, dan sebagainya.

“Sudah saatnya ia melepaskan semua beban duniawi dan menikmati hidup dengan menghargai seni, bermain dengan cicitnya, jalan-jalan dengan cucu-cucunya, dan mengajarkan mereka tentang makna hidup. la harus berada dalam suasana yang tidak mengharuskannya untuk memikirkan uang lagi. la harus dikelilingi oleh kasih sayang keluarganya,” terang Tahir.

Tahir pun kerap memperhatikan Mochtar Riady ketika dirinya kebetulan bertemu di suatu acara. Sekilas kata dia, sang mertua tampak berseri-seri Ketika dikerumuni orang-orang yang sangat menghormatinya. Namun, Tahir menangkap semburat kelelahan di wajah Mochtar Riady.

“Beliau tampak sangat merindukan dermaga yang menenangkan untuk bersandar dan beristirahat. Untuk menikmatinya, beliau harus melepaskan diri sejenak dari citra sebagai konglomerat yang sempurna,” ujar Tahir.

Namun, lanjut Tahir, mengatakan hal demikian bukan hal yang mudah. Mustahil untuk menyarankan hal itu kepada sang taipan. Mochtar Riady pasti akan meredam semangatnya sendiri yang sedang berteriak minta istirahat. Menurutnya, Mochtar Riady akan tetap menjadi pribadi yang seperti sekarang, manusia yang sempurna dengan energi yang tak pernah padam.

“Saya sangat menghormati Pak Mochtar atas kerja kerasnya yang gigih dalam menciptakan kesempurnaan di sekelilingnya. la melindungi martabat keluarganya dengan mengubah dirinya menjadi tameng. Akibatnya, ia sendirilah yang menanggung penderitaan,” bebernya.

Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Tolak Tawaran Mochtar Riady

Rela Mati Demi Sang Mertua

Sebagai menantu, Tahir mengaku bahwa dirinya telah melakukan yang terbaik untuk mertuanya agar dia merasa tenang. Ia pun telah berkomitmen untuk melakukannya, bahkan ketika dirinya sendiri harus mempertaruhkan nyawa bagi sang mertua.

Tahir pun mengisahkan bahwa pada suatu masa di era 90-an, salah seorang putra Mochtar Riady mengalami masalah yang cukup serius, yakni telah menyebabkan kerugian yang sangat besar dan hutang yang sangat besar kepada berbagai pihak.

Akibatnya, ancaman pun kerap datang dari beberapa gangster yang bisa dengan mudah menghabisi nyawa lawan-lawannya dan menghilang tanpa jejak. Berbagai pihak dari Perth, San Francisco, dan Las Vegas saling melontarkan ancaman disertai tuntutan pembayaran sejumlah uang yang sangat besar.

Menurutnya, putra Mochtar Riady yang terlibat dalam masalah tersebut terpaksa menghilang secara diam-diam demi keselamatannya. Saudara-saudaranya yang lain pun tidak memiliki cara untuk menolongnya.

Sementara itu, ancaman-ancaman terus berdatangan ke seluruh keluarga dan membuat Mochtar Riady sangat khawatir. Dari situlah pertama kalinya Tahir melihat kekhawatiran yang nyata dari Mochtar Riady. Ia pun akhirnya menelepon Tahir secara khusus untuk meminta bantuan s.

“Itulah pertama kalinya saya melihat Pak Mochtar menangis. Saat dia bilang meminta bantuan saya, saya pun mengiyakannya dan memohon doa untuk keberhasilan saya,” tutur Tahir.

Seiring waktu, Tahir pun mempersiapkan diri untuk melakukan apa yang diharapkan ayah mertuanya, untuk memberinya apa yang sangat dibutuhkannya, yaitu ketenangan pikiran. Ia pun kemudian pergi untuk menangani masalah yang rumit itu.

“Apa yang saya lakukan? Saya menghubungi pemimpin gangster yang mengancam dan membuat janji bertemu dengan mereka di Las Vegas dan San Francisco untuk menyelesaikan masalah utang,” ujar Tahir.

“Di bawah tekanan gangster yang tidak kenal ampun itu, saya berusaha semaksimal mungkin untuk tetap tenang dan menegosiasikan pembayaran utang. Saya menawarkan untuk membayar setengah dari total utang sebagai permulaan,” lanjut Tahir.

