Nama Zainal Arifin Mochtar mungkin sudah tak asing lagi bagi masyarakat Tanah Air. Sosoknya sempat mencuri perhatian publik seiring dengan penayangan film Dirty Vote, film dokumenter yang menyuguhkan cerita tentang dugaan kecurangan pemilihan presiden (Pilpres) 2024 lalu. munculnya film dokumenter Dirty Vote.

Bersama dua pakar hukum tata negara lainnya, Feri Amsari dan Bivitri Susanti, Zainal Arifin begitu kental menyoroti adanya instrumen kekuasaan untuk curangi pemilu. Buka hanya sekadar menjadi sorotan, berbagai teror dan ancaman pun didapatkan Zainal imbas film yang ‘dibintanginya’ itu.

Lantas, seperti apa sosok Zainal Arifin Mochtar? Dan bagaimana sepak terjang kariernya sebagai pakar hukum tata negara? Berikut Olenka rangkum dari pelbagai sumber sejumlah informasi terkait, Senin (21/4/2025).

Baca Juga: Mengenal Sosok Edward Tirtanata, Pemilik Kopi Kenangan yang Punya Ratusan Gerai di Indonesia

Profil dan Latar Belakang Pendidikan

Zainal Arifin Mochtar merupakan seorang Pakar Hukum Tata Negara yang merupakan lulusan Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2003. Pria kelahiran Ujung Pandang, 8 Desember 1978 itu memiliki latar belakang pendidikan yang cemerlang.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di ‘Kampus Biru’ itu, Zainal Arifin kembali melanjutkan pendidikan S2 Hukum di Northwestern University dan menuntaskannya pada 2006. Seakan belum cukup, ia kembali melanjutkan studi S3 Ilmu Hukum pada 2012 di kampus asalnya, UGM. 

Bukan hanya pendidikan formal, pria yang karib disapa Mas Uceng ini juga turut menimba ilmu dengan terlibat di berbagai program kursus. Di antaranya adalah program Summer School Administrative Law, Universitas Gadjah Mada-Maastricht University, Belanda pada tahun 2006; serta Summer School American Legal System, di Georgetown Law School, Washington, Amerika Serikat.

Anak Ulama Besar

Bukan dari kalangan sembarang, Zainal Arifin Mochtar kabarnya adalah putra dari ulama besar di Tanah Mandar. Dalam sejumlah sumber disebutkan, Zainal Arifin tak lain adalah anak dari KH Mochtar Husein.

Mengutip dari pemberitaan Bangkapos.com, KH Mochtar Husein adalah pendiri Pondok Pesantren Nuhiyah Pambusuang di Polewali Mandar, Sumatera Barat. Ulama yang sangat produktif dalam menulis ini juga aktif di bidang organisasi keagamaan, seperti di Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan hingga menjadi ketua MUI Sulsel.

Semasa hidupnya, ayah Zainal Arifin ini sangat aktif mengkaji ilmu-ilmu keislaman, khususnya di bidang tafsir. KH Mochtar Husein telah menghembuskan nafas terakhirnya pada 7 Oktober 2017 lalu.

Kecerdasan dan sikap tegas yang dimiliki Zainal Arifin, tampaknya diturunkan dari mendiang sang ayah, seorang ulama yang dikenal dengan julukan ‘singa podium’.

Baca Juga: Mengenal Sosok dan Profil Yusuf Saadudin, Dirut Baru Bank BJB

Sepak Terjang Karier Zainal Arifin Mochtar

Zainal Arifin Mochtar mengawali karier sebagai dosen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada 2014. Ia juga aktif di sejumlah organisasi atau kegiatan anti-korupsi. Di antaranya adalah menjadi anggota Tim Task Force Penyusunan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2007, Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT), anggota Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan periode 2015-2017, hingga anggota Komisaris PT Pertamina EP periode 2016-2019. 

Zainal Arifin juga dipercaya menjadi anggota Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM pada 2022. Sementara posisi terbarunya  saat ini adalah sebagai Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan periode 2023-2026.

Sebagai seorang aktivis anti-korupsi, Zainal Arifin kerap kali dimintai komentar atau pendapatnya oleh media massa. Bahkan, pria kelahiran 8 Desember 1978 ini kerap di televisi dan banyak program politik dan hukum, seperti Indonesia Lawyers Club.  Bukan hanya itu, ia juga pernah menjadi moderator dalam debat capres dan cawapres pada pilpres 2014 silam.

Sekitar November 2023 lalu, Zainal Arifin Mochtar juga sempat menyita atensi publik saat ia dan Denny Indrayana meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan sidang ulang terkait batas usia Capres-Cawapres, yang dalam permohonannya mereka meminta MK membuat putusan.