Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti menilai, kondisi daya beli atau konsumsi masyarakat yang rendah itulah akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Mengingat, konsumsi masyarakat sendiri berkontribusi sekira 53 persen dari pertumbuhan ekonomi.
Esther menilai, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen sebaiknya dilakukan saat pertumbuhan ekonomi sedang kuat. Jika tarif pajak dinaikkan ketika ekonomi sedang stagnan, ini bisa berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Tax revenue itu teorinya kalau pertumbuhan ekonomi tinggi tax revenue tinggi. Ini kalau tarif pajak ditingkatkan, itu melemahkan pertumbuhan ekonomi artinya tax revenue-nya lebih sedikit. Jadi harus tumbuh dulu ekonominya baru tax revenue lebih meningkat,” ujar Esther.
Senada dengan Esther, Ekonom Center of Macroeconomics & Finance Indef Abdul Manap Pulungan juga menilai, rencana kenaikan pajak ini juga bisa berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.
Kelompok transportasi dan komunikasi, restoran, hingga hotel diprediksi akan menjadi komponen yang paling terdampak dengan adanya kenaikan PPN nantinya. Abdul khawatir, imbas tarif PPN yang naik satu persen membuat masyarakat menahan untuk plesiran.
"Ini khawatirnya ketika PPN itu naik, orang-orang cenderung menahan plesiran, yang pada akhirnya menyebabkan sektor-sektor konsumsi yang bukan kebutuhan pokok itu menurun," ujar Abdul dikutip dari laman Antara.
Baca Juga: Menko Airlangga: Proyek Giant Sea Wall untuk Selamatkan Pantura
Abdul juga menilai, kenaikan tarif PPN ini juga memiliki potensi bisa berdampak terhadap laju inflasi. Meskipun ada beberapa komoditas seperti beras, jagung, dan sagu yang tidak dikenakan PPN, Abdul berpendapat, harga-harga komoditas tersebut belum tentu akan tetap stabil di pasar.
“Penjual itu akan reaktif ketika terjadi kenaikan PPN. Mereka tidak peduli, apakah komoditas yang dinyatakan tidak naik itu justru mereka naik, apalagi di pasar tradisional yang tidak terpantau,” tambahnya.
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah, turut mewanti-wanti pemerintah untuk berhati-hati dan membuat kajian yang matang atas rencana kebijakan naiknya tarif PPN menjadi 12 persen.
Menukil dari laman resmi DPR RI, meski kenaikan tarif PPN akan memberi dampak baik terhadap pendapatan negara, Said juga menilai bahwa kebijakan tersebut dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional sekira 0,12 persen.
Selain itu, Said juga menilai adanya potensi upah minimal akan anjlok, dan pemerintah akan menghadapi banyak risiko ekonomi di tengah ketidakpastian global.
“Pada tahun 2022 lalu pemerintah telah menaikkan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen. Dalam waktu tak berselang lama, PPN akan dinaikkan lagi, saya kira ini jalan pintas untuk menaikkan perpajakan, tidak kreatif, bahkan akan berdampak luas membebani rakyat,” ujar Said.
Sebab itu, Said menilai pemerintah harus berhati-hati atas rencana kebijakan tersebut.