Nama I Wayan Koster selalu muncul ketika publik membicarakan arah kebijakan Bali, terutama dalam isu budaya, pariwisata, dan lingkungan. Di balik sosoknya sebagai gubernur dua periode, terdapat perjalanan panjang yang jauh dari kata instan.

Mengolah informasi dari berbagai sumber, berikut profil dan jejak panjang karier Wayan Koster: 

Dari Sembiran ke Bandung

Koster lahir di Desa Sembiran, Tejakula, Buleleng, pada 20 Oktober 1962. Di desa kecil yang jauh dari pusat keramaian Bali itulah ia menghabiskan masa kanak-kanak dan menyelesaikan pendidikan dasar hingga SMA. Ketekunannya membawa ia merantau ke Bandung dan masuk Institut Teknologi Bandung (ITB), tempat ia memilih matematika sebagai bidang studi.

Baca Juga: Mengenal Sosok Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda

Lulus pada 1987, ia melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan meraih gelar magister manajemen pada 1995 serta gelar doktor dari Universitas Negeri Jakarta pada 1999. Pilihan studinya menunjukkan karakter Koster: tekun, sistematis, dan selalu ingin memahami persoalan dari akar.

Setelah kuliah, ia bekerja sebagai peneliti di Balitbang Depdikbud (1988–1995) dan menjadi dosen di berbagai perguruan tinggi. Dunia pendidikan membentuknya sebelum terjun sepenuhnya ke dunia politik.

Di luar dunia akademik, Koster aktif membangun jaringan di komunitas Hindu melalui PERADAH Indonesia dan Prajaniti Hindu Indonesia. Kegiatan ini menjadi jembatan awal menuju politik praktis, sekaligus memperkenalkan Koster pada isu-isu identitas dan kultur Bali.

Memasuki Dunia Politik

Pada awal 2000-an, ia bergabung dengan PDI Perjuangan dan bekerja sebagai staf ahli fraksi. Dari sini langkah politiknya mulai terbangun.

Baca Juga: Mengenal Sosok Fauzi Bowo, dari Gubernur Jakarta ke Panggung Diplomasi Dunia

Koster pertama kali masuk DPR RI pada 2004. Basis dukungannya kuat, terbukti dari jumlah suara yang ia raih di setiap pemilu. Pada Pileg 2014, ia memperoleh 260.342 suara—terbanyak di Bali dan salah satu yang tertinggi secara nasional.

Kariernya di Senayan ditandai dengan keterlibatan di sejumlah komisi, terutama Komisi X dan Komisi V. Ia dikenal vokal dalam isu pendidikan, desa adat, dan kebijakan politik yang menyangkut struktur parlemen.

Namun, masa ini juga menjadi periode penuh ujian. Koster beberapa kali dipanggil KPK sebagai saksi dalam berbagai kasus, mulai dari proyek pembangunan universitas hingga perkara Hambalang. Meski tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka, rentetan pemeriksaan itu menjadikannya salah satu politisi yang kerap berada di bawah radar publik.

Gubernur Bali 2018–2023

Pada 2018, Koster mundur dari DPR dan maju dalam Pilgub Bali. Bersama Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, ia menang dengan perolehan suara signifikan. Di periode pertamanya, Koster menggulirkan sejumlah kebijakan yang menegaskan arah kepemimpinannya:

  • Kewajiban pakaian adat Bali dan penggunaan kain endek,
  • Larangan plastik sekali pakai,
  • Kebijakan penataan perilaku wisatawan asing,
  • Sikap terhadap rencana pembangunan Bandara Bali Utara.

Koster dikenal sebagai pemimpin yang mengandalkan regulasi sebagai instrumen utama. Kebijakan-kebijakannya sering memicu diskusi publik, tetapi juga menunjukkan konsistensinya dalam menjaga identitas Bali dan memperbaiki persoalan lingkungan.

Baca Juga: Sosok dan Perjalanan Karier Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi

Dua Periode 

Pada Pilgub 2024, Koster kembali maju, kali ini menggandeng Bupati Badung dua periode I Nyoman Giri Prasta. Duet dengan basis politik kuat ini memenangkan lebih dari 61 persen suara. Keduanya dilantik pada 20 Februari 2025.

Begitu menjabat, Koster bergerak cepat. Dalam waktu singkat ia melahirkan 15 regulasi baru yang mencakup kebijakan desa, pariwisata, ketertiban, hingga lingkungan.

Baca Juga: Jejak Langkah Thomas Djiwandono, Anak Eks Gubernur BI yang Kini Jadi Wakil Menteri Keuangan

Beberapa kebijakannya di periode kedua ini yang mencuri perhatian publik, di antaranya:

Proyek Tol Gilimanuk–Mengwi

Meski tidak masuk PSN, Koster menegaskan proyek tol pertama di Bali tetap berjalan. Ia melihatnya sebagai kunci konektivitas dan pemerataan ekonomi.

Program Empat Anak

Untuk menjaga keberlangsungan nama-nama tradisional seperti Komang, Nyoman, dan Ketut, ia meluncurkan insentif bagi anak ketiga dan keempat yang menggunakan nama tersebut.

Baca Juga: Gubernur Pramono Resmi Umumkan Call Name Baru Bank DKI

Tata aturan baru turis asing

Mulai dari kewajiban berpakaian sopan hingga pembayaran menggunakan QRIS, Koster memperketat aturan wisatawan demi menciptakan pariwisata yang lebih tertib.

Wajib pelat DK untuk transportasi

Kebijakan ini mewajibkan seluruh transportasi online maupun konvensional menggunakan pelat Bali dan KTP Bali.

Larangan produksi air minum kemasan plastik di bawah 1 liter

Melalui SE 09/2025, Koster memperkuat upaya pengurangan sampah plastik. Ia mendorong produsen beralih ke kemasan yang lebih ramah lingkungan, seperti botol kaca.

Setiap kebijakan memperlihatkan pola yang sama, keberanian mengambil langkah tegas, bahkan jika tidak selalu populer.

Kehidupan Pribadi

Koster menikahi Ni Luh Putri Suastini pada 1999. Pasangan ini dikaruniai dua putri, Ni Putu Dhita Pertiwi dan Ni Made Wibhuti Bhawani. Kehidupan keluarga ini kerap tampil dalam acara kebudayaan, mencerminkan kedekatan Koster dengan isu seni dan budaya lokal.

Dalam perjalanan kariernya, Wayan Koster tampil sebagai tokoh dengan pandangan kuat mengenai identitas dan tata kelola Bali. Ia membawa latar belakang akademis, semangat komunitas Hindu, dan keterampilan berpolitik ke dalam jabatan publik.