Langgar Aturan Rangkap Jabatan
Di tengah gentingnya permasalahan yang ada, Suryo Utomo justru diangkat menjadi Komisaris Utama BUMN. Di mana, rangkap jabatan seperti Suryo Utomo ini dinilai telah melanggar aturan yang berlaku.
Menukil dari pemberitaan Kompas, Jabatan rangkap yang dipegang Suryo Utomo bertentangan dengan UU BUMN No. 1/2025. Dalam Pasal 27B, disebutkan bahwa komisaris BUMN dilarang merangkap jabatan di direksi, dewan komisaris, atau dewan pengawas BUMN lain, anak usaha BUMN, badan usaha milik daerah, maupun posisi lain yang bertentangan dengan regulasi.
Dengan demikian, penunjukan Suryo sebagai Komisaris Utama BTN, sementara ia masih menjabat sebagai Komisaris PT SMI, jelas melanggar aturan tersebut. Pilihannya kini hanya dua, tetap sebagai Komisaris Utama BTN dan mundur dari PT SMI, atau sebaliknya.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, turut menyoroti perihal ditunjuknya Suryo sebagai Komisaris Utama Bank BTN. Menurutnya, hal ini dapat menciptakan konflik kepentingan, mengingat BTN adalah wajib pajak yang harus memenuhi kewajiban pajaknya.
"Dengan demikian, ada konflik kepentingan. BTN merupakan badan wajib pajak yang harus memenuhi kewajiban pajaknya. Hal demikian sangat tidak etis bagi seorang pejabat publik, karena konflik kepentingan tersebut," ujarnya seperti dikutip dari laman Inilah.com.
“Untuk itu, berdasarkan pertimbangan di atas, sudah sangat wajar agar Menkeu mengganti DJP 1 dengan sosok yang lebih kompeten,” sambungnya.
Lantas, bagaimana dengan rangkap jabatan antara Dirjen Pajak dan Komisaris Utama?
Masih mengutip dari laman Kompas, Undang-undang No. 1/2025 memang tidak mengatur secara spesifik soal ini. Meski begitu, rangkap jabatan ini dinilai bertentangan dengan prinsip “kemandirian” dalam Pasal 1A ayat 2 huruf e. Prinsip ini menekankan bahwa pengelolaan BUMN harus bebas dari benturan kepentingan serta tekanan yang bertentangan dengan tata kelola yang sehat.
Selain itu, dengan rangkap jabatan yang saat ini dieman Suryo Utomo, dikhawatirkan memicu benturan kepentingan, mengingat posisi yang diemban saat ini memiliki tugas yang sangat berbeda.
Sebagai Dirjen Pajak, Suryo Utomo bertugas untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari perusahaan, termasuk BTN dan PT SMI. Sementara sebagai Komisaris, ia justru harus mengupayakan efisiensi keuangan perusahaan, termasuk menekan pembayaran pajak agar laba meningkat.
Situasi ini tentunya menempatkan Suryo dalam dilema kepentingan. Maka, pilihannya jelas. Bertahan sebagai Dirjen Pajak dan mundur dari jabatan Komisaris di BUMN, atau sebaliknya