Menanggapi berbagai isu yang beredar di ruang publik terkait kondisi industri tekstil dan garmen nasional, para pelaku usaha melaui Asosiasi Garment dan Textile Indonesia atau AGTI menegaskan, sektor ini tetap berkomitmen menjaga daya saing global, keberlanjutan lapangan kerja, dan kontribusi terhadap ekspor nasional di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika kebijakan perdagangan internasional.
Ketua Asosiasi Garment dan Textile Indonesia dan perwakilan pengusaha, Anne Patricia Sutanto, menyampaikan bahwa meskipun industri menghadapi tekanan dari peningkatan impor dan fluktuasi permintaan global, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia tetap menjadi salah satu kontributor terbesar bagi ekspor nonmigas nasional dengan nilai mencapai USD11.9 miliar tahun 2024.
Baca Juga: Sequis Life dan Bank Victoria Hadirkan Proteksi Finansial Lewat Tiga Produk Asuransi Unggulan
“Kami ingin menegaskan bahwa industri tekstil Indonesia bukan sedang melemah, tetapi sedang beradaptasi. Kami terus berinvestasi dalam efisiensi energi, digitalisasi, dan sustainability untuk memastikan daya saing produk Indonesia di pasar global tetap kuat,” ujar Anne dalam keterangannya, Senin (27/10/2025).
Selain berorientasi ekspor, sektor ini juga menjadi penopang penting ekonomi daerah dengan menyerap jutaan tenaga kerja, terutama di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Oleh karena itu, pengusaha menilai pentingnya dukungan kebijakan pemerintah yang seimbang antara melindungi industri dalam negeri dan membuka pasar global.
“Kita meyakini, dengan peningkatan daya saing baik dari sisi SDM, teknologi, energi dan rantai pasok, industri garmen dan tekstil Nasional mampu bertahan bahkan ketika tidak ada kebijakan over protective yang tidak selamanya menguntungkan semua pihak. Ini memang bukan pekerjaan ringan dan bisa dikerjakan orang segelintir pihak, tapi perlu kerja gotong royong dan rasa nasionalme yang tinggi berlandaskan asas Pancasila. Fokus kami adalah menjaga produktivitas dan keberlanjutan industri nasional,” lanjutnya.
Sementara itu, asosiasi industri menilai bahwa narasi yang menampilkan industri tekstil Indonesia seolah tidak mampu bersaing secara global tidak sepenuhnya mencerminkan realita di lapangan. Banyak perusahaan garmen nasional justru telah menjadi mitra utama bagi merek-merek global ternama dan memenuhi standar ketat internasional.
Terkait adanya isu impor ilegal dan oknum nya, Anne Patricia meminta sebaiknya pihak yang menuduh bisa memberikan bukti langsung kepada pihak berwajib. Dengan demikian, persoalan tersebut bisa segera ditangani dan meredakan kegaduhan seolah sektor garmen dan tekstil di Indonesia sulit maju.
Dengan dukungan kebijakan fiskal dan industri yang tepat, pengusaha yakin bahwa sektor TPT Indonesia dapat menjadi motor pertumbuhan hijau (green growth) yang mendorong ekspor berkelanjutan dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok dan peningkatan daya saing lokal dan global.
“Kami percaya, masa depan industri tekstil Indonesia adalah masa depan yang berkelanjutan, inovatif, dan inklusif. Tantangan yang ada hari ini menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi antara pelaku usaha, pemerintah, dan masyarakat,” tutup pernyataan tersebut.