Ketika berbicara tentang merek jamu tradisional di Tanah Air, mungkin Growthmates sudah tak asing dengan Jamu Cap Nyonya Meneer, bukan? Sayangnya, setelah 98 tahun berlayar, PT Nyonya Meneer yang menaungi merek jamu populer itu dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada 2017 lantaran dinilai tidak menunaikan kewajibannya.
Nyonya Meneer adalah sosok wanita di balik kesuksesan PT Nyonya Meneer. Namanya melambung di industri jamu tradisional berkat racikan-racikan khas yang melekat dengan merek legendaris miliknya yang sudah dirintis sejak 1919 di Semarang, Jawa Tengah.
Masa Kecil Nyonya Meneer
Ada kisah unik di balik nama Menir yang mengikuti penulisan Belanda jadi Meneer. Nyonya Meneer adalah keturunan Tionghoa yang lahir di Sidoarjo, Jawa Timur pada 1985 dengan nama Lauw Ping Nio. Adapun nama Meneer diberikan lantaran sang ibu yang kerap mengidam beras menir ketika mengandung putrinya itu.
Baca Juga: 10 Nama Perempuan yang Abadi dalam Brand Besutannya Sendiri
Mengutip dari laman CNBC Indonesia, Meneer kecil mendapat banyak pendidikan mengenai rumah tangga dari sang ibu, termasuk diberikan tugas untuk merawat tanaman yang dinilai berkhasiat. Tak heran, sejak kecil Meneer sudah berkawan dengan tanaman obat yang kelak menjadi awal perjalanannya di dunia jamu.
Racikannya, Sembuhkan Sang Suami
Di usia 17 tahun, Meneer pun menikah dengan Ong Bian Wan, seorang pedagang asal Surabaya. Sejak itulah, ia dikenal dengan nama Nyonya Meneer. Pernikahan mereka sempat diliputi masa sulit ketika Ong Bian menderita sakit perut yang diduga sariawan usus dan tak kunjung sembuh.
Karena kesulitan mendapatkan pengobatan, Meneer pun meracik jamu Jawa yang dipelajari secara turun temurun dari orang tuanya. Mengejutkannya, Ong Bian berhasil sembuh berkat jamu racikan tangan sang istri.
Sejak saat itu pula, Meneer semakin bertekad menyembuhkan banyak orang dengan jamu racikannya. Selain berhasil menyembuhkan sariawan usus, jamu racikan Meneer yang merupakan obat tradisional itu juga ampuh menyembuhkan masyarakat sekitar yang menderita sakit kepala, masuk angin hingga demam berdarah.
Baca Juga: Tiga Kartini Muda Ini Bangun Brand Fesyen Lokal yang Berdayakan Perempuan dan Komunitas
Tekad Bulat Merintis Jamu Cap Nyonya Meneer
Meneer semakin giat meramu jamu untuk menolong keluarga, kerabat, dan masyarakat sekitar yang membutuhkan. Meneer pun mulai memproduksi jamu yang diantar langsung kepada para konsumen.
Jamu racikan Meneer memiliki ciri khas tersendiri. Di mana, terletak pada alat yang digunakan dan warisan resep jamu dari orang tuanya. Pembuatan jamu racikan Meneer memang tidak lepas dari penggunaan tumbuhan, akar, bunga maupun kulit kayu.
Berbekal perabotan dapur biasa, usaha keluarga ini terus memperluas penjualan ke kota-kota sekitar. Tak lupa, Meneer mencantumkan potret dan namanya di kemasan dengan maksud bisa membina hubungan yang lebih akrab dengan masyarakat setempat.
Pada 1919, berkat dorongan dan tekad bulat, Meneer dan keluarganya pun mulai merintis Jamu Cap Nyonya Meneer dengan mendirikan pabrik dan membuka toko di Jalan Pedamaran, Semarang.
Produk Jamu Cap Nyoya Meneer yang terkenal di kalangan masyarakat saat itu mulai dari Galian Putri, Jamu Sariawan, Amurat, Sakit Kencing, Sehat Wanita, Pria Sehat, Galian Rapet, Bibit, Mekar Sari, Galian, Jamu Habis Bersalin, Awet Ayu, Gadis Remaja, Susu Perut, Jamu Langsing, Wasir hingga Minyak Telon.
Kehadiran Jamu Cap Nyonya Meneer menjadi cikal bakal salah satu industri jamu terbesar di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, perusahaan keluarga kian berkembang berkat bantuan anak-anaknya yang mulai besar.
Pada 1940, berkat bantuan putrinya, Nonnie (Ong Djian Nio), yang pindah ke Jakarta, cabang toko Nyonya Meneer resmi dibuka di Jalan Juanda, Pasar Baru, Jakarta. Sejak saat itu pula, produk jamu Nyonya Meneer semakin dikenal luas khasiatnya.
Bukan hanya di dalam negeri, jamu Nyonya Meneer juga berhasil menembus pasar Taiwan pada 2015 silam, setelah sebelumnya hadir di Amerika Serikat, Malaysia, Brunei, Australia, dan Belanda.
Jamu Cap Nyonya Meneer juga menorehkan prestasi lainnya dan berhasil meraih penghargaan tahun 1984 dari Tien Soeharto. Penghargaan tersebut berupa Museum Jamu Nyonya Meneer yang berlokasi di Jalan Raya Kaligawe, Semarang.
Dalam museum tersebut terdapat berbagai bahan racikan jamu dan sejumlah patung perempuan yang tengah berdiri menumbuk racikan jamu. Selain itu terdapat koleksi foto pribadi Nyonya Meneer.
Baca Juga: Berkenalan dengan Irene Ursula, Sosok di Balik Kesuksesan Brand Kosmetik Lokal Somethinc
Selama hidupnya, Nyonya Meneer terus mendedikasikan diri untuk mengembangkan usaha jamu tradisionalnya hingga menjadi salah satu merek ternama di Indonesia. Nyonya Meneer pun menghembuskan nafas terakhir dan meninggal pada 1978.
Sebelum dinyatakan pailit, operasional perusahaan sempat diteruskan oleh lima cucunya sebagai generasi ketiga. Namun karena perbedaan visi, mereka memilih berpisah. Perusahaan akhirnya dikendalikan oleh salah satu cucunya, Charles Saerang, sementara empat lainnya mengambil bagian masing-masing dan keluar dari perusahaan.
Meskipun PT Nyonya Meneer telah dinyatakan pailit pada 2017, Jamu Cap Nyonya Meneer masih tersedia di pasar. Produk-produk jamu Nyonya Meneer, terutama jamu habis bersalin, masih banyak dicari dan dijual oleh berbagai penjual, termasuk di e-commerce.