Pembahasan mengenai pengolahan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) yang dapat dimanfaatkan sebagai solusi mitigasi perubahan iklim akan menjadi salah satu materi menarik. Dalam Konferensi Internasional Kelapa Sawit dan Lingkungan (International Conference of Oil Palm and Environment/ICOPE) 2025 yang akan digelar di Bali pada 12-14 Februari 2025 itu akan diungkap lebih mendalam oleh para ahlinya.
Co-Chairman ICOPE 2025, Haskarlianus Pasang, yang juga menjabat sebagai Head of Operations Sustainability Division di Sinar Mas Agribusiness and Food, menyoroti pentingnya pemanfaatan POME sawit. Menurutnya, meskipun selama ini limbah tersebut kerap dianggap sebagai pencemar, POME justru memiliki potensi besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) jika dikelola dengan baik.
“Di industri sawit, POME memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. Karena itulah, ICOPE 2025 akan mengupas tuntas bagaimana pemanfaatan POME dapat membantu mengurangi dampak lingkungan,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Baca Juga: Konferensi Internasional ICOPE 2025 Soroti Keberlanjutan Industri Kelapa Sawit
Haskar menegaskan bahwa pemahaman yang lebih seimbang tentang POME sangat diperlukan agar dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam strategi mitigasi perubahan iklim. Berbagai pilihan teknologi pengolahan limbah ini juga akan dipresentasikan dalam konferensi tersebut. Salah satu manfaat utama POME adalah perannya dalam pengurangan emisi GRK dan mendukung transisi menuju pertanian berkelanjutan.
“Selain manfaat finansial, pemanfaatan POME juga berkontribusi dalam mencegah pelepasan emisi GRK. Pemerintah Indonesia memiliki komitmen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), dan dalam ICOPE 2025 kita akan mendiskusikan bagaimana pemanfaatan POME dapat membantu pencapaian target tersebut,” jelas Haskar.
Konferensi ini mendapat dukungan dari Sinar Mas Agribusiness and Food, the Agricultural Centre for International Development (CIRAD), dan WWF-Indonesia. Fokus utama ICOPE 2025 meliputi transformasi agronomi, aspek sosial, dan pertimbangan keuangan dalam industri sawit untuk mencapai keberlanjutan dan mitigasi perubahan iklim. Jean-Pierre Caliman, Chairman ICOPE 2025, menyatakan bahwa tuntutan keberlanjutan semakin kuat, tidak hanya dari organisasi non-pemerintah (NGO) tetapi juga dari konsumen dunia. Oleh karena itu, konferensi tahun ini mengusung tema Transformasi Agro-Ekologi Kelapa Sawit: Menuju Pertanian yang Ramah Iklim dan Lingkungan.
Baca Juga: Kembali Digelar, ICOPE 2025 Fokus Transformasi Agro-Ekologis Kelapa Sawit
“Industri sawit kini memasuki era baru, dengan tuntutan keberlanjutan yang datang dari berbagai pihak, termasuk konsumen di Indonesia. Oleh karena itu, semua pemangku kepentingan—pemerintah, sektor swasta, dan NGO—akan bersama-sama merumuskan solusi berbasis riset ilmiah untuk mengurangi dampak perubahan iklim,” ujar Caliman.
Selama tiga hari konferensi, berbagai sesi ilmiah dan teknis akan membahas tantangan dan peluang dalam industri sawit, terutama dalam mitigasi perubahan iklim. Beberapa topik utama meliputi pencapaian emisi nol bersih, keanekaragaman hayati dalam industri sawit, transformasi agro-ekologis dalam budidaya sawit, serta pendidikan agronomi bagi petani kecil dan perkebunan besar.
ICOPE, yang rutin digelar setiap dua tahun sejak 2007, sempat terhenti akibat pandemi COVID-19. Tahun ini, ICOPE ke-7 diharapkan memberikan wawasan ilmiah yang dapat diimplementasikan guna mendukung industri sawit dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Baca Juga: Kontribusi Industri Sawit dalam Pencapaian SDGs Lingkungan dan Kemitraan Global
Konferensi ini juga akan membahas komitmen berbagai pihak terhadap agroekologi, regulasi pengelolaan ekosistem, inovasi, serta pemberdayaan petani sawit. Dalam konferensi pers yang berlangsung di Jakarta, turut hadir Direktur Sinar Mas Agribusiness and Food, Agus Purnomo, serta Direktur Program Climate & Market Transformation WWF-Indonesia, Irfan Bakhtiar.