Menurutnya, saat itu, para gangster itu membentak Tahir dan berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak mau berurusan dengan dirinya, tetapi dengan anak Mochtar Riady. Namun, saat itu Tahir bersikukuh bahwa dirinya juga merupakan keluarga Riady dan akan bertanggung jawab terhadap masalah yang diakibatkan iparnya itu.

“Saya bilang ke mereka bahwa saya akan bertanggung jawab terhadap masalah ini dan rela mati demi ayah mertua saya. Rupanya pemimpin gangster itu menghargai apa yang saya katakan. Negosiasi pun berlanjut dan akhirnya mereka membiarkan saya membayar setengah dari utang kepada mereka,” terang Tahir.

Tak hanya itu, lanjut Tahir, ancaman mendesak juga datang dari Perth, Australia. Gangster tersebut menelepon dan mengancam Mochtar Riady dan akhirnya mengatur pertemuan di Jakarta. Tahir pun akhirnya kembali mempersiapkan diri untuk bertemu dengan mereka.

“Akhirnya mereka datang dan saya bertemu mereka di sebuah hotel. Saya pikir itu akan menjadi pertemuan yang damai. Ternyata saya salah. Mereka menculik saya dan mengurung saya dikamar hotel semalam. Saya tidak bisa pergi atau melakukan apa pun untuk membebaskan diri,” ujar Tahir.

Dikatakan Tahir, berhadapan dengan gerombolan gangster yang menakutkan hampir membuat dirinya kehilangan nyali. Namun, ia tetap tegar dan berusaha keras untuk negosiasi dengan mereka.

Di tengah-tengah negosiasi tersebut, kata Tahir, pihak gangster tersebut pun tak pelak bersikap kasar terhadapnya. Mereka tak segan membentak Tahir dengan tatapan menakutkan. Namun, yang bisa dilakukan Tahir saat itu hanya tetap duduk dengan tenang sambil mengangkat kepala.

“Saya tidak menunjukkan rasa takut kepada mereka. Mungkin ada rasa takut yang terpendam dalam benak saya yang saya singkirkan sambil mengingat tugas terpenting yang harus saya lakukan, yaitu menyelesaikan masalah dan menenangkan Pak Mochtar,” terang Tahir.

Menurutnya, saat itu dirinya mengalami negosiasi yang cukup sulit.Selama proses berlangsung, Tahir harus menahan suara-suara menakutkan dan ancaman. Tahir mengatakan, hidupnya saat itu sepenuhnya bergantung pada belas kasihan gangster.

“Saya tidak tahu kekuatan apa yang ada dalam diri saya saat itu. Saya cuma duduk dengan sangat tenang. Pikiran saya dipenuhi dengan gambaran istri dan anak-anak saya, ibu dan saudara perempuan saya,” ujar Tahir.

“Untuk sesaat, saya memiliki gagasan bahwa jika saya kehilangan nyawa saya pada hari itu, saya akan mati sebagai orang yang terhormat. Saya akan kehilangan nyawa saya untuk membela satu-satunya orang yang penting dalam hidup saya, ayah mertua saya,” sambung Tahir.

Namun, karena negosiasi saat itu tetap tidak berjalan dengan baik, kata Tahir, dirinya pun akhirnya mulai memohon dan berjanji bahwa ia akan melunasi seluruh utang dengan cara mencicil.

“Saat itu saya bilang ke mereka, ‘Kau pegang kata-kataku. Hidupku dipertaruhkan’. Saya pun menatap mereka tanpa rasa takut. Dan, akhirnya mereka membebaskan saya. Rupanya mereka mengagumi keberanian saya untuk datang menemui mereka sendirian tanpa ditemani. Salah satu gangster menyatakan ketidakpercayaannya pada tekad saya yang teguh dalam membela saudara ipar saya,” beber Tahir.

Akhirnya, kata Tahir, masalah itu punselesai tanpa kekerasan dan tidak lagi menimbulkan ancaman bagi Mochtar Riady dan seluruh keluarganya. Menurutnya, hal itu sangat melegakan keluarga Riady seluruhnya.

“Selang dari masalah itu, Pak Mochtar pun dapat hidup tenang kembali. Suatu hari ia menepuk bahu saya dan mengatakan ‘Terima kasih, Tahir. Anda telah membela keluarga saya.’,” tandas Tahir.

Baca Juga: Ketika Tahir Tegas Mengoreksi Pernyataan Mochtar Riady