Pemerintah akan meluncurkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis baru pada 1 September 2024 mendatang. Peluncuran tersebut dilakukan sebagai upaya mengurangi polusi udara karena adanya pengurangan kandungan sulfur pada BBM terbaru nanti.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, peluncuran produk BBM rendah sulfur dilakukan sesuai dengan standar Euro 4. Selama ini, BBM yang beredar di Tanah Air masih mengandung sulfur hingga 500 part per million (ppm). Sementara itu, mengacu standar setara Euro IV, kandungan sulfur dalam BBM berada di tingkat 50 ppm, serta di bawah 50 ppm sesuai standar Euro V.
Baca Juga: Mulai 17 Agustus 2024 Pembelian BBM Subsidi akan Dibatasi, Ini Penjelasan Luhut
"Kalau (BBM standar) Euro 4 itu harus rendah sulfur, dan tanggalnya bukan tanggal 17 (Agustus)," ungkap Airlangga beberapa waktu yang lalu.
Pembuatan BBM baru rendah sulfur tersebut dilakukan dengan mencampur bauran bahan bakar nabati atau BBN. "Akan ditambahkan pencampur yang memang bisa mengurangi sulfur konten. Kalau sekarang BBM yang beredar masih 500 ppm-an, standar Euro V sudah harus di bawah 50 ppm," jelas Menteri ESDM, Arifin Tasrif.
Sementara itu, belum ada kepastian mengenai harga yang akan dikenakan untuk BBM terbaru tersebut. Hanya saja, jelas Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, makin rendah sulfur yang terkandung dalam BBM, harga keekonomiannya akan lebih tinggi, sesuai dengan kualitasnya.
"Pemerintah berkeinginan menyediakan BBM yang makin bersih. Dengan begitu, pemerintah juga akan memastikan dari sisi suplainya serta kemampuan masyarakat untuk membelinya," tambahnya.
Luhut Pastikan Bukan Jenis Baru
Sementara itu, dalam kesempatan pada 25 Juli 2024 lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan tidak ada peluncuran BBM jenis baru. Menurutnya, pemerintah hanya akan meningkatkan kualitas BBM yang sudah ada saat ini.
"Nggak ada BBM baru, masih sama, tapi dengan kualitas yang lebih bagus, Euro IV, Euro V. Kita mau standar ke situ," ungkapnya.
Sejauh ini, ada dua opsi yang akan ditempuh pemerintah untuk meningkatkan kualitas BBM. Luhut menjelaskan, opsi tersebut adalah lewat produk ramah lingkungan bioetanol atau penyesuaian pengelolaan kilang untuk produksi BBM sulfur rendah.
"Pilihannya bioetanol atau nanti kilang Pertamina di-refurbished sehingga nanti mereka memproduksi bensin yang low sulfur. Artinya, refinery-nya harus diperbaiki karena refinery Indonesia itu lama jadi harus ada penyesuaian sana-sini," jelasnya.
Hal tersebut akan menambah beban produksi sehingga kemungkinan akan ada kenaikan harga untuk BBM nonsubsidi. Luhut memastikan, kenaikan itu akan dilakukan bertahap sehingga tak membebani masyarakat.
Tak Ada Pembatasan Penyaluran BBM Bersubsidi
Ditegaskan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, peluncuran BBM baru pada September mendatang tidak akan memengaruhi penyaluran BBM bersubsidi seperti Pertalite. Dia menegaskan, pemerintah akan mulai melakukan sosialisasi penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran pada 1 September 2024.
"Iya (September), jadi saya minta untuk sosialisasi dulu. Tidak ada pembatasan BBM, sosialisasi agar tepat sasaran," ujarnya.
Keputusan tersebut, menurutnya, merupakan hasil rapat koordinasi antarmenteri, yakni dengan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Wahyu Sakti Trenggono; Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki; serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, pada rapat koordinasi Selasa (16/7/2024) siang. Sementara, saat ini tengah dipersiapkan skenario-skenario penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran.
Hasil rapat koordinasi tersebut akan disampaikan terlebih dahulu ke Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), sambil menekankan tidak ada pembatasan penyaluran BBM. "Kami sedang mempersiapkan skenario yang nantinya akan dilaporkan dulu ke Pak Presiden. Ini skenario terkait dengan program, tapi tidak ada pembatasan," tutupnya.
Diproduksi di Kilang Balongan
Sebagai langkah awal, BBM baru rendah sulfur yang sudah diproduksi akan dijual di 3 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta terlebih dahulu. Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Aditiyawarman, mengonfirmasi hal tersebut.
"Dipasarkan di 3 SPBU dulu di Jakarta. Ambil dari Balongan (kilang) karena sudah bisa ultra low sulphur," jelas Taufik.
Baca Juga: Memasuki Puncak Arus Balik Idulfitri 2024, Pertamina Patra Niaga Pastikan Ketersediaan BBM
Pertamina, tegas Taufik, siap menghadirkan produk BBM baru yang rendah sulfur. Kilang milik Pertamina bisa memproduksi sebanyak 900 ribu barel per bulan untuk spesifikasi BBM dengan sulfur 50 ppm. Yang jelas, produk BBM baru yang akan diluncurkan adalah 'diesel', bukan sejenis BBM bensin.
Respons Pengamat
Rencana peluncuran BBM baru dengan kandungan rendah sulfur yang dicanangkan pemerintah itu rupanya mendapat tanggapan kritis dari ekonom senior INDEF, Faisal Basri. Dirinya mengaku belum memahami tujuan pemerintah dalam pembuatan BBM jenis baru ini.
"Menyelesaikan masalah dengan menciptakan lebih banyak masalah baru. Kayak dulu premium dibunuh muncul Pertalite, Pertalite mau dibunuh, muncul macam yang saya ga tahu," kata Faisal belum lama ini.
Menurut pengamatannya, rencana tersebut hanyalah jalan pintas yang diambil pemerintah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan BBM. Ketua Tim Tata Kelola Migas pada 2014-2015 tersebut mengatakan, pemerintah hanya perlu merevitalisasi kilang jika ingin mengurangi kadar sulfur, bukannya mencampur-campur BBM yang sudah ada.
"Kalau ingin mengurangi sulfur, ada namanya revitalisasi kilang. Masa sih karena standar kita sulfurnya tinggi, kita beli yang sulfurnya rendah terus kita campur?" kata Faisal.