AI dan Kerentanan Manusia
Dimensi kemanusiaan dalam penggunaan AI menjadi perhatian Profesor Hamdi Muluk dari Universitas Indonesia. Ia mengingatkan bahwa AI tidak hanya merefleksikan kecerdasan manusia, tetapi juga kerentanannya.
Ia mencontohkan fenomena anak muda yang mencari dukungan emosional dari sistem AI, yang dalam beberapa kasus berujung fatal akibat kesalahan interpretasi atau halusinasi AI.
“Kehidupan offline tetap penting, demikian pula interaksi langsung. Universitas harus berinvestasi pada penguatan ketahanan manusia melalui komunitas kampus, sistem dukungan sebaya, pelayanan masyarakat, dan program kesehatan mental,” ujarnya.
Menurutnya, tantangan terbesar pendidikan tinggi bukan hanya mencetak lulusan yang cerdas secara teknis, tetapi juga bijaksana dalam menggunakan teknologi.
“Kita harus membekali mahasiswa dengan kebijaksanaan. Dan kebijaksanaan bukan sesuatu yang bisa diberikan AI,” tegas Profesor Hamdi.
Selain sektor pendidikan, NIF Jakarta juga mengulas peran AI dalam dunia kewirausahaan melalui panel bertajuk “Ask Me Anything: Building Impactful Start-ups in an Uncertain World in the Age of AI.”
Panel ini menghadirkan para pendiri startup dari berbagai sektor, mulai dari bioteknologi, media teknologi, hingga Internet of Things (IoT) industri.
Hadir sebagai pembicara antara lain Adi Reza Nugroho (Co-founder & CEO MYCL), David Setiawan Suwarto (Chairperson NUS Alumni Network Jakarta sekaligus Direktur PT SCM Tbk, CEO Sinemart dan MOJI), serta Pang Xue Kai (Co-founder & CEO ForU AI). Diskusi dimoderatori oleh Danial Talib dari PIER71™.
Para pembicara berbagi pengalaman tentang pentingnya membangun kepercayaan pengguna, menjaga ketahanan bisnis di tengah ketidakpastian global, serta memanfaatkan AI untuk mempercepat kreativitas dan solusi bagi masalah manusia, bukan untuk menggantikannya.
Pada kesempatan ini, NUS Enterprise juga menyoroti ekspansi jaringan BLOCK71 yang kini telah hadir di 11 kota di dunia, termasuk Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, dengan tujuan menghubungkan para founder dengan mentor, investor, dan pasar internasional.
Keseluruhan diskusi dalam NIF Jakarta menunjukkan bahwa Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tidak hanya beradaptasi terhadap gelombang AI, tetapi juga berperan aktif dalam membentuk arah perkembangannya.
NIF Jakarta melanjutkan rangkaian forum sebelumnya yang telah digelar di Manila, San Francisco, Suzhou, Beijing, Shanghai, dan Tokyo, yang masing-masing menyoroti peran inovasi dalam mendorong kemajuan ekonomi dan sosial lintas kawasan.
Melalui forum ini, NUS bersama mitra-mitra regional menegaskan komitmennya untuk menjadikan pendidikan tinggi sebagai motor utama transformasi di era kecerdasan buatan—bukan hanya mencetak talenta unggul, tetapi juga manusia yang bijak dan berdaya saing global.
Baca Juga: Benarkah Kecerdasan Buatan Bakal Gantikan Peran Manusia